17 | Pertemuan

1.5K 118 0
                                    

Daren menggenggam erat tangan Acha. Menarik pelan gadis itu menuju ke arah pintu utama rumah Andi. Suara gemuruh dari dalam terdengar dengan cukup jelas. Orang-orang terlihat sangat menikmati pesta sekarang ini.

"Eh, Daren, Acha?" Andi datang menghampiri Daren dan Acha yang baru saja memasuki pintu megah rumah tersebut. "Gue kira lo berdua nggak dateng."

"Gue bukan type orang yang suka ingkar janji." Daren menepuk pelan bahu Andi. Daren berusaha bersuara mengalahkan lantunan musik yang terdengar memekakkan telinga.

"Iya iya gue percaya." Andi terkekeh pelan.

"Tumben lo... keliatan ganteng malam ini." Daren mengangkat kedua alisnya. Mencoba menggoda Andi.

"Sa ae lo." Andi ngakak setelah mendengar pengakuan dari Daren yang dianggap sebagai pujian olehnya. "Acha juga cantik." Andi melemparkan pandangannya ke arah Acha. Tersenyum lebar.

Acha balas terkekeh mendengar pujian berupa sanjungan dari Andi, "Gue emang selalu cantik, Ndi. Tapi... entah kenapa sampe sekarang Daren masih nggak mau jadi suami gue."

"Sabar aja, Cha. Ntar juga Daren nyesel udah nyia-nyiain lo." Andi menepuk pelan bahu Acha. "Lagian lo cantik, pasti banyak cowok baik di luar sana yang mau jadi pacar bahkan suami lo."

"Hm..." Acha manggut-manggut. Tampak berfikir. "Kira-kira lo termasuk salah satu di antara mereka, nggak? Gue liat kayaknya lo bisa deh, masuk ke kriteria cowok masa depan gue." Acha terkekeh geli.

"Oh, tentu aja, Cha." Andi nyaris menyentuh puncak kepala Acha sebelum akhirnya tangan Andi ditepis kuat oleh Daren yang sedari tadi memasang wajah masam.

"Jangan sentuh-sentuh Acha!" Daren menatap tajam ke arah Andi.

"Lah, lo marah?" Andi mendecak. Juga Acha. "Kan elo bukan siapa-siapanya Acha. Trus kenapa lo marah? Pacarnya? Bukan. Suaminya? Apalagi... jelas bukan lah."

"Gue Bokapnya Acha!" Daren menyangkal cepat. "Jadi gue ngelarang lo untuk pegang-pegang anak gue tanpa izin khusus dari gue secara langsung," tegas Daren. "Lagian yang bilang lo ganteng itu, gue. Kenapa yang lo puji balik malah Acha? Harusnya yang lo puji itu gue, ukan Acha."

"Ogah gue ngatain lo ganteng. Karena gantengan gue kemana-mana." Andi tertawa lepas dibawah cahaya lampu berwarna-warni ini. "Ren, kalo lo cemburu... buruan sana tembak Acha. Jangan cuma ngaku-ngaku sebagai Bapaknya doang lo!"

"Emang gue Bapaknya." Daren menyanggah cepat.

"Yaudah, yuk langsung ke dalam sana. Nyokap sama Bokap gue lagi ngobrol-ngobrol sama teman-temen yang lain di sana," ajak Andi menunjuk ke suatu arah.

"Peniupan lilin sama pemotongan kue, udah selesai?" tanya Daren mengikuti langkah Andi yang mulai beranjak.

"Udah dari tadi kali, Ren. Lo-nya aja sama Acha yang datengnya telat." Andi tampak kesal.

"Ya sori, Ndi. Nih, gue urusin Acha aja... setengah mampus." Daren melirik sinis ke arah Acha yang menggenggam erat tangannya.

"Serah lo berdua deh. Yang penting lo berdua dateng, gue udah seneng."

***

"Cha, gue tinggal sebentar, ya? Gue mau ke toilet."

Acha hanya mengangguk menanggapi ucapan Daren. Sedikitpun Acha tidak memalingkan wajahnya ke arah Daren karena ia sibuk mencomot pizza di tangan kanannya.

"Lo jangan kemana-mana. Kalo nanti gue balik, lo harus tetap ada di sini. Inget pesen gue, Cha. Jangan kemana-mana. Kalo lo ilang, pasti bakal ngerepotin gue." Daren memperingati panjang lebar, namun yang di dapat olehnya hanyalah anggukan pelan dari Acha. "Jangan cuma manggut-manggut aja lo."

FRIENDSHIT [TAMAT]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang