yang diinginkan belum tentu yang terbaik

295 48 1
                                    

"kalau saya sih tergantung dengan Hana. Semua ini tentang masa depan dia. Kalau diterima ya Alhamdulillah, tapi kalau tidak, ikatan persahabatan kita jangan lah sampai terputus."

Lalu semua pandang mata di tempat itu memandang ke arahku. Di sana, ada Hafidz beserta kedua orangtuanya. Sedangkan di tempat aku sekarang, aku duduk diantara Abi dan Umi. Di sebelah sana, ada mas Hanan, kak Dhila dan mas Agra. Semuanya tengah harap-harap cemas menunggu kalimat apa yang akan keluar dari mulutku sekarang. "Hana... Bismillah Hana akan menerima lamaran mas Hafidz."

Saat itu juga, kulihat seri bahagia dari wajah mereka semua. Dan saat aku mengangkat wajah, tak sengaja tatapanku bertemu dengan tatapan Hafidz. Dia tersenyum penuh makna padaku. Juga satu kata Alhamdulillah keluar dari mulut mereka semua.

..

Setelah waktu itu, setelah aku menjawab pertanyaan Hafidz, mereka berlanjut membicarakan keperluan selanjutnya. Mereka ingin semuanya dipercepat. Aku hanya bisa mengikuti saja apa yang mereka lakukan. Umurku baru 20 tahun, apa iya dengan umur semuda ini aku sudah akan menikah?

"Na, woi ngelamun aja sih. Lagi mikirin apa?"

"Nikah...

"Hah nikah?"

Dan saat itu juga, karena teriakan dari Aisyah, semua orang langsung menoleh ke arah mereka. Tak terkecuali Hans and the geng yang sedang sibuk sendiri di pojokan sana pun ikut menoleh.

"Eh iih, apaan sih Syah. Teriak-teriak gitu" lalu Hana kembali ke teman-temannya "maaf ya teman-teman lanjut lagi aktifitasnya. Aisyah cuman asal ngomong ini. Kamu sih." Begitulah ucapnya pada Aisyah. Salah siapa juga orang yang sedang melamun seperti itu diganggu. Kan jadi latah. Yah meskipun semuanya itu benar. Tapi kan teman-temannya belum ada yang tau sejauh ini.

"Lagian kamu sendiri yang ngomongnya kaya gitu. Kenapa coba? Lagi mikirin apa coba? Beneran mau nikah? Jangan sampe aja ni aku tau dari orang lain. Kamu tuh kebiasaan, apa-apa gak pernah mau ngomong. Aku sahabat kamu kan Na?"

"Ih sabar dulu dong. Semuanya kan nunggu waktu yang pas. Aku juga bingung mau ceritanya darimana."

"Aisyah yang mendengar itu sontak aja semakin kaget. Pasalnya jika sahabatnya itulah sudah berbicara demikian, itu artinya apa yang ia curigakan itu adalah benar. "Jadi bener Na?" Dan pertanyaan Aisyah hanya dijawab dengan satu anggukan pasti dari Hana.

"Kapan? Dimana? Sama siapa? Kok gak bilang-bilang aku sih? Udah apa segera?"

"Syah, diem dong. Pusing aku denger kamu nanya kaya gitu. Satu-satu dan jangan teriak-teriak gitu."

"Iya Na, aku kan exited. Kenapa bisa kok tiba-tiba gini. Sekarang mending cerita deh sama aku. Sebelum aku teriak lagi ini."

Hmz, Hana hanya bisa menghela nafas panjang mendengar ucapan dari sahabatnya itu. Siapa lagi kalau bukan Aisyah. Memang dia tak bisa sedikit saja dibikin penasaran. Atau semuanya tak akan baik-baik saja. Terpaksa lah Hana menceritakan semuanya di kelas saat ini, walaupun sebenarnya moodnya saat ini tidak ingin sama sekali membicarakan itu. "Jadi gini, seminggu yang lalu Hafidz lamar aku... " Belum sempat kalimat nya itu selesai

"What, Hafidz?"

"Bisa gak diem aja, jangan teriak gitu atau aku gak akan cerita."

"Iya iya maaf, lanjut deh."

Lalu dengan terpaksa aku melanjutkan cerita ku ini "waktu itu aku nolak.."

"What, astaga kenapa nolak?" Dan dengan satu lagi teriakan Aisyah itu mungkin membuat semua anak di kelas jadi risih dari tadi ni anak gak bisa diem.

"Syutt, apaan sih kalian berdua ribut terus." Begitulah ucapan salah satu anak kelas yang terganggu dengan kami berdua. Lebih tepatnya bukan kami berdua. Tapi hanyalah Aisyah

"Iya iyaz maaf. Gak lagi kok." Dan setelah mengucapkan itu aku langsung keluar dari kelas. Marah banget dong aku sama Aisyah beneran gak bisa di bilangin. Demennya teriak-teriak, yaudah aku pergi aja. Toh barusan dapet info juga dosennya gak bisa masuk. Jadi yaudah lah, aku balik aja.

"Na, eh Na, maafin. Duh dasar mulut ini gak bisa di ajak kerja sama, Na, jangan marah dong."elah, Hana pake pergi lagi. Mana aku masih penasaran, hmmm, kerumahnya aja kali ya sekalian. Biar ketemu sama calon imam juga. Hehee."

Aku yang mendengar suara Aisyah sengaja memang tak ku hiraukan. Males banget beneran nyebelin banget dia.

Dan di sisi lain...

Ada seseorang yang sadari tadi pun tak bisa fokus bahkan dari teriakan Aisyah yang pertama. Ia memiliki firasat buruk, apa iya? Dan karena hal itu pun, aktifitasnya dengan kedua temannya itu tak lagi bisa ia hiraukan.

"Woi Hans? Napa jadi diam-diam baek gini si?" Pertama, Kano yang sadar akan hal itu. Lalu selanjutnya pun, satu orang lainnya yang tak lain adalah Danu pun ikut menimpali.

"Iya, ngapain sih. Suara Aisyah aja di dengerin. Buang aja noh ke laut. Kalo bisa sama orang-orangnya juga sekalian."

Tapi Hans, dia sama sekali tak mendengarkan ucapan kedua temannya itu. Firasat nya mengatakan, bahwa memang akan ada sesuatu hal yang terjadi dengan seseorang yang selama ini ia cintai. Rapat-rapat ia simpan dalam hatinya.

Jadi...?

..

Lanjut...?

@ nurhidayah202
Follow Ig. 👆

Kutunggu Hijrah Subuhmu (TERBIT)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang