Adiba membuka resleting tasnya, untuk memasukkan buku dan alat tulis. Begitu pula yang dilakukan Hilwa. Tak lama, seluruh anak kelas secara bergantian pergi meninggalkan kelas.
Bangkit sembari mengait tas, lalu membenarkan rambutnya. "Ayo Hil,"
Hilwa bangkit, berjalan beriringan bersama Adiba meninggalkan kelas.
"Eh, Dib, tu cokelat tadi dari siapa sih?" tanya Hilwa kepo.
"Dari pengangum rahasia gue kali," ujar Adiba disertai kekehan kecil.
Hilwa menabok lengan Adiba. "Kepedean amat lu."
Meringis pelan sembari menggosok lengan yang habis jadi korban Hilwa. "Yee.. bilang aja lu iri kan sama gue? Udah ngaku aja, gue ga marah kok."
"Pala lu. Jadi orang jangan gede kepala,"
"Emang kenapa kalo gue gede kepala?" tanya Adiba memancing.
"Ya ntar keberatan goblok! Lo mau dikatain hidrosefalus sama orang-orang?!" jawab Hilwa nyolot.
"Bukan gitu konsepnya Mbak!" Adiba menyor kepala Hilwa pelan.
Hilwa cemberut. "Eh, Btw, bagi dong cokelatnya." pinta Hilwa.
Adiba memutar bola matanya malas. "Udah gue masukin tas, males bet harus ngambil lagi."
"Pelit amat sih." gerutunya.
"Udah, nanti gue beliin. Sekalian nanti gue mau cari barang buat camping nanti." hibur Adiba.
"Beneran ya?" Adiba mengangguk mantab. "Gue ikut boleh?"
"Nggak, nggak. Gue mau belanja sendiri aja. Kalo sama lo, yang ada malu-maluin kek dua minggu yang lalu," sungut Adiba.
"Jangan salahin gue dong. Emang penjual es krim nya aja yang matanya jelalatan. Sampe sekarang, rasanya gue masih gedeg sama tu cowok kampret!! Pengen gue buat rempeyek, tau gak!"
Hilwa jadi gemes sendiri, ketika mengingat dua minggu yang lalu ada penjual lebih tepatnya pegawai kedai es krim di sebuah mall, yang matanya jelalatan.
Disini yang dimaksud jelalatan oleh Hilwa itu yang kayak waktu mandang kayak ada nafsu gitu loh. Waktu itu, Adiba pake celana jens dengan atasan cardigan sama kaos pendek, sedangkan Hilwa pake hot pants sama kaos.
Lah, mata tu cowok ngeliat ke paha Hilwa terus. Ga kedip malahan. Spontan Hilwa marah, dan langsung membuang es krim yang baru saja pegawai itu berikan ke mukanya.
"Udah, jangan di inget-inget. Lagian lo nya juga sih, ngapain ke mall pake celana hot pants? Udah tau tu celana mengundang tatapan para jin Ifrit yang ternistakan." kata Adiba.
"Tapi gu-"
Belum juga selesai ngomong, Adiba keburu menarik Hilwa pergi dari tempatnya.
"Lo ngapain sih, Dib?" tanya Hilwa kesal.
Langkah Adiba terburu-buru sampai Hilwa tak mampu menyamai.
"Udah lo diem, ayo cepetan balik." Adiba memberikan helm kepada Hilwa.
"Ada apaan sih?!" ujar Hilwa sambil menoleh ke belakang.
"Mana kunci motor lo?" pinta Adiba.
Hilwa merogoh saku, kemudian memberikan kunci motornya kepada Adiba. "Lo apa gue yang bonceng?"
"Gue aja." Adiba mengaitkan pengait helm, memutar kunci, memundurkan sepeda Hilwa dari tempat.
"Ayo naik!" Hilwa mendudukkan pantatnya di jok belakang.
"Ada apaan sih, Adibaaa!!" rasa kepo Hilwa tak tertahankan.
"Renol ada disini. Dia ngeliat gue tadi, gue juga gatau maksud dia kesini ngapain." jelas Adiba dengan suara pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha [Completed]
Teen Fiction"Dalam lakuna, aku mencari kamu yang menyebutku renjana." -Artha Bramansyah *** Artha Bramansyah, seorang siswa sekaligus pria tampan yang paling digandrungi di SMA nya. Sifatnya yang cuek, suka berubah-ubah, dan juga dingin, secara tak sengaja dipe...