"Gue nggak tau apa yang terjadi sama Acha. Yang jelas pas gue masuk kelas, kondisi Acha udah kayak gini." Elle menutup ceritanya dengan perasaan sakit yang berkecamuk di dalam hatinya.
"Acha pingsan?" Andra menyahut.
Elle mengangguk, "Gue nggak tau kapan Acha pingsan. Tapi yang jelas, pas gue udah sampe sini dan nidurin Acha di brankar, Acha udah nggak sadarkan diri."
Brak!
Daren memukul poster yang tergantung di dinding tepat di sebelahnya. Poster tersebut terkoyak dan kemudian terjatuh ke lantai. Rahang Daren mengeras setelah mendengar cerita Elle.
"Ren, jangan emosi dulu." Andra menahan. "Jangan buat keributan di sini."
"Berengsek!" gigi-gigi Daren saling beradu hingga menghasilkan suara khasnya. Urat-urat bermunculan pada pelipis Daren yang memerah.
"Dari luka-luka yang ada di muka Acha, kayaknya Acha dipukulin." Rian mendesis pelan.
"Gue sependapat. Mana mungkin Acha jatuh tapi lukanya lebam-lebam kayak gitu? Apa lagi ada bekas cakaran di jidatnya." Andra manggut-manggut.
"Tapi siapa yang udah mukulin Acha?" Rian bertanda tanya besar. Keparat mana yang sudah membuat Acha babak belur seperti ini.
Daren memutar tubuhnya. Menoleh ke arah Acha yang masih belum sadarkan diri.
Daren duduk di kursi sebelah brankar yang tadinya ditempati oleh Elle. Daren meraih tangan Acha lalu menggenggamnya erat.
"Bukan yang pertama kalinya gue lengah jagain lo, Cha." Daren mendesis pelan dengan air mata yang terus mengalir. "Padahal baru kemarin gue ngelakuin kesalahan besar yang nyaris merenggut nyawa lo. Dan sekarang? Gue kembali ngelakuin kesalahan yang sama fatalnya. Maafin gue, Cha. Maafin gue."
Rian dan Andra mengelus-elus pelan bahu Daren. Mencoba menenangkan pria tersebut.
Flo mendekat, menunduk takut saat Daren menatapnya tajam.
"Ren, gue minta maaf." isakan Flo terdengar jelas. Flo juga tidak kalah terpukul dengan kejadian yang menimpa Acha.
Daren mengangguk, tidak ada gunanya juga ia memarahi Flo atau pun membenci gadis itu. Lagi pula, Flo adalah satu-satunya teman Acha yang perempuan. Jadi Daren tidak mau membuat hubungan pertemanan mereka rusak.
Tidak lama kemudian, jemari Acha yang saat itu berada dalam genggaman Daren bergerak pelan. Daren membulatkan matanya kaget. Melirik ke arah jemari Acha, lalu menuju ke arah mata gadis itu yang perlahan terbuka.
Acha siuman.
Acha memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Mengelus-elus pelan pelipisnya karena menahan sakit. Acha melirik ke kiri dan ke kanan, mencoba mengenali tempat berbau obat yang tengah disinggahinya ini.
Kening Acha berkerut saat melihat wajah teman-temannya yang berdiri mengelilinya. Serta Daren yang duduk tepat di sebelahnya dengan menggenggam erat tangannya.
"Gu-gue dimana?" Acha mendesis pelan, suaranya benar-benar terdengar parau dan berat.
"Cha, lo udah sadar?" Daren girang melihat Acha yang sudah sadar dari pingsannya.
"Emang gue pingsan?" tanya Acha kebingungan.
Daren mengangguk, "Lo udah buat gue khawatir tau nggak, Cha? Rasanya gue mau mati aja ngeliat lo kayak gini."
"Jangan dong..." Acha menyangkal. "Kalo lo mati, yang bakal ngurusin gue siapa, Daren?"
Daren terkekeh, "Ada yang sakit banget, nggak?" tanya Daren.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIT [TAMAT]√
RandomSepenggal kisah persahabatan antara Acha dan Daren. Hubungan persahabatan yang sudah terjalin selama sebelas tahun, tanpa melibatkan perasaan? Tidak mungkin. Di balik tawa dan canda, ada bisikan hati yang tak terucapkan. Ketidakpekaan Acha dan Daren...