17. Hukuman

6.2K 845 36
                                    

Setelah adegan Artha melempar senjata para emak-emak ke wajah Renol, dari arah kejauhan sang malaikat maut menampakkan diri.

"Aduh, ada Bapak Thor lagi! Gimana nih, Kak?" Adiba menepuk keningnya.

"Mana?" mata Artha melihat ke sekeliling.

Adiba menunjuk ke dekat tiang bendera di lapangan upacara. "Ituuuuu.. udah ah, ayo cabut."

Sementara Renol mencoba untuk bangkit, menahan agar Artha dan Adiba tidak pergi. Tujuannya apa? Ya biar di hukum lah!

"Tunggu," Renol mencekal tangan Adiba. Kayaknya ni cowok hobi main megang-megang yang bukan muhrim ye.

"Mau ngapain lagi, sih!" Adiba mengeram kesal.

Artha yang hendak melayangkan tinjuan nya, keburu di saut sama Bapak Thor.

"HEH YANG DI POJOK SANA! MAU CARI MATI, BERANTEM PAGI-PAGI?!" guru BK berkepala botak itu berjalan mendekat dengan gaya cool nya.

Artha menurunkan tangannya. Melihat Pak botak mendekat, Adiba menelan salivanya pelan. Berbeda dengan Renol yang nampaknya bahagia.

"Kamu apain dia Artha?" tanya Pak Thor.

"Saya pukul." Adiba mendelik, ia refleks mencubit perut Artha.

"Goblok banget sih lo, Kak. Jangan terlalu jujur napa jadi orang," bisiknya.

Artha hanya meringis menahan sakit. Walaupun ini bukan apa-apa baginya, tapi tetap saja, jiwitan seorang wanita sungguh tak ada duanya.

"Saya suka murid yang jujur," Pak Thor mengangguk, pandangannya teralih ke Adiba. "Kalo kamu? Ngapain disini? Mau jadi penyemangat?"

"Hah? E-enggak kok, Pak. Saya tadi cuma lewat doang." Adiba beralasan.

Pak Thor kemudian melirik Renol, yang tengah mengusap darah di ujung bibir dengan jempolnya. "Benar kata Adiba barusan?"

"Bohong. Dia tadi bareng ni cowok, terus ngebantuin ni cowok gebukin saya, Pak." jawab Renol yang sepertinya berhasil memancing amarah Artha. Terbukti tangan cowok itu mengepal kuat.

Uanjim! Ngadi-ngadi ni cowok!

"Semua salah saya, Pak. Jangan hukum Adiba," ujar Artha.

Adiba menyikut lengan Artha dari samping. "Kak, lo ngomong apaan sih?"

"Tetap saja, Adiba bersalah. Karena tidak memisah kalian berdua, dan tidak melapor perkelahian ini ke kantor guru!" sentak Pak Thor.

"Sekarang, kalian berdua hormat ke bendera sampe jam istirahat." lanjut Pak Thor.

"Yah, Pak, tapi kan saya cewek. Mana kuat Pak berdiri berjam-jam." protes Adiba.

"Mau kamu cewek, cowok, saya tidak perduli. Hukuman, ya hukuman!" semprot Pak Thor.

Adiba menghela napas gusar. Mana gue belum sarapan lagi. Kalo nanti pingsan gimana? Hiks, Mama tolongin Diba.

Artha melirik Adiba yang berada di sampingnya. Kemudian menatap Pak Thor. "Pak, hukuman Adiba, biar saya aja yang tanggung."

Mendengar penuturan Artha, Adiba mendongak. Ia tersepona.

"Mana bisa gitu. Jangan belagak jadi aktor-aktor di Korea, yang jadi pahlawan kepagian buat bela-bela si aktris perempuan nya. Ini dunia nyata."

"Saya serius, Pak." Artha memandang Pak Thor tajam.

Ditatap seperti itu, membuat nyali Pak Thor menciut. Ia memalingkan wajah, dan berdeham pelan. "Ekhem, yaudah kalo gitu, hukuman Adiba saya kasih ke kamu. Jadi, kamu Artha, hormat sampe hampir pulang ya."

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang