36. Sweet

5.8K 733 33
                                    

Hari ini, hari Senin. Terlepas kejadian Sabtu lalu, dimana Adiba di dorong Renol ke laut, dan berakhir Artha yang menolong.

Terlepas juga dari kejadian di bibir pantai, disaat Artha hendak melakukan napas buatan, Agil tiba-tiba datang bersama Renol yang berada di cekalan nya.

Jadilah, Artha tak bisa memberikan napas buatan. Ada dua opsi yang membuat dirinya tak jadi melakukan hal itu kepada cewek yang ia sukai beberapa hari terakhir ini.

Opsi pertama, ada Agil. Ia malu tentunya. Sedangkan opsi kedua, emosinya spontan tersulut ketika melihat wajah Renol.

Dan detik itu juga, adegan baku hantam dimulai. Renol di pukul habis-habisan oleh Artha dan juga Agil. Artha bahkan sempat mencekik Renol dengan tak manusiawi, dan beruntungnya ada penjaga pantai yang melerai.

Setelahnya, penjaga pantai tersebut diminta Artha agar menyerahkan keparat itu ke pihak berwajib. Sungguh, cowok sinting itu sangat meresahkan jika berdekatan dengan Adiba.

Sepeninggal penjaga pantai, dengan susah payah Artha membopong Adiba ke motornya. Dengan sedikit bantuan Agil tentunya. Cowok itu berniat membawa Adiba balik ke rumahnya.

Bukan. Bukan rumah Adiba, melainkan rumah Artha.

Dan disinilah Adiba sekarang semenjak dua hari yang lalu. Di kamar Artha yang khas dengan aroma mint segar.

Seperti yang sudah-sudah, Adiba tak henti-hentinya memuji kemegahan rumah cowok bertampang kulkas itu. Desain nya begitu modern dan juga minimalis. Sedap di pandang mata.

Menghela napas pelan, sebelum ia membaringkan tubuh rampingnya di kasur Artha yang kelewat empuk.

"Pengen sekolah.." gumamnya sembari memejamkan mata.

Bukan apa-apa, Artha selaku pemilik rumah, melarang tegas Adiba untuk masuk sekolah. Dengan alasan, gadis itu belum membaik. Padahal Adiba sudah sembuh.

Netra abu itu melihat jam. Masih menunjukkan pukul 09.30 yang artinya bel istirahat di sekolahnya sudah berdering.

Ia meraba kasur samping, mencari keberadaan ponselnya hendak menghubungi Hilwa. Ia merindukan gadis cerewet itu.

"Halo?" terdengar suara Hilwa di sebrang, setelah menunggu beberapa menit untuk di angkat.

"Heh, nyet! Gue kangen sama lo." Adiba merubah posisinya menjadi tengkurap.

"Gue enggak tuh,"

"Ck! Lo tuh ya, ish!"

"Becanda, nyet. Keadaan lo gimana? Masih pusing? Dada lo sesek lagi ga?"

Adiba tersenyum. Iya memang, setelah insiden Sabtu lalu, kemarin dada Adiba tiba-tiba sesak. Dan itu membuat teman, Adek, dan juga Artha khawatir.

Untuk Avanya dan juga Amar, Adiba melarang Artha baik maupun Agil menghubungi mereka. Takut membuat kedua orang tuanya khawatir berlebihan.

"Sans, gue udah enakan."

"Oke. Eh btw, nanti gue sama Kak Anta, Ardan, sama Aksa mau kesono. Boleh kaga sama majikan?"

Yang dimaksud majikan oleh Hilwa adalah Artha.

"Gatau, ntar deh gue bilang."

"Yee.. mentang-mentang sekarang udah punya gebetan!"

"Apaan si?! Gue sama dia itu cuma temenan!"

Berharapnya sih lebih ehehe.

"Yaudah! Gue tutup dulu ya monyet sayangku, cintaku. Udah mau masuk nih, nanti gue bawain lo jajan yang enak-enak. Kita nyemil bareng,"

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang