"Kalian?"
Daren sedikit kaget saat mendapati seonggok makhluk sesama absurd-nya di depan pintu rumah. Berdiri di sana Rian, Andra dan Flo. Namun kali ini juga disertai dengan Elle bersama mereka.
"Lo semua ngapain ke sini?" tanya Daren konyol. Padahal jawabannya sudah dapat ditebak.
"Mau jenguk Acha dong, Ren. Gimana sih, lo?" Andra memukul pelan pundak Daren.
Daren terkekeh, "Basa-basi doang." Daren mengerutkan kening sejenak setelah kekehannya mereda. "Kok lo semua udah ke sini aja? Bukannya jam pulang sekolah masih empat jam lagi, ya?"
"Hari ini pulang cepet. Guru-gurunya mau ada rapat penting katanya," jawab Rian menyahut.
Daren membulatkan mulutnya sembari manggut-manggut. Selanjutnya tatapan Daren mendarat ke arah Elle yang masih diam pada pijakannya. Pria itu enggan membuka suara.
Sadar tengah diperhatikan oleh Daren, Elle sedikit gelagapan. Menghembuskan nafasnya yang terdengar tidak beraturan.
"Gu- gue... juga mau jenguk Acha. Tadi gue minta ikut sama mereka." Elle angkat bicara gugup.
Selanjutnya Elle menyerahkan sebuah kantong plastik berisikan dua box pizza porsi besar kepada Daren, "Gue bawain Acha pizza."
Daren diam sejenak. Memperhatikan ke arah pemberian Elle, lalu kembali melemparkan pandangannya ke arah Elle.
"Kasi langsung aja ke Acha." Daren menjawab datar.
Elle diam sejenak lalu mengangguk sungkan.
"Acha di mana, Ren?" tanya Flo yang sedari tadi diam.
"Acha lagi istirahat di kamarnya," jawab Daren. "Kalian langsung masuk aja."
Daren melangkah memasuki rumah disusul oleh teman-temannya yang mengekor di belakang. Menyusuri anak tangga untuk tiba di lantai atas dan langsung melangkah menuju ke arah kamar Acha.
Daren membuka pintu. Mendapati Acha yang berbaring dengan mata yang terpejam. Wajah Acha terlihat semakin pucat. Daren benar-benar sangat mengkhawatirkan Acha. Sayangnya, Acha menolak untuk dibawa ke Rumah sakit. Padahal, saat ini Acha butuh perawatan dari Dokter. Malah, seharusnya Acha dirawat secara intensif di Rumah sakit. Namun, Acha sangatlah keras kepala. Sangat sulit untuk membujuk gadis itu.
"Ren, Acha pucat banget." Elle mendesis pelan. "Apa nggak seharusnya Acha dibawa ke Rumah sakit aja?"
Andra mengangguk setuju, "Iya, Ren. Kondisi Acha kayaknya semakin parah. Nggak bisa kalo cuma didiemin aja kayak gini. Takutnya Acha kenapa-napa."
Daren menghembuskan nafas berat. Mengambil posisi duduk tepat di sisi tempat tidur sebelah Acha. Mengelus pelan puncak kepala wanitanya itu.
"Gue juga maunya gitu. Tapi Acha nggak mau dibawa ke Rumah sakit. Bahkan Nyokapnya sendiri udah nyoba bujuk Acha, tapi Acha tetap keukeh nggak mau dibawa ke Rumah sakit. Acha bilang... cukup istirahat di rumah aja." Daren menjelaskan.
"Hm kita ngerti." Rian menyahut. "Nggak heran kalo Acha nolak. Acha kan, emang sedikit keras kepala."
Mata Acha yang sembab terbuka perlahan. Hampir saja ia tertidur jika saja ia tidak menyadari kehadiran teman-temannya.
"Loh, kalian?" suara Acha terdengar parau. Acha mencoba untuk bangkit namun ditahan oleh Daren.
"Lo baringan aja, Cha." Daren menyanggah sembari memegangi pundak Acha.
"Kalian kok udah ke sini aja? Bukannya belum waktunya pulang sekolah?" Acha heran. Mendapati teman-temannya yang sudah datang menjenguknya. Padahal, jam pulang sekolah belumlah berakhir. "Lo pada... bolos? Bolos demi gue? Baik banget sih, lo pada? Baper gue." Acha terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIT [TAMAT]√
RandomSepenggal kisah persahabatan antara Acha dan Daren. Hubungan persahabatan yang sudah terjalin selama sebelas tahun, tanpa melibatkan perasaan? Tidak mungkin. Di balik tawa dan canda, ada bisikan hati yang tak terucapkan. Ketidakpekaan Acha dan Daren...