Pagi-pagi sekali Hana sudah duduk termenung di balkon kamarnya. Panasnya Belum turun, tapi kini ada sesuatu yang sangat menggangu pikirannya. Meski ada suara orang mengetuk pintu Bebe kali itu, kini ia tak memperdulikannya. Pandangannya kosong menatap ke depan sana.
"Na, kamu kenapa disini? Kamu masih demam lo ini, Umi panggilin dari tadi juga gak ada nyaut. Kamu kenapa sayang? Apa ada yang mau kamu ceritain sama Umi?" Uminya itu berbicara dengan lembut, ia tau putrinya itu saat ini sedang terganggu dengan pikiran yang entah apa itu. Mungkin itu juga yang membuatnya hingga bisa seperti ini.
Hana menoleh singkat pada Uminya lalu ia berkata. "apa pernikahan ini udah bener ya mi? Kenapa tiba-tiba Hana ngerasa kaya ada sesuatu yang entah apa itu."
"Slalu ada aja yang membuat kita ragu ketika kita sudah akan melakukan sebuah kebaikan. Coba kamu renungkan baik-baik, cari petunjuk yang sebenernya. Gak seharusnya kamu seperti ini. Jangan bikin kamu jadi semakin gak berdaya kaya gini. Sejak kapan juga anak Umi jadi mudah nyerah kaya gini? Apapun yang menggangu, cepatlah cari penyelesaiannya. Jangan biarkan diri kamu berlarut-larut seperti ini."
"Mi, Hans."
"Hans? Kenapa dia?"
"Bagaimana jika Hans yang mengganggu pikiran Hana?" Hana berkata dengan nada suara yang sangat rendah. Entah benar atau salahkah ia berkata seperti itu kada uminya.
"Maksud kamu Hans, kamu suka dia? Lalu bagaimana dengan Hafidz? Jika begitu kenapa kamu terima lamaran dia?"
"Rasanya kejadian itu terjadi sangat cepat mi, Hana juga gak tau kalau akhirnya bakalan seperti ini. Nyiksa diri Hana sendiri. Hana juga cuman gak mau ada yang tersakiti dalam segala hal ini."
"Sayang... Jangan dipaksakan kalau memang tidak bisa. Nanti umi yang akan bantu bicara sama Abi."
Mi..."
"Udah lebih baik sekarang kamu istirahat lagi sekarang. Jangan disini, suasana di sini masih terlalu dingin. Badan kamu belum terlalu fit, nanti kalau kamu udah sehat kita akan bicarakan lagi."
Tak berniat membantah omongan uminya itu. Hana hanya menurut saja apa yang diperintahkan. Juga mulai merasa kondisi badannya memang belum bisa diajak bekerja sama. Masih terlalu lemah untuk sekedar membahas semua ini. Juga tak menunggu waktu lama setelah meminum obat, Hana kembali dalam tidurnya. Kembali terlelap dalam dunia mimpinya.
Setelah memastikan putrinya sudah kembali terlelap, ia langsung meninggalkan tempat itu. Juga terus memikirkan bagaimana cara memberitahu suaminya tentang segala masalah ini. Meski ia tau suaminya pasti akan kecewa atau bahkan bisa marah. Tapi ia juga tak bisa mempertaruhkan kebahagiaan putrinya begitu saja. Karena biar bagaimanapun, ia hanya ingin putra putrinya hidup bahagia dengan pasangan yang mereka pilih sendiri. Bukan dengan sesuatu yang jika nantinya sudah dijalani, kembali akan menimbulkan masalah baru yang mungkin akan lebih buruk lagi.
"Mi, Hana mana?"
"Tadi abis minum obat umi suruh di istirahat lagi. Soalnya panasnya juga belum turun. Entah dari kapan, tapi waktu umi masuk kamarnya tadi, dia duduk di balkon kamarnya itu dengan pandangan kosong. Kamu tau Hans?"
"Yaampun, udah tau dia masih sakit kenapa juga pake tiduran disana segala sih. Oiya, umi tadi bilang apa? Hans? Ya tau lah, umi ini gimana sih."
"Menurut kamu dia itu gimana sih? Apa... Apa kamu lihat dia itu suka sama adik kamu?"
"Maksud Umi?" Ia sedikitnya mengerti. Namun ia memilih untuk tak mengerti saja apa yang dimaksud uminya itu dari kata-katanya.
"Umi mau pernikahan Hana dan Hafidz di batalkan."
"Maksud Umi?"
"Umi cuman gak mau Hana menahan semuanya sendiri. Mumpung sekarang belum terlambat. Dari dulu sampai sekarang, Hana memang hanya menganggap Hafidz itu sebagai Abang dan gak lebih dari itu. Tapi... Terkadang memang menjadi perempuan itu sulit ketika tak ada yang bisa di lakukan selain menunggu. Karena tak mungkin jika perempuan yang memulai semuanya."
Hanan hanya diam. Ia mengerti betul apa yang dikatakan uminya itu. Ia mulai menebak, pasti sudah ada yang dikatakan antara umi dan Hana. Meski sebenarnya ia juga yang telah lama tau dan menyadarinya, tapi selama ini ia memang hanya diam. Menunggu apa yang akan dilakukan adik atau sodara kembarnya itu. Lalu, inilah akhirnya dari semua itu.
"Oiya kamu ngapain di sini?"
"Emh, ini umi tadi Hanan nyariin umi tak gak ada. Hanan itu mau pamit mau ke kampus, ada sesuatu yang harus Hana selesaikan. Maklum lah mi orang sibuk ini." Hanan memberitahukan pada umunya apa maksudnya. Awalnya mungkin ia ingin ke kampus untuk mengurus sesuatu, tapi sepertinya ia akan melakukan hal lain yang harus ia lakukan juga sekarang.
..
"Setelah menghubungi seseorang, ia memutuskan untuk menunggu di cafe yang sudah mereka putuskan untuk bertemu. Beberapa saat telah menunggu barulah yang ditunggu datang.
"Assalamualaikum, kenapa nih tiba-tiba ngajak ketemu gini?"
"Waalaikumsalam, gpp sih cuman pengen ngobrol-ngobol aja sama kamu. Gimana kabar kamu sekarang?"
"Baik, Alhamdulillah baik."
"Boleh aku nanya sesuatu sama kamu?"
"Yaelah, tinggal nanya aja ribet banget sih. Nanya aja lah. Kenapa emang? Ada apa?" Hans tak berpikir yang aneh-aneh kala itu. Ia juga tak bisa menebak apa yang akan dikatakan Hanan padanya.
"Apa kamu suka sama Hana?"
...
Hola update lagi
@ nurhidayah202
Follow Ig author ya. 👆
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Hijrah Subuhmu (TERBIT)✅
Spiritual"cerita masih lengkap* Spiritual Romance... Penuh inspirasi... Mode hijrah on... . Kewajiban laki-laki untuk sholat di masjid itu sama dengan kewajiban perempuan untuk menutup aurat. . * Saya ingin menjadi seperti Aisyah, meski tak ada lagi lelaki s...