Untungnya, awal informasi Hana mau menikah dengan Hafidz itu hanya keluarga besar saja yang tau. Mungkin jikapun ada orang lain yang tau, itu hanya sahabat terdekat saja. Jadi, jika mendadak pasangannya ganti seperti ini tak terlalu membuat heboh semuanya.
Sekarang mereka masih kuliah, walaupun perjalananya sudah lebih dari setengah. Karena sekarang mereka sudah menginjak semester 5, mungkin bisa dibilang sebentar lagi akan memasuki masa-masa sibuknya menjadi mahasiswa. Yah, apalagi jika tak karena berurusan dengan skripsi yang kata semua mahasiswa itu sangat rumit. Jika tak sabar-sabar, maka di titik inilah kebanyakan mahasiswa yang tak kuat lalu akhirnya memilih untuk berhenti.
Kedua anak muda itu masih saling diam di tempatnya masing-masing. Sebenarnya mereka ingin membicarakan segala hal yang harusnya saling mereka ungkapkan sekarang, namun sepertinya mereka menjadi semakin canggung.
"Mau sampe kapan kita diem-dieman kaya gini Hans? Biasanya kamu ada aja gitu yang di omongin. Sekarang kok malah pendiem gini sih." Hana lebih membuka suara. Karena diam-diaman seperti ini juga lama-lama tak mengenakkan.
"Iya ya, jadi aneh gini. Gatau aku juga, semenjak aku jujur semuanya sama kamu kemarin rasanya udah beda tau. Jadi canggung gini. Hmm, ternyata gini ya rasanya salah tingkah di depan calon istri?" Hans masih mampu mengatakan hal seperti itu, padahal katanya ia sudah jadi canggung. Sedangkan Hana? Pipinya sudah memerah dari tadi karena ucapan Hans itu.
"Kenapa Na? kenapa muka kamu jadi kayak kepiting rebus gitu? Emang aku salah ngomong ya? Hmm, aku masih gak nyangka aja sih sama semua ini. Aku gak nyangka kamu milih aku, padahal aku tau banget, Hfidz itu jauh lebih baik dari aku." Hans berakata seperti itu karena terlalu senangnya, ia tak menyangka di balik sifat konyolnya itu, Hana ternyata menyimpan rasa juga padannya.
"First look gak bisa menjamin Hans. Kamu gak seburuk itu kok, lagian seharusnya bisa aja kan aku ilfeel sama kamu, tapi ternyata aku malah kepikirian kamu. Alasanku gak pernah berubah jika aku ditannya kenapa aku gak milih Hafidz, jawabannya selalu sama yaitu karena aku udah terlalu nyaman menganggap dia sebagai abang. Semua itu gak akan pernah bisa berubah." Hana meyakinkan Hans, jika alasannya selama ini selalu sama. Tak pernah ada alasan lain untuk itu.
"Kamu selalu bikin aku kagum Na," Hans tersenyum penuh arti sembari mengatakan hal itu.
"So, kamu sekarang udah berani ngomong gitu lagi ya. Padahal baru juga di pancing dikit doang." Hana memicingkan matannya sembari melihat ke arah Hans di hadapannya itu.
"Hahahaa," Hans tertawa singkat mendengar ucapan yang Hana katakan.
Dengan segala pembahasan itu, akhirnya Hana mencoba kembali pada tujuan pertama mereka bertemu. "Okay jadi gimana? Sebenenrnya kita mau bicaraian apa sih astaga, kenapa jadi receh gini sih,"
"Ya sebenernya apa yang harus kita bahas lagi? Sebenernya yang kamu gak tau udah akuu omongin kan tadi di depan anak-anak? Aku yakin kamu pasti kaget sih tadi. Keliatan banget soalnya raut wajah kamu tadi."
"Iya loh, ngomong-ngomong emang bener tadi apa yang kamu omongin? Hanan beneran ngelakuin itu semua? Terus yang bener Hanan ngirimin rekaman suara aku sama Abi? Oh astaga, itu berarti bocoran dong semuanya. Fiks sih, kamu dipaksa ya?" awalnya memang sudah lupa, tapi akhirnya ia teringat kembali dengan sesuatu yang memang ia ingin tanyakan sebelumnya.
Hans membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan itu. "Harusnya kamu nyimak lebih baik apa yang aku sampaikan tadi. Memang benar apa yang kamu tanyakan tadi, tapi aku juga tentunya punya kemauan dan pilihan aku sendiri. Aku berterimakasih banget sama Hanan udah bantu aku, seenggaknya kalo dia gak angkat bicara untuk ngomong sama aku, aku emang udah coba mau ikhlas, karena mungkin kamu lebih cocok sama Hafidz. Toh, aku apa sih kalo dibandingin sama Hafidz. Tapi waktu Hanan datang ke aku, itu udah bikin aku mikir lagi, ternyata emang bener kata kamu that's not about first look, atau juga bukan siapa yang lebih baik. Karena ini masalah hati, gak perlu lupa juga kan kalau jodoh itu sebenernya udah di tentuin? Mungkin emang jalan untuk kita bertemu itu ya seperti ini." Hans mengatakan hal yang mampu membua Hana terbelalak kagum. Ia tak menyangka jika Hans bisa berkata seerti ini.
"Aku percaya aja dari awal, mungkin pemikiran aku udah mendahului sih. Tapi dulu, jauh sebelum kamu jadi seperti ini, sebenernya aku udah baper sama kata-kata receh kamu itu. Tapi aku berusaha buat gak nanggepin itu semua. Aku yakin, suatu saat bakalan datang waktu yang lebih tepat tentang ini semua. Jadi, mungkin ini lah waktunya kita dipertemukan dalam waktu dan kesempatan itu."
Selesai Hana mengatakan itu,mereka menjadi saling tatap namun dengan pikirannya masing-masing. Lalu tak lama setelah itu, mereka justru tertawa bersama. Merasa lucu dengan apa yang mereka lakukan dan mereka alami sekarang.
...
"Bi, menurut abi gimana? Apa kita langsungkan sesuai sesuai rencana sebelumnya walau orang yang berbeda? Tapi gimana dengan Hans, apa dia tidak masalah ya dengan ini semua?" Rara bertanya pada suaminnya tentang rencana selanjutnay untuk putrinya itu.
"Abi atau bahkan kita semua udah kenal sama Hans, udah lama juga kan kita dekat sama dia. Walaupun juga tak selama kita mengenal Hafidz dan keluarganya. Sekarang masalahanya bukan Hans lagi, tapi bagaimana dengan keluarganya. Sejauh ini kita belum pernah tau bagaimana latar belakanag keluarganya kan?"
"Iya bi, semoga semuanya lancar. Kita akan mengatur semuanya untuk bertemu keluarga Hans, dan mungkin kita bisa percepat waktu itu." Omongan itu hanya diikuti anggukan dari suaminnya.
Sesuatu hal yang memang harus mereka pikirkan berulang kali. Keputusan itu bukanlah keputusan yang mudah, namun harus tetap mereka jalankan. Karena biar bagaimanapun, akhir bahagia yang sama-sama mereka harapkan.
Ketika harus memutuskan sesuatu hal yang sangat besar dengan usia yang mungkin masih muda. Keputusan untuk menikah, terlebih prosesnya tak semanis itu tidaklah mudah. Setiap masalah-masalah yang mereka lalui mungkin sedikit demi sedikit sudah selesai. Namun tak bisa ditampik, jika hal mendatang ada hal yang lebih besar untuk mereka hadapi bersama.
Menyatukan dua keyakinan tidaklah mudah. Bukan, bukan diantara keduanya. Tapi ini lebih kepada kedua keluarga yang pada akhirnya nantiakan menjadi lebih dekat. Dengan kebiasaan dan berbagai sudut pandang yang berbeda. Sama-sama mendalami, namun mendalami hal yang bebeda. Mereka terlihat sama, namun ternyata berbeda.
Dengan perbedaan inilah yang nantinya akan mereka hadapi bersama. Bukan diantara keduanya, namun dengan lingkup yang lebih luas dari itu. Kehadiran Hans dengan cara yang berbeda mungkin masih bisa di terima oleh keluarganya sendiri. Namun bagaimana dengan hadirnya keluarga baru yang nantinya akan membentuk lingkup keluarga yang lebih besar?
...
Gak susah buat vote and coment sebentar ya.
Jangan lupa follow Ig author.
@ nurhidayah202
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Hijrah Subuhmu (TERBIT)✅
Spiritual"cerita masih lengkap* Spiritual Romance... Penuh inspirasi... Mode hijrah on... . Kewajiban laki-laki untuk sholat di masjid itu sama dengan kewajiban perempuan untuk menutup aurat. . * Saya ingin menjadi seperti Aisyah, meski tak ada lagi lelaki s...