32. Basket

5.5K 744 16
                                    

Deruman motor milik Renol berhenti di depan rumah Adiba. Sang penumpang kemudian turun secara perlahan.

Setelah kakinya sudah menyentuh pijakan tanah, ia tersenyum dan menyerahkan helm kepada Renol.

"Makasih ya." kata Adiba yang dibalas anggukan.

Tangan besar itu memegang pipi Adiba sejenak sebelum kembali menyakan motor. "Jaga diri baik-baik. Ntar di culik lagi."

Adiba terkekeh. "Iya,"

"Yaudah, gue balik dulu ya." seusai berucap, Renol langsung pergi bersama motor besarnya.

Dirasa Renol sudah tak terlihat, Adiba menghembuskan napas pelan sebelum membuka gerbang rumahnya.

Setelah dirinya benar-benar masuk ke halaman rumah, ia dikejutkan oleh kehadiran Artha yang sibuk bermain basket bersama Agil.

Adiba berjalan menghampiri. "Loh Kak, kok lo belom pulang?"

Mendengar suara Adiba, Artha menoleh. "Nungguin,"

"Nungguin siapa?"

"Ya nungguin lo lah. Punya Kakak kandung gini amat," sahut Agil sembari melemparkan basket ke dalam ring.

"Ohhhh," bibir ranum Adiba membulat. Ia meletakkan tas ransel dan juga beberapa kantong plastik berisi pakaian kotornya di kursi teras.

"Mama mana?" tanya Adiba sembari melepas sepatu.

"Masih di Bogor. Besok baru pulang,"

Mengangguk singkat di iringi hembusan napas. "Yaudah, gue ke atas dulu ya."

"Ngapain?" Artha bertanya.

"Mandi, habis itu ganti baju. Kenapa? mau ikut?" goda Adiba yang membuat Artha sedikit kikuk.

"Gila," cetusnya.

"Lu yang gila. Udah tau tangan nya masih sakit, nekat amat pulang sendiri pake motor." semprot Adiba, "Pesan gue ga dibales lagi."

"Oh,"

"Dasar frezeer. Ngomongnya cuma oh, ya, ga, ngapain, gapapa. Bikin bingung orang aja."

"Hm," berdeham sambil mendrible basket.

"Tuh kann!! Untung lo ganteng, Kak!" ujar Adiba berseru kesal berlalu ke dalam rumah megahnya.

Sepeninggal Adiba, Artha dan Agil melanjutkan kegiatan mereka. Dapat dilihat, peluh keringat mulai muncul di dahi mereka berdua.

Tetapi, permainan basket yang hanya dimainkan oleh dua orang itu tak kunjung usai.

Agil mengambil napas sejenak. Napasnya ngos-ngos san. "Kak, katanya tadi si macan betina abis ilang ya?"

Artha mengangguk. Ia berjalan mendekat ke arah Agil sambil memainkan basket di tangan nya.

"Emang ya tu anak, kalo ga nyusahin, manja sama Papa Mama, pasti kerjaan tu anak suka ilang kalo ada acara-acara di luar." gerutu Agil.

Artha terkekeh.

"Terus yang nyelametin dia, pasti lo kan, Kak?"

Sang lawan bicara menggeleng.

"Loh? Kalo bukan, ini kenapa tangan, sama wajah lo luka?"

"Panjang ceritanya. Gue juga males nyeritain,"

Agil manggut-manggut. "Pokoknya gue nge-ship lo sama si macan betina."

Artha tertawa ringan. "Ahaha apaan,"

Melihat Artha tertawa ringan, membuat Agil terperangah. "Lo bisa ketawa, Kak?"

Mendengar pernyataan Agil, membuat wajah Artha kembali flat. Emang salah ya kalo gue ketawa?

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang