09. Pacar?

6.9K 982 78
                                    

Adiba mengeratkan jaket agar semakin menempel ke tubuhnya. Percikan air hujan mengenai sepatu hitam yang ia pakai. Hatinya dilema.

Gue pulang nerobos hujan, atau pulang naik taksi atau bus? Kalo gue nerobos, gue bakal berakhir di kasur. Kalo gue pulang naik taksi atau bus, amit amit deh.

Adiba menggeleng. Ia tak mau kejadian dua tahun lalu terulang kembali.

"Terobos aja lah," ia melangkah maju hendak berlari ke arah gerbang sekolah, tapi ia ditarik ke belakang oleh seseorang.

"Apaan sih?!" sentak Adiba spontan. Tangan kekar yang mencekal lengannya ia hempaskan kasar.

Ia mendongak melihat siapa pelakunya. Matanya terbelalak kaget.

"Eh, maaf Kak. Gue kira siapa tadi hehe,"

"Lo pulang naik apa?" tanya Artha tanpa melihat ke orang yang ia tanyai.

"Nerobos hujan, Kak."

"Lo pulang sama gue." Artha melirik Adiba.

"Hah?" beonya.

Artha berdecak. Ia menarik jaket Adiba dibagian leher, menggeretnya agar gadis berjaket peach ini mengikuti langkahnya.

"Eh eh, Kak, gue mau dibawa kemana?!" Adiba sempoyongan karena tak bisa menyamai langkah panjang Artha.

"Buset dah, berasa narik kucing kali ya?" gumamnya.

Saat ini hujan sudah mengguyur mereka berdua. Artha lalu menyerahkan helm bogo kepada Adiba, entah helm bogo milik siapa itu.

"Buat gue?" tanya Adiba.

Tak kunjung diterima oleh gadis yang menurut Artha lelet ini, ia langsung melempar helm itu ke tangan Adiba.

Ditangkap atau tidak, yang penting ia sudah menyerahkan.

"Sans aja dong kalo ngelempar," desis Adiba.

Artha mendengar apa yang Adiba ucapkan, tapi ia tak menghiraukan. Tak penting menurutnya.

Memakai helm, menaiki kuda besi yang selalu ia bawa kemana-mana, memutar kunci, dan bersiap pergi dari area parkir sekolah.

Artha menolehkan kepalanya ke belakang, mengisyaratkan agar Adiba naik ke motor.

Mengerti akan isyarat yang diberikan Artha, Adiba mulai menaiki motor.

Artha memutar gas, dan dalam semenit motor sport beserta pengemudi dan penumpang itu pergi dari tempat.

☠️☠️☠️

Di perjalanan, keduanya sama-sama tak mengeluarkan sepatah kata. Artha fokus menyetir, apalagi dalam situasi hujan harus ekstra hati-hati. Sedangkan Adiba sibuk mengusap air hujan yang mengenai wajahnya.

"Hujan biasa sama hujan sambil ngendarai motor selalu beda. Berasa di panah muka gue," dumel Adiba.

Kenapa kaca helm nya kagak ditutup, Mbak? Kan lebih simpel?

Artha tiba-tiba menepi ke pinggir, dan itu membuat Adiba terheran.

"KENAPA KAK? MOTORNYA MOGOK YA?" pekik Adiba karena suaranya bersahutan dengan suara hujan.

"Pegangan, gue mau ngebut." kata Artha.

"HAH?!" tanya Adiba. Ia sama sekali tak mendengar perkataan Artha.

"PEGANGAN! GUE MAU NGEBUT!" Artha memperkeras suaranya.

"APA? GUE NGGAK DENGER SOALNYA DARI SINI."

Artha berdecak sebal. Ia mengambil tangan Adiba satu persatu, kemudian ia letakkan di perutnya.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang