42 - The One I'm Missing; Me

307 43 5
                                    

Grace baru saja tiba di apartemennya yang bertipe studio. Ia menutup kembali pintu apartemennya serampangan dan buru-buru mengambil sebuah kardus berukuran sedang sisanya membeli barang beberapa waktu lalu. Tak perlu berjalan lama dari pintu masuk, Grace kini sudah berada di depan meja riasnya, melemparkan tas bahunya ke atas kasur yang berada di dekat meja rias.

Lama Grace menghabiskan waktu untuk menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya masih terlihat merah karena tadi menangis habis-habisan di pelukan Hadja. Sungguh sesuatu yang menyedihkan bagi Grace karena tadi tak seharusnya ia menangis seperti itu lagi di hadapan Hadja.

Di sepanjang perjalanan, Grace hanya terdiam. Ia tak berkata sepatah kata pun. Hadja pun menghormati itu, ia juga tak menanyakan apa pun lagi mengetahui Grace memilih untuk tak menceritakannya.

Pembicaraan Grace dengan ayah Hadja, ibu Hadja, intinya seluruh interaksi dengan keluarga Hadja membuat Grace mempertanyakan hidupnya selama ini. Mempertanyakan mengenai peran keluarga yang ternyata selama ini tak terpenuhi. Menyadari betapa dia dan Hadja berada di dunia yang sangat berbeda.

Grace kembali teringat kepada pembicaraannya dengan ayah Hadja beberapa saat lalu. Waktu itu Grace hendak kembali ke taman belakang rumah Hadja, tetapi ternyata berpapasan dengan ayah Hadja yang telah tampak mengenakan pakaian untuk tidur.

"Kamu pasti Grace kekasihnya Hadja?"

Grace terkejut bak kucing terpergok mencuri ikan. "I-iya, Om. Saya Grace."

Sepertinya ayah Hadja berada di usia awal tujuh puluhan, tetapi tubuh tinggi itu masih tampak begitu bugar. Rambut pirang terangnya sudah mulai didominasi uban, warna matanya biru cerah dengan fitur wajah yang sama sekali tak menunjukkan dia memiliki darah Indonesia. Ternyata dari ayahnyalah Hadja mendapatkan wajah kaukasoid yang begitu kental, hanya saja bedanya Hadja memiliki warna mata cokelat terang dan rambut hitam.

"Ada waktu untuk mengobrol sebentar?" tanya Harold.

Permintaan ayah Hadja membuat Grace menelan ludah saking kikuk dirinya. Sebelumnya, Grace berbicara dengan anggota keluarga Hadja yang lain dengan ditemani kekasihnya itu. Namun kini, ayah Harold pasti mengisyaratkan kalau ia ingin berbicara hanya empat mata dengan Grace.

Bukankah itu ... sedikit menakutkan untuk berbicara hanya empat mata dengan orang tua pasangan di pertemuan pertama? Apalagi wajah ayah Hadja tak menunjukkan sorot mata hangatnya. Benar-benar tak bisa ditebak apa yang ada dalam pikiran Harold.

"Baik Om." Grace tak punya pilihan selain menyetujuinya.

Grace dan Harold berjalan menuju sofa besar di ruang tamu tanpa adanya kehadiran orang lain. Grace sedikit cemas karena tak disangka, Harold memilih untuk duduk di sampingnya walah jarak antara mereka cukup jauh.

"Apakah kamu mempunyai ekspektasi tertentu kepada Hadja atau sesuatu yang kamu inginkan dari Hadja?" Harold menghujani Grace dengan pertanyaan mengejutkan segera setelah mereka duduk.

Tidak Grace sangka ternyata ayah Hadja benar-benar sosok yang sangat terus terang dan tidak bertele-tele. Saking terus terangnya hingga mengatakan pertanyaan yang membuat Grace kurang nyaman. Sulit bagi Grace untuk berpikir positif setelah mendengar pertanyaan tersebut.

Apakah pada akhirnya Grace akan mengalami peristiwa yang biasanya ada di dalam drama-drama? Apakah ayah Hadja tak akan setuju dengan hubungan mereka karena merasa jika Grace terlalu jauh dari kata setara dan memintanya untuk menjauhi Hadja? Apakah kejadian seperti di drama-drama itu akan menimpanya? Disodorkan sejumlah uang untuk menjauhi anak mereka atau dihina-hina untuk menjatuhkan kepercayaan dirinya—yang sebenarnya memang sudah buruk tanpa perlu diperburuk.

"Maaf, Om. Saya sedikit kurang paham apa yang Om sebenarnya maksud. Tapi saya tidak pernah berpikir untuk mengharapkan sesuatu dari Hadja kecuali untuk disayangi olehnya," jawab Grace dengan suara sopannya.

[SS] Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang