33. Di rumah Artha

5.4K 729 14
                                    

Silau mentari merembet masuk diantara celah dedaunan gersang yang sebentar lagi akan gugur dari pohon nya. Di bawah pohon rindang dengan sebagian daun berwarna kuning tersebut, ada banyak siswa dan siswi yang tengah bercengkrama.

Tak hanya itu, tujuan dari mereka tak hanya berteduh, melainkan cuci mata melihat keahlian Artha dan juga ketiga kawan nya dalam memainkan bola besar memantul berwarna orange itu.

Para siswa? Mereka tengah memperhatikan skil apa yang dipakai ke-empat Kakak tingkat populernya. Siapa tau, mereka bisa mencontohnya.

Bel istirahat masih belum usai. Mungkin guru-guru tengah rapat dadakan, yang tentunya hal ini adalah surga dunia bagi para murid selain bel pulang sekolah.

Beberapa kali Artha berhasil melempar basket itu ke dalam ring dengar lancar, yang tentunya disambut suara riuh tepuk tangan serta sahutan dari penonton.

Berbanding terbalik dengan wajah kaum hawa yang bahagia ketika sang crush berhasil mencetak poin, Artha justru menampilkan wajah masam.

"Lo kenapa, si?" melihat tingkah laku sahabatnya yang memancing perhatian, membuat Aksa membuka suara.

Artha terus mendribel tanpa mengindahkan pertanyaan Aksa.

Anta menatap Ardan dan beralih menatap Aksa meminta jawaban atas tingkah laku Artha yang tak seperti biasanya, yang dijawab kedikan bahu.

Pasalnya, cowok jakung berwajah tampan yang selepas dari kantin itu mendadak berwajah masam dan tiba-tiba mengajak bertanding basket.

"Si es batu nutrisari kenapa, tu?"

"Kaga tau gue, kayaknya lagi PMS."

"Ngotak anjing! Masa cowo yang punya anu bisa PMS?!" Ardan menoyor kepala Anta.

"Ya siapa tau si komandan ganti kelamin, ye kan?"

"Tolol nya murni mulai dari berwujud sperma," sahut Aksa.

"Kek nya, si komandan lagi cemburu.
Soalnya si Adiba makan bareng sama Rebol." tembak Ardan.

"Hah? Rebol? Rebol siapa nying?!"

"Renol Bocil," jawaban Ardan membuat kedua teman nya tergelak.

"Bener kan? Tingginya aja sekuping gue,"

"Eh eh, si komandan ke sini." benar saja, Artha yang masih dengan tampang kesalnya berjalan mendekat.

"Lo kenapa si, bruuhh?" tampak jakun Artha naik turun ketika air mineral yang sedang di teguknya meluncur bebas.

"Gak."

"Kaya ceuwe lu. Ditanya kenapa, jawabnya gak, sama kembaran nya gapapa."

Artha menyenderkan kedua sikunya di dinding gazebo dekat panggung permanen sekolah. Panggung permanen yang biasa digunakan untuk pentas, dan peringatan HUT sekolah.

"Aelah.. si pihak utama nyamperin," gumam Anta.

Pasalnya Adiba yang baru saja keluar dari kantin bersama Renol, tengah berlari mendekat.

"Eyow! Ngapain ni? Si Hilwa mana?" tanya Adiba saat gadis berambut gelombang tersebut telah sampai.

"Lah, kan elu sohibnya, masa tanya ke kita?"

"Ya lu kan orang yang ngegebet dia. Seharusnya lo tau dong dia dimana,"

Sementara Adiba dan Aksa berdebat mengenai Hilwa, Renol dan Artha terus saja melempar tatapan tajam.

Terlebih Artha. Terlihat jelas dari tatapan cowok itu, bahwa dirinya sangat tidak menyukai lelaki di hadapan nya.

"Kak, boncengan lo nanti kosong ga?" Artha melirik sekilas Adiba.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang