29. Sendu

5.2K 672 22
                                    

Keempat orang remaja saat ini tengah berjalan menyusuri hutan, untuk membantu tim sar mencari kedua teman nya.

Dan terjun nya mereka berempat, atas permintaan Hilwa. Sebenarnya ketiga lelaki itu sudah melarang, tapi bukan Hilwa namanya jika tidak ngotot, dan kekeuh terhadap pendirian nya.

Seperti saat ini, keempat remaja itu tengah menoleh ke kanan dan kiri. Berbekal obor, senter dan sinar ponsel, mereka nekat mencari kedua sobatnya.

Sudah setengah jam mereka menyusuri, tapi tak kunjung menemukan Artha, dan juga Adiba.

Suara mereka juga sudah menurun, karena dari tadi teriak-teriak terus memanggil nama Artha, dan Adiba.

"ARTHA!" panggil Aksa berteriak.

"ADIBAA!" teriakan Hilwa menyusul.

"ARTHA, LO DIMANA?!" itu suara Ardan.

"ARTHAA!!" sahut Anta.

"ADIBAAA!" Aksa berteriak mengganti nama Adiba.

Cape karena dari tadi muter-muter terus, sama teriak-teriak, Hilwa berjongkok sambil mencoba menetralkan napas. Teriak juga butuh tenaga.

"Lo cape?" tanya Aksa yang dibalas anggukan Hilwa.

Ia membuka tas ranselnya, dan memberikan air mineral. "Nih minum kalo lo haus."

Hilwa mendongak, lalu tangan nya tergerak menerima air mineral yang disodorkan Aksa. "Makasih,"

Aksa tersenyum. "Sama-sama,"

Ardan berkacak pinggang. "Ini udah setengah jam kita cari, tapi tu anak ga ketemu juga."

"Udah ayo kita cari sampe ketemu. Palingan juga kaga jauh dari sini," ujar Anta yang sibuk mengarahkan senter ke sekitar.

Segera bergegas, mereka akhirnya kembali mencari seraya berteriak memanggil nama keduanya secara bersahutan. Berharap Artha maupun Adiba mendengar teriakan mereka.

Tak kunjung ketemu, mereka memutuskan untuk rehat sejenak. Duduk manis di atas tumpukan kayu, ke empatnya masih saja berteriak sambil mengarahkan cahaya senter.

Sampai, cahaya senter Aksa mengenai tumpukan kayu terbakar yang tak jauh dari jarak mereka sekarang.

Ia spontan menepuk paha Ardan lumayan keras. "Eh itu ada bekas kayu kebakar. Gue yakin kalo mereka berdua pernah singgah disana!"

Sakit karena pahanya dipukul, Ardan balik memukul lengan Aksa. "Ye sante dong! Paha gue perih ini! Seenak jidat maen tepak-tepuk paha."

"Ya maaf, gue tadi spontan."

Hilwa bangkit sambil menarik tangan Aksa agar ikut bangkit. "Yaudah ayo cepetan! Kita periksa."

"Iya-iya, sabar napa. Ini tangan gue bisa patah kalo lo tarik," Hilwa melepaskan tarikan nya.

"Gasabaran banget bini lo, Sa." cibir Anta yang dihadiahi pelototan Hilwa.

"Gatau nih, mungkin hormon orang hamil." mendengar pernyataan Aksa, dengan perasaan kesal Hilwa menendang tulang kering cowok itu.

"Makan tu hormon bumil," ketusnya.

Aksa meringis seraya memegangi kakinya yang sudah jadi korban.

"Udah jangan tengkar. Ayo kita cek kesana," ujar Ardan melerai.

Dengan cemberut, Hilwa menyusul langkah Ardan dan Anta yang tengah berjalan ke arah sebrang. Meninggalkan Aksa sendirian di belakang.

"Kejam banget calon jodoh gue." gumamnya.

Tak butuh waktu lama, keempat remaja itu sudah menginjakkan kakinya di sebrang. Ardan mengarahkan senter ke kayu yang telah terbakar di hadapan nya.

"Iya, kayaknya mereka berdua habis dari sini." ujarnya menyimpulkan.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang