Sebulan sudah sejak kepergian Acha ke New York. Sebulan itu pula Daren terlihat seperti mayat hidup. Daren menjalani aktivitasnya seakan-akan tidak bertujuan sama sekali. Selama ia menjadi maba di UI, Daren tidak pernah mengikuti kegiatan ospek dengan baik. Apapun yang dilakukan pria tersebut, yang menjadi pusat pikirannya hanyalah Acha.
"Lo ke mana, Cha? Lo nggak ngabarin gue selama lo berangkat ke sana. Apa lo bener-bener udah ngelupain gue?"
Daren tengah duduk termenung di teras rumahnya. Hidupnya tidak bersemangat sama sekali. Entah sudah berapa kali Daren mencoba menghubungi Acha, namun gadis itu tidak pernah menerima panggilannya. Daren juga sudah chat via whatsapp, namun Acha juga tidak pernah membalasnya.
"Sayang?"
Daren tertegun saat mendapati seseorang yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
Daren mengerjapkan matanya, kemudian mendapati sosok gadis cantik di hadapannya. Gadis itu tengah mengibas-ibaskan tangannya di hadapan wajah Daren, karena Daren melamun sejak tadi.
"Citra?" Daren mendesis pelan.
Citra terkekeh, "Kamu kenapa? Pagi-pagi udah ngelamun." Citra lantas mengambil posisi duduk di atas kursi yang terletak di sebelah Daren. Mereka hanya dipisahkan dengan sebuah meja yang terdapat di antara keduanya.
Daren menggeleng, "Nggak pa-pa."
"Yakin?" tanya Citra lagi. "Aku liat... sejak Acha pergi kamu nggak pernah semangat kayak dulu lagi."
Daren diam sejenak, lalu kembali menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.
"Lo ada apa, ke sini?" Daren balik bertanya tanpa berniat merespon ucapan Citra yang sebelumnya.
"Aku mau minta tolong sama kamu buat temenin aku ke indomart. Mama ngasi aku bon buat belanja bahan-bahan dapur di rumah." Citra menjelaskan tujuannya.
"Kenapa nggak telfon aja?" tanya Daren heran.
"Aku udah coba telfon kamu, tapi kamu nggak bisa dihubungin." Citra mendengus.
Ya, sekarang Daren baru ingat bahwa hpnya kehabisan baterai.
"Yaudah gue ganti baju dulu sebentar."
***
Citra menghela nafas berat. Sedari tadi Daren hanya diam saja. Pria itu tampak banyak termenung. Tangannya terlihat bergerak mengaduk-aduk cangkir cofee latte yang baru dipesannya tadi. Meminumnya? Tidak berniat sama sekali. Daren sudah kehilangan seleraranya untuk makan, bahkan minum.
Sejak pemberangkatan, hingga mereka menghabiskan waktu dua jam di indomrt, Daren tidak banyak bicara. Setiap Citra mengajak bicara ia hanya sekedar manggut-manggut atau menggeleng. Bahkan hingga sekarang mereka berakhir di sebuah cafe yang berada tepat di depan indomart yang mereka kunjungi, Daren masih saja diam. Menutup mulutnya rapat-rapat.
Citra dapat menebak, bahwa yang menjadi gangguan pada pikiran Daren hanyalah Acha seorang. Sejak pemberangkatan Acha sebulan yang lalu, Daren berubah drastis. Ia mendadak banyak diam. Lebih banyak mengurung diri di kamarnya. Bahkan kepenulisannya berantakan, Daren sudah tidak memikirkan lagi profesinya sebagai menulis. Sekarang ini benar-benar hanya ada Acha di kepalanya.
"Ren..." tangan Citra bergerak meraih tangan Daren, lalu menggenggamnya erat-erat.
Daren enggan menjawab. Menoleh ke arah Citra saja, tidak.
"Aku tau, kamu pasti lagi mikirin Acha, kan?" Citra menebak tepat sasaran.
Daren menghembuskan nafas pelan. Menunduk, lalu melemparkan pandangannya ke arah Citra.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIT [TAMAT]√
RandomSepenggal kisah persahabatan antara Acha dan Daren. Hubungan persahabatan yang sudah terjalin selama sebelas tahun, tanpa melibatkan perasaan? Tidak mungkin. Di balik tawa dan canda, ada bisikan hati yang tak terucapkan. Ketidakpekaan Acha dan Daren...