26. Sedikit berubah

5.1K 698 1
                                    

Adiba menundukkan kepalanya. "Kak, kita baliknya gimana?"

Artha menghembuskan napas pelan. "Gatau,"

Spontan Adiba menoleh. "Kok ga tau sih?!"

"Terus?" tanya Artha dengan pandangan sinis.

"Ya kita harus berusaha dong!" jawab Adiba berapi-api.

"Yakin mau berusaha?" tanya Artha sambil melirik kaki Adiba yang lecet.

"Lo aja yang berusaha, nanti gue bantu sama doa ehehe."

Artha menyentil dahi Adiba. "Dasar."

Mengusap keningnya bekas sentilan maut Artha, dengan bibir cemberut. "Sukanya main kekerasan,"

"Lebay." cibir Artha.

Adiba menghembuskan napas. Ia melirik kaos yang Artha pakai sobek dibagian perut. "Kak, lo ga kedinginan?"

Artha menggeleng. "Ga,"

"Baju lo sobek bagian perut tuhh. Ga bakal masuk angin emang?" Adiba menunjuk kaos yang Artha kenakan.

"Ngapain nunjuk-nunjuk?" sinis Artha yang langsung membuat Adiba menarik kembali jari telunjuk nya.

"Sensian dasar! Orang gue cuma nunjuk kaos lo yang sobek."

Artha tersenyum miring. "Kenapa? Mau liat?"

"Hah? Liat apaan?" tanya Adiba bingung.

Artha menyingkap kaosnya hingga sebatas dada, yang berhasil membuat roti sobeknya terekspos secara sempurna.

Adiba yang melihatnya, spontan menutup mata sekaligus melayangkan tabokan maut yang diarahkan ke perut Artha.

"ASTAGFIRULLOH HALAZIM! MATA GUE!" pekik Adiba.

Artha tertawa ringan melihat respon konyol yang ditunjukkan Adiba. "Lo ngapain nutup mata?"

Adiba mengintip dari balik sela-sela jari. "Gue takut khilaf. Soalnya gue demen sama yang kotak-kotak," katanya dengan suara pelan.

Artha tersenyum singkat. Ia turunkan kembali kaosnya ke tempat semula. Selanjutnya ia menatap Adiba yang masih setia menutup mata.

"Udah gue tutup."

"Beneran?" tanya Adiba was-was.

"Hm," Artha bergumam.

Perlahan, Adiba merunkan kedua tangannya, dilanjut matanya yang perlahan dibuka. "Jan ngadi-ngadi lagi lo, Kak!"

Artha menunjukkan wajah mengejek. "Gaya lo, Dib."

"Udah ah, ayo kita susul temen-temen. Paling mereka juga udah sampe ke pos pertama," ujar Adiba sembari berusaha bangkit.

"Emang lo tau jalannya ke arah mana?" pertanyaan Artha membuat pergerakan Adiba terhenti.

"Oh iya, gue lupa kalo petanya ada di Kak Sevan." Artha memalingkan wajah.

"Udah, kita diem disini aja dulu, nanti juga ada regu lain yang lewat." ujar Artha.

Adiba kembali duduk di samping Artha. "Tapi disini gelap, Kak."

"Siapa yang bilang kalo disini terang?"

Adiba menatap Artha aneh. "Kok lo sekarang nyebelin ya?"

"Bodo,"

Adiba mendorong lengan Artha pelan. "Nyebelinnn!!"

"Udah diem, ntar luka lo keluar darah lagi." Artha memperingati.

Adiba berhenti mendorong, ia kembali ke posisi awal. Iris abunya melihat ke sekeliling. Keadaan nya begitu gelap, sepi, dan lembab.

Ia berganti menatap ke atas, hanya terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi, dan sercahan sinar rembulan yang menelisik masuk lewat dedaunan.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang