23. Aneh

5.1K 762 9
                                    

Para siswa dan siswi yang mengikuti acara camping tahunan, saat ini dikumpulkan dalam satu tempat. Mereka disuruh duduk di bawah beralaskan rumput, dengan satu Kakak pembina yang masih setia menerangkan susunan acara.

Setelah selesai memberikan pidato pembukaan, susunan acara selanjutnya ialah memasang tenda.

Tapi sebelum itu, para siswa dan siswi sudah dibagi tiap regu yang berisikan delapan sampai sembilan orang. Tentunya sudah diacak oleh pembina.

Saat ini, pembina tengah membacakan nama-nama siswa yang memasuki regu selanjutnya.

"Selanjutnya, untuk regu empat. Untuk kelas sebelas, Adiba Salsabila sebelas IPS 1, Angitta Olivia sebelas IPS 2, Dewi Amelia sebelas IPS 3, Jesica Putri sebelas IPS 4,"

Mendengar nama Hilwa tidak tercantum, membuat bibir Adiba mencebik. Ia melirik melas ke arah Hilwa yang berada di sampingnya. "Hil, kok lo ga satu regu sama gue sih!? Kan ga seru!"

Hilwa memeluk Adiba dari arah samping. "Udah gapapa, kan kita masih satu tenda. Cuma beda regu doang, gausah melow. Muka lo jelek, ntar Kak Artha ga jadi naksir sama lo lagi."

Adiba memukul lengan Hilwa. "Ngadi-ngadi,"

"Untuk kelas dua belas," pembina melanjutkan. "Artha Bramansyah dua belas IPS 1, Devan Anofial dua belas IPS 2, Gilang Samudera dua belas IPS 3, dan yang terakhir Sevan Gemintang dua belas IPS 4."

Mata Adiba melotot. Ia spontan melirik ke arah Artha yang duduk tak jauh darinya.

Gue satu regu sama tu cowok?! Wah parah sih! Yang ada jantung gue bisa konslet!

Sedangkan Hilwa, langsung memandang jahil kearah Adiba. "Ciee, satu regu ciee."

"Apaan, sih?!" kata Adiba kesal, padahal hatinya berkata lain.

Pembina masih terus menyebutkan nama per regu, hingga sampai pada regu terakhir. Setelah semua siswa dan siswi sudah mendapatkan regu, mereka semua diminta untuk segera berkumpul dengan regu masing-masing.

"Dah, Dib." Hilwa melambaikan tangan kearah Adiba, yang dibalas kecupan jauh oleh gadis itu.

Adiba berjalan mendekat ke arah Artha yang sibuk memainkan ponselnya. "Kak, kita seregu kan?"

Artha mengangguk, tanpa mengalihkan pandang.

Adiba mencibir. "Dih, sok cool."

Mendengar cibiran Adiba, Artha meliriknya sinis. "Gue denger,"

"Heh, kita seregu kan?" kata Jesica tiba-tiba bersama anak yang lain datang bertanya kepada Adiba, tapi sambil mencuri pandang ke arah Artha yang masih setia dengan benda pipih di genggamannya.

"Iya," jawab Adiba cuek.

"Yaudah, kalo gitu, kita tentuin dulu siapa ketua regunya." kata Gilang.

"Emm, gimana, kalo Kak Artha aja yang jadi ketua regunya? Kan dia leader basket. Pasti dia bisa handel regu kita." ujar Dewi.

"Nahh iya tuhhh, Kak Artha aja gimana?" tambah Jesica.

Dasar tukang caper. Batin Adiba.

"Tha, lo mau ga?" tanya Devan sambil membenarkan letak kacamatanya.

Jesica, Angitta, Dewi, Sevan, Gilang, Devan, dan Adiba kompak diam menunggu jawaban yang keluar dari mulut Artha.

Tapi Artha memilih diam tak menggubris. Ia lebih tertarik dengan hal di ponselnya ketimbang membicarakan hal yang tidak penting.

Melihat semua mata anggota regunya berpusat ke arah Artha, dengan pandangan meminta persetujuan, tapi tak dibalas jawaban bahkan lirikan dari cowok yang ada di sampingnya ini, spontan Adiba langsung menginjak kaki Artha.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang