18. Sakit

6.5K 837 18
                                    

Adiba mengerjabkan matanya, kemudian membuka secara perlahan. Melihat ke sekeliling, kemudian mengerutkan alis.

"Kenapa gue bisa ada di UKS?" Adiba mencoba untuk bangun. Tapi tak jadi, karena kepalanya yang terasa pening.

"Siapa yang bawa gue kesini ya?" Adiba bermonolog karena tak ada orang di sekitarnya.

Sampai, kenop pintu terputar, dan muncul lah Artha. Menutup pintu, kemudian berjalan mendekat ke Adiba.

"Lo ngapain disini, Kak?" tanya Adiba sambil menahan rasa pusingnya yang tak kunjung mereda.

Bukannya menjawab, Artha justru memegang pundak Adiba dan menyuruhnya untuk kembali berbaring.

"Jangan banyak gerak," kata Artha.

Adiba mendesis.

Lima menit kemudian, Hilwa datang sembari membawa baskom dan kompresan. "Lo udah sadar, Dib?"

Adiba mengangguk. "Yayadung. Eh bitiwi, ngapain lo bawa kompresan?"

"Tau, gue disuruh sama si kulkas tuh." Hilwa melirik Artha.

"Badan lo anget. Harus di kompres. Kata petugas, lo darah rendah, dan kalo lo masih pusing, gue anter pulang." kata Artha panjang tapi tak bernada. Flat aja gitu lurus kek raut wajahnya.

Mendengar penuturan Artha, Hilwa tersenyum jahil ke arah Adiba. "Yaudah, nih Kak. Lo aja yang kompres, gue masih ada urusan. Bye,"

Hilwa memberikan baskom dengan kompresan itu ke tangan Artha.

"Eh, Hil!" panggil Adiba.

Hilwa menoleh. "What?"

"Itu, cokelat lo ada di dalem tas gue. Sesuai janji gue kemaren."

Hilwa tersenyum lebar. "Ay ay captain!"

Setelahnya, Hilwa segera ngacir keluar, tapi secara tak sengaja dahinya terkantuk dada Aksa. Hilwa meringis kecil.

"Ouh, sakit bazeng! Kalo mau masuk tuh bilang-bilang dong!" sentaknya.

"Yaelah, lo mau moduskan sama Aksa?" sahut Anta.

"Matamu! Tipe gue bukan kayak klean bertiga. Jadi jangan ngarep,"

"Yaudah, sono minggir. Gue mau masuk." kata Aksa.

"Eits mau ngapain?" Hilwa merentangkan tangannya mencegah Aksa, Ardan, dan Anta masuk.

"Mau manjat everes! Ya mau lihat Adiba lah!" timpal Ardan.

"Gaboleh!" kening ketiga cowok itu mengkerut.

"Lah, ni bocah ngapa yak?" Anta terheran.

"Jangan ada yang masuk, gue mau bikin benih lope-lope mereka berdua tumbuh. Sekarang para Kakak-kakakku tercintah, jom lah pergi. Jan jadi nyamuk ya," bujuk Hilwa sembari berbisik.

Anta melongokkan kepalanya, ke dalam UKS. Ia melihat, Artha sedang memeras kain untuk di letakkan ke kening Adiba secara telaten. Sedangkan Adiba tengah memandang wajah Artha kagum.

"Azjay, udah kayak pasutri aja mereka berdua." katanya.

"Yaudahlah, biarin si kulkas. Baru kali ini gue lihat dia perhatian sama betina." tambah Ardan.

"Terus? Kita mau kemana? Masa balik ke kelas? Gue sih males ehehe." ucap Aksa.

"Basket indoor? Kalian main basket, terus biar gue yang beliin kalian minum sama cemilan. Deal?" usul Hilwa.

Mereka bertiga bertatapan, kemudian mengangguk. "Deal."

Aksa memiting kepala Hilwa sambil diseretnya tubuh gadis itu. "Woy Kak! Gue ketekek ini! Gila lo ya?!"

"Gapapa. Gue suka. Badan lo ucul, gue jadi gemes pengen unboxing," perkataan Aksa mendapat jiwitan dari Hilwa.

"Dasar cepirit lo!"

☠️☠️☠️

Artha memeras kain kompresan, kemudian ia letakkan di kening Adiba. Ia diamkan selama sepuluh menit, kemudian ia ulangi hal yang sama.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Habis ini adzan duhur berkumandang. Karena bosan, ia akhirnya melihat paras Adiba yang em lumayan. Alisnya yang kontras dengan rambutnya, bibirnya yang merah jambu, hidung mancung tapi mungil, tak lupa netra abu-abu yang terkadang berhasil membuat dirinya terbius sejenak.

Tetapi, ia tak dapat melihat netra itu karena Adiba tengah memejamkan mata.

Ia mengambil kain kompresan, kemudian ia cek suhu panas Adiba sudah turun atau belum. Tapi sayangnya, suhu panas gadis ini tetap, tak mau turun.

Ia berfikir akan membawa Adiba pulang ke rumahnya sesuai apa yang ia ucapkan tadi.

Tanpa membangunkan Adiba, Artha langsung menggendongnya. Ia berjalan ke luar UKS mencari keberadaan ketiga kawannya.

Artha berjalan ke arah lapangan basket indoor, sesuai apa yang ia dengar arah pembicaraan mereka tadi di depan pintu UKS.

"Sa!" panggil Artha.

Yang dipanggil noleh. "Lah, ngapain lo kesini? Itu si Adiba kenapa? Kok lo gendong?" tanya Aksa bertubi.

Hilwa langsung menghampiri. "Kenapa lagi Kak sahabat gue?" Hilwa khawatir.

Trio A ikut menghampiri.

"Panasnya belum turun. Mau gue bawa pulang ke rumahnya. Sa, lo bawa mobil kan? Gue pinjem,"

Aksa merogoh saku seragamnya, ia berikan kunci mobilnya ke Artha. "Thanks, kunci motor gue ada di tas."

"Hil," panggil Artha ke arah Hilwa.

"Iya?"

"Bawain tas Adiba kalo udah sekolah bubar." Hilwa mengangguk. "Sa, tas gue juga. Gue cabut dulu,"

Artha kemudian berlalu bersama Adiba yang terlelap di gendongannya. Keempat orang yang ada di tempat, memandang cengo kedua sejoli yang sudah menghilang.

"Gue baru tau kalo Artha bisa romantis," Ardan bergumam takjub.

"Dua in," timpal Anta.

"Uwu banget gilak! Beruntung banget Adiba bisa dapet Kak Artha. Gue juga pengen monyet, huwaa!!" jerit Hilwa.

Aksa menyenggol sikut Hilwa. "Sama gue aja mau?"

"Dih, lu sapa ya?"

☠️☠️☠️

seu next chapter!
diketik dengan 810 kata.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang