20. Amanah

6.1K 795 8
                                        

Kepulan asap mengepul tinggi di udara. Tak lupa puluhan puntung rokok yang ter tebar dimana-mana. Bau miras dan apek mendominasi ruangan yang dihuni sepuluh orang cowok ini.

"Gada korban lagi apa?" ujar salah satu cowok bertampang menyeramkan di dalam sana.

"Gatau. Tangan gue udah gatel pengen gebukin orang." tambah salah satu kawannya.

"Tenang.. habis ini juga ada yang kesini." ujar sang ketua, sembari menyesap rokok.

Dan benar saja, tak lama, pintu ruangan terbuka, dan tampak seorang cowok dengan baju SMA yang masih melekat di badannya.

Simba selaku ketua tadi, tersenyum miring. "Ada perlu apa?"

"Jarang-jarang ada anak ingusan rela-relain kemari." sahut Bisma sang wakil ketua, yang di angguki delapan anggotanya.

"Boleh minta tolong nggak, Bang?" pinta cowok berbaju SMA tadi.

Simba menghisap rokok, kemudian melepaskan asapnya ke udara lewat mulut. "Apaan?"

Cowok berbaju SMA tadi mengeluarkan satu buah foto dari dalam saku celananya, yang kemudian ia berikan kepada Simba.

Simba menerima foto itu, dan tersenyum miring sembari mengusap dagu. "Cantik. Mau dibikin gimana nih?"

"Culik aja Bang, terus bawa ke pondok terbengkalai yang agak jauh sama area camping cemara." balas sang klien.

Bisma membuka telapak tangannya, meminta bayaran. "Harus ada ini dulu dong."

Cowok itu mengeluarkan satu amplop cokelat yang isinya agak tebal, lalu ia berikan kepada Bisma. "Kaya juga lo?"

"Kalo boleh tau, siapa namanya?" tanya Simba.

"Adiba Salsabila, Bang." jawab cowok berbaju SMA tadi.

Simba mengangguk. "Kapan gue, sama anggota gue beraksi?"

"Besok. Jam setengah sembilan malem, culik aja tuh gadis waktu jelajah medan. Tapi jangan di apa-apain, cukup culik aja, sisanya biar gue aja yang urus."

Simba mengangguk kembali. "Yaudah, lo boleh pergi."

Cowok itu tersenyum senang, sembari berjalan ke luar.

"Tunggu gue besok, Adiba." gumamnya.

☠️☠️☠️

Rampung sudah acara masak colab antara Artha, Adiba, dan Avanya. Agil? Agil dari tadi berdiam diri di kamar, sibuk bermain PS.

"Diba, kamu tolong panggilin Agil ya. Suruh makan," pinta Avanya seraya meletakkan piring dan sendok di atas meja yang dibantu Artha.

Adiba mengangguk, lalu berjalan ke ujung tangga. "AGIL! TURUN MAKAN, DISURUH MAMA!" teriak Adiba menggema.

"IYA!" balas Agil berteriak dari kamarnya.

Mendengar jawaban Agil, Adiba lalu berjalan kembali ke meja makan. Ia duduk berhadapan dengan Artha. Entah arahan dari siapa, matanya tiba-tiba melirik sekilas Artha yang sibuk menata lauk. Entahlah, jantungnya masih saja maraton kalau mengingat kejadian tadi.

"Widihhhh, kayaknya enak nih." kata Agil yang baru saja datang. Anak itu lalu menarik kursi yang bersebelahan dengan Adiba, lalu mendudukinya.

"Siapa yang masak, Ma?" tanya Agil kepada Avanya.

"Kakak kamu sama Artha." jawab Avanya tersenyum.

"Dia?" tunjuk Agil mengarah ke Adiba. "Kalo Kak Diba yang masak, Agil ga percaya, Ma."

Adiba melotot. Ia menginjak kaki Agil yang bersebelahan dengan kakinya. "Jan banyak cincong deh lo! Makan tuh!"

Agil meringis, karena Adiba menginjak kakinya lumayan keras. "Dasar pedofil."

"APA LO BILANG?!" Adiba hendak melayangkan tinjunya ke wajah ngeselin Agil.

"Udah-udah, kalian ini selaluuu aja berantem!" kata Avanya keras. "Agil! Kamu itu jangan gangguin Kakak kamu mulu napa!"

Adiba tertawa mengejek saat nama Agil di sebut Avanya. Sedangkan Agil hanya diam sambil menggerutu.

"Ahaha rasain lo dimarahin sama Ibu negara." ejek Adiba.

"Kamu juga Diba!" sentak Avanya.

"Loh? Kok Diba yang disalahin?" kata Adiba tak terima.

"Ahahahaha! Rasain! Marahin aja, Ma, marahin. Ahahaha," Agil terbahak.

"Emang kamu ga malu apa diliatin Artha?!" Adiba sontak melihat ke arah sebrang. Bibir Artha tertarik sedikit ke atas.

ANJIM! PIKUN GUE KALO ADA KAK ARTHA DISINI! ARGHH MALUUU!!

Wajah Adiba langsung memerah. Dengan kikuk, ia langsung menyiduk nasi dengan terburu-buru, begitu pula saat mengambil lauk pauk.

"Dasar omnivora." gumam Agil.

Ketiganya pun langsung memulai makan, dengan Adiba yang mulai terlebih dahulu.

"Oiya, besok kalian berdua mau pergi camping kan?" tanya Avanya di sela-sela makan.

Artha mengangguk.

"Iya," jawab Adiba.

"Kamu udah siapin semua perlengkapan, Diba?" Adiba mengangguk.

"Kalo Artha?" Artha juga ikut mengangguk.

"Emm, boleh tante minta tolong?" Artha mengangguk lagi.

"Kamu tolong jagain Adiba ya," mendengar perkataan Avanya, sontak membuat Adiba kesedak.

Berbeda dengan Agil yang sibuk dengan ayam gorengnya.

"Uhuk uhuk uhuk." Adiba terbatuk, Artha segera memberikan air minumnya kepada gadis itu.

Setelah di teguk sampai kandas, Adiba buka suara. "Mama apa-apaan sih?!"

"Kenapa? kamu keberatan dengan permintaan, Mama? Artha aja enggak kok. Iya kan, Tha?" Avanya melirik ke arah Artha.

Adiba memelototkan matanya, seolah-seolah mengisyaratkan kalau dirinya keberatan dengan keputusan Avanya.

Artha menahan senyum saat melihat wajah konyol Adiba. Terlintas ide jahil di otaknya.

"Saya nggak keberatan kok, Tan."kata Artha.

OH SHIT! MINTA DI BOGEM NI KAKAK KELAS!

"Tuh! Artha aja nggak keberatan." ujar Avanya.

Adiba memutar matanya malas, seraya melanjutkan makannya yang sempat tertunda, dengan wajah cemberut.

"Bukan apa-apa ya, Tha. Soalnya Adiba itu anaknya pecicilan, nggak mau diem, dan ceroboh. Tante nggak mau dia hilang lagi kayak dua taun yang lalu waktu camping."

Adiba sempat hilang waktu camping pada saat gadis itu kelas sembilan. Soal camping tahun lalu, Adiba dijaga langsung oleh Ayahnya. Tapi, karena Amar sibuk mengurus Nenek Adiba yang tengah sakit, jadi Avanya meminta Artha untuk menjaganya.

Lagi, ia merasa kalau putri kesayangannya berada di tangan Artha, ia akan aman. Terbukti dengan kejadian Adiba pingsan tadi pagi. Sejak saat itu, Avanya sudah yakin bahwa Artha mampu menjaga Adiba.

Artha melirik Adiba sejenak, lalu mengangguk mengiyakan perkataan Avanya.

"Em, kurang satu lagi Ma. Selain pecicilan, hiperaktif, sama ceroboh, Kak Diba orangnya bodohhh." kata Agil sambil memonyongkan mulutnya sangat mengucapkan kata bodoh.

Plak!

Eits, salah, itu bukan suara tamparan. Melainkan suara sendok milik Adiba yang ditabok ke mulut Agil dengan keras.

"ANJING LO KAK!" sentak Agil.

"Ah mantab," Adiba tersenyum dengan wajah tak berdosanya.

"Maaa, Kak Diba ini lohhh!!" adu Agil.

"MBOH RARUH! MAMA PUSING NGELIAT KALIAN BERDUA BERANTEM MULU, HAH!!" kata Avanya seraya bangkit ke dapur untuk mencuci piring.

Artha melirik Adiba yang sibuk beradu mulut dengan Agil. "Kekanakan, tapi gue suka." ucapnya tanpa sadar.

☠️☠️☠️

seu next chapter!
diketik dengan 985 kata.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang