"Gue nggak pa-pa."
Acha mengangkat kepalanya saat Daren mengelus pelan pundaknya. Menghembuskan nafas pelan, mencoba mengatur nafasnya menjadi normal kembali. Saat kemarahannya sudah agak mereda, Acha melemparkan pandangannya ke arah Maya.
"Ma, Mama istirahat aja di rumah. Jangan ke butik dulu." Acha memasang wajah khawatirnya.
Maya tersenyum lebar lalu mengelus pelan bahu Acha, "Nggak bisa, sayang... Mama harus pergi ke butik. Ada masalah yang harus segera Mama selesaikan. Acha nggak perlu khawatir sama Mama. Mama nggak kenapa-napa kok." Maya mengulum senyum lebar. Berharap agar Acha mengerti.
"Tapi, Ma-"
Ucapan Acha terpotong karena suara ponsel Maya yang berdering. Maya lantas meraih ponselnya yang terletak di dalam tas. Segera menerima panggilan tersebut setelah mengetahui bahwa yang menelfon adalah salah-satu karyawannya di butik.
"Halo, Ressa?"
"..."
"Ada apa?"
"..."
"Baiklah. Saya akan segera kesana. Tunggu saya setengah jam lagi."
"..."
"Baik, terima kasih."
Maya mengakhiri panggilannya. Lalu meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas. Mengalihkan pandangannya kepada Acha.
"Acha, Mama berangkat sekarang, ya? Kalo Acha sama Daren mau keluar, kalian hati-hati di jalan," ucap Maya mendesis pelan.
"Mama yakin nggak pa-pa?" Acha terlihat ragu.
Maya mengangguk yakin, "Iya sayang, Mama nggak pa-pa." Maya mengelus pelan puncak kepala Acha. Meyakinkan anaknya bahwa ia baik-baik saja. "Yaudah kalo gitu Mama pergi dulu ya? Daren, Tante titip Acha ya?"
"Iya Tante. Tante hati-hati."
Acha dan Daren mencium punggung tangan Maya secara bergantian. Selanjutnya Maya lantas memasuki mobil dan bergegas menuju ke butik.
"Yaudah, Cha. Kita berangkat sekarang aja, gimana?" Daren menoleh ke arah Acha.
Acha menghembuskan nafas pelan lalu mengangguk, "Boleh."
"Lo... yakin nggak pa-pa?" tanya Daren ragu. "Kalo mood lo rusak, kita batalin aja jalan sama Citra. Kita bisa pergi lain kali."
"Jangan, Ren." Acha menyangkal cepat. "Kasian Citra, dia pasti udah nunggu lama."
"Jadi?"
"Kita nggak perlu batalin jalannya, gue beneran nggak pa-pa."
Daren menghembuskan nafas pelan lalu mengangguk, "Yaudah kita berangkat sekarang."
Acha mengangguk setuju. Setelah itu, mereka langsung bergegas memasuki mobil.
Daren mulai memacu mobilnya dengan kecepatan standar. Membelah jalanan jakarta yang saat ini dipenuhi dengan kendaraan hilir mudik.
"Kita jemput Citra dulu?" tanya Acha penasaran.
"Kita jemput Citra ke rumahnya." Daren menjawab pelan sembari mengulum senyum manis. "Lo mau kemana nanti?" Daren balik bertanya.
"Hm terserah Citra aja deh, gue ngikut aja." Acha terkekeh pelan. "Gue nggak mau ntar hadirnya gue malah ngerusak hubungan lo lagi."
Daren melemparkan pandangannya ke arah Acha sejenak, "Cha, sama sekali enggak." Daren mendesis pelan. "Lo harus inget, prioritas gue itu elo. Lo jaaauh lebih penting dari segalanya, termasuk Citra."
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIT [TAMAT]√
RandomSepenggal kisah persahabatan antara Acha dan Daren. Hubungan persahabatan yang sudah terjalin selama sebelas tahun, tanpa melibatkan perasaan? Tidak mungkin. Di balik tawa dan canda, ada bisikan hati yang tak terucapkan. Ketidakpekaan Acha dan Daren...