Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Hari dimana keluarga besar Hans dan Hana bertemu untuk pertama kalinya. Ada rasa khawatir di sana meski sudah dipastikan jika ini akan baik-baik saja. Tampaknya sejauh ini semua sudah berjalan dengan cukup baik.
Beberapa detik lagi keluarga Hans akan datang ke rumah, terakhir Hans menghubungi itu sudah sekitar 30 menit yang lalu. Ia mengabari jika mereka sudah di jalan. Namun entah kenapa sampai saat ini mereka belum sampai juga. Hal inilah tentunya yang membuat Hana sedikit cemas. Ia tau jarak rumah mereka memang tak terlalu dekat, tapi juga tidak menghabiskan waktu selama ini juga.
"Dek, beneran Hans udah di jalan dari tadi? Kok belum sampe juga sih ini?" Dhila kakaknya itu lantas bertanya, karena dari tadi keluarga mereka itu sudah siap menyambut kedatangan Hans dan keluarganya.
"Iya kak, dia bilang sih gitu. Cuman gak tau kok belum sampe juga sekarang. Aku udah coba telfon dia tapi gak bisa-bisa." Raut cemas sangat kentara di wajah Hana sekarang. Berbagai asumsi terus berputar di kepalanya. Pikiranya terus melanglang buana entah kemana. Duduknya tak tenang, ia menunggu sebuah mobil datang ke rumahnya, atau sekedar sebuah telfon yang mengatakan mereka akan segera datang.
Hingga kali ini pun, semua orang ikut gelisah dengan ini. Segala persiapan telah sia sejak tadi, seharusnya juga mereka telah datang sejak tadi. Ini sudah telat sekitar 30 menit meski mereka terkena macet sekalipun.
"Sayang, kamu jangan ikut paik gitu dong. Mending kamu duduk aja, kasian baby kesayangan aku di dalam sini." Di tengah-tengah seperti ini, masih saja Arkan bisa mengatakan seperti itu. Dari dulu sampai saat ini, rasa sayangnya pada istrinya itu tak pernah berkurang sedikitpun. Karena ia juga sadar, bahwa cara mereka bersama itu bukanlah cara yang biasa. Bahkan mereka memerlukan waktu yang begitu panjang. Lengkap dengan segala drama-drama dalam setiap waktunya. Meski begitu, setidaknya ia tetap bahagia, karena sejauh appaun jarak dan sebanyak apapun masalah yang menghampiri mereka, namun akhirnya mereka bersatu juga.
Mereka berjodoh, mereka telah benar-benar dipeertemukan dalam sebuah ikatan yang sangat suci.
"See.." Dhila menunjuk adiknya saat mengatakan itu, "Gimana aku bisa tenang ngeliat adik aku kaya gitu. Liat semua orang, gak ada yang tenang di sini."
"Kak bener kata suami kamu. Kamu duduk aja, Abi juga gak mau nanti ada apa-apa sama calon cucu abi ini."
Drt drt drt... suara handphone dhila bergetar, dan tak menunggu waktu lama ia lanas mengangkatanya. Meski sang penelepon bukanlah orang yang ia tunggu-tunggu. Namun barangkali orang ini membawa informasi yang penting.
"Iya Dan ada apa? Tumben nelfon gue begini." Nada awal itu masih terbilang biasa saja. Juga petanyaan yang diajukan pun taka da sedikitpun kecurigaan di sana.
"Hans... Hans kecelakaan Na. Dia kecelakaan dalam perjalanan ke rumah lo, sekarang dia ada di rumah sakit."
Bagaikan seluruh atmoser ini menghilang, bumi runtuh dengan seisinya hancur. Hana tak percaya dengan apa yang Danu katakana itu. Bagaimana mungkin, bagaimana mungkin ini semua terjadi? "Hah? Gak mungkin Dan, ini semua gak mungkin. Jelas banget dia itu baru ngabarin gue beberapa waktu lalu. Yah meskipun ini emang waktunya dia udah sampe. Tapi gak mungkin lah itu terjad. Lo bercanda kan sama gue? Sumpah si, ini bercanda lo gak lucu sama sekali tau gak."
"Ada apa sih Na?" Uminya bertanya karena bingung dengan ekspresi dan kata-kata anaknya itu. Bukan hanya itu, bahkan semua orang di ruangan itu sekarang sudah ikut berdiri juga melihat ekspresi tak biasa dari Hana.
"Danu bilang Hans kecelakaan, tapi ini gak mungkin banget. Dia kan baru aja ngabari kalo mereka udah di perjalanan, ini pasti Danu gak bener sih," Hana melemah, mana mungkin ia percaya dengan ini semua. Ia kini tak bisa mendengar apa-apa lagi, semua perkataan orang-orang agaikan angina lalu. Seperti ada yang menghentikan waktu saat ini juga, membiarkannya terlihat semakin menyedihkan.
Melihat itu, Hanan langsung berinisiatif mengambil handphone dari tangan Hana. Mendengar lebih jelas, apa yang sebenarnya terjadi. "Dan, ini gue Hanan. Sebenarnya apa sih yang terjadi, jangan bercanda deh, ini kita lagi serius semua gini."
"Sayangnya gue gak bercandan Nan. Gue juga berharap ini semua gak bener, tapi yam au gimana lagi. Semu ini nyata, gue juga baru tiba di rumah sakit sekarang. Gue tau Hans sebenernya udah sampe sana dari tadi kan? Tapi sayangnya sampe sekarang dia belum datang juga karena dia udah ada di rumah sakit." Danu berbicara dengan serius. Jika sudah seperti ini apa lagi yang di ragukan.
"Jadi lo gak bercanda? Lo bilang ada di rumah sakit sekarang. Terus gimana keadaa Hnas dan keluarganya? Apa mereka baik-baik aja?" Hans lantas menanyakan lebih lanjut ketika ia sudah tau segala kebenaranya.
"Kedua orangtuanya gak kenapa-napa. Bahkan bisa di bilang baik-baik aja. Tapi... tapi Hans kritis. Lebih parahnya lagi, momy Hans marah besar dengan segala kejadian ini. Dia pikir semua gara-gara keluarga kalian, gara-gara pengaruh kalian. Maksudnya Hans masuk islam dan semua permasalahan ini. Momy Hans selama ini seperti menerima, tapi karena kejadian ini ia jadi semakin percaya jika semua ini tak mungkin dan tak akan pernah di lanjutkan lagi." Panjang lebar Danu berbicara, dengan nada menggebu seperti ada sesuatu yang mengejarnya.
Hanan menghela napas panjang, bagaimana mungkin ini semua bisa menimpa adiknya. Masalah sungguh bertubi-tubi seakan tak membiarkan adiknya itu bahagia. "Maksudmu semuanya di batalkan?"
"Iya Nan, semuanya langsung di putuskan sepihak. Bahkan sekarang, Hans langsung dibawa ke luar negeri untuk pengobatan yang lebih intensif. Kamu tau sendiri dia itu anak tunggal, jadi ini tak mudah bagi keluarganya. Terutama momy nya itu."
Di sisi lain, seluruh keluarga sudah menanti-nanti penjelasan dari Hanan. Menanti cerita apa yang sebenarnya terjadi. Hana sudah di dudukkan dan sudah semakin tenang, tapi bagaimana jika ia tau yang sebenarnya. Bahkan ini lebih buruk dari yang sudah ia dengar sebelumnya.
"Nan, bisa jelaskan sekarang sama abi? Apa yang sebenarnya terjadi?" Alfa sudah sangat tak sabar lagi mendengar cerita sebenarnya.
"Hans kritis, dan ia akan segera di larikan ke rumah sakit luar negeri yang lebih baik." Hanya itu yang akhirnya bisa keluar dari mulut Hanan. Ia tak sanggup menceritakan segalanya, apalagi kondisi adiknya itu sangat memprihatinkan sekarang.
"Dimana sekarang dia di rawat? Kita harus kesana."
"Gak bisa bi, kita gak boleh ada di sana. Oragtuanya gak mengizinkan kita kesana." Dengan terpaksa akhirnya Hanan bisa mengatakan itu.
Sebelum abinya bertanya lebih lanjut, ia sudah menjelaskan segalanya yang Danu katakan. Ia mengurungkan niat untuk menutipi itu semua, karena bagaimanapun ini masalah serius. Ia tak mau menanggung resiko untuk menutupi ini semua.
Meskipun terlihat jelas keluarganya itu sangat syok, terutama Hana, namun inilah kenyataan yang harus keluarga mereka hadapi sekarang. Tampaknya juga, Allah memang memberi ujian lebih besar untuk keluarga mereka.
...
@Nurhidayah202
Follow ig author
...
Vote and coment tidak akan menghabiskan waktu kalian.
Sabtu, 7 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Hijrah Subuhmu (TERBIT)✅
Spiritual"cerita masih lengkap* Spiritual Romance... Penuh inspirasi... Mode hijrah on... . Kewajiban laki-laki untuk sholat di masjid itu sama dengan kewajiban perempuan untuk menutup aurat. . * Saya ingin menjadi seperti Aisyah, meski tak ada lagi lelaki s...