Sulit rasanya jika harus bilang tidak cemburu. Karena nyatanya, Hans memang cemburu dengan pernikahan Hana yang tinggal menghitung hari, dan jika itu sudah terjadi maka tak ada lagi yang kini bisa ia perbuat. bahkan saat ini, seperti situasi di cafe waktu itu. Ia hanya bisa diam tanpa bisa berkata-kata apa-apa selain hanya bisa tersenyum dan mempersilahkan semuanya berjalan dengan semestinya.
...
"Gimana na, apa kamu udah cocok dengan bajunya?" Tante penjaga butik yang kulupa siapa namanya itu kembali bertanya padaku tentang baju yang ku pegang saat ini.
"Udah kok Tante, udah sesuai lah. Gak usah yang terlalu heboh banget, begini aja udah bagus kok." Aku pun menjawab sekenanya saja. Raga, hati dan pikiranku berada di tempat yang berbeda.
"Kalo misalnya udah pas yaudah, ini mau langsung di bawa apa gimana? Biar Tante siapin kalo mau langsung dibawa."
Hafidz menoleh padaku, "gimana Na? Kalo udah siap, langsung bawa juga gpp kali ya. Langsung di pisahin punya kita berdua."
"Mendengar penjelasan dari Hafidz itu aku harus bagaimana lagi. Yasudah, mengikuti saja apa yang mereka katakan. Kini aku duduk termenung sembari menunggu baju dipersiapkan. Sampai-sampai aku sendiri akhirnya tak menyadari jika baju sudah selesai di persiapkan. Karena asik melamun, menunggu jadi tak terasa lamannya.
"Yaudah tan, kalo gitu aku sama mas Hafidz langsung pergi ya. Assalamualaikum." Begitulah akhirnya pamit ku pada Tante itu dan beranjak pergi. aku sudah kenal bahkan sudah dekat, tapi entah Kenapa aku suka lupa sama namanya.
"Mmm, Mas kita langsung pulang kan ini? Apa mau kemana lagi?" Aku memang ingin segera pulang saat ini juga. Mengadu pada Allah, apa memang pernikahan yang tinggal menghitung hari ini harus di lanjutkan?
"Sebenarnya Mas mau ajak kamu makan dulu sih sebelum pulang. Cuman kalo kamu mau langsung pulang juga gpp kok, kalo emang kamu capek yaudah kita langsung pulang aja ya." Hana tak enak, tapi bagaimana karena ia cukup lelah juga hari ini. Badannya pun rasanya ada yang tak beres.
"Iya maaf ya Mas." Dan jawaban Hana itu hanya diikuti anggukan kecil dari hafidz yang langsung melajukan mobilnya itu menuju rumah Hana tentunya.
...
Ternyata benar saja, setelah sore tadi selesai dengan urusannya fitting baju, malamnya Hana langsung demam. Badannya sangat panas tinggi hingga mulutnya bergetar seperti orang menggigil.
"Ya ampun sayang, kamu kenapa bisa begini sih. Istighfar sayang, kamu pasti kecapekan ini bisa sampe begini." Uminya hanya bisa mengomel sembari mengompres anaknya itu. Dokter baru saja memeriksa dan katanya demam tingginya Hana ini hanya karena ia kecapean, sering lembur, dan banyak pikiran. Makannya bisa sampe drop seperti ini.
"Mi, apa kata dokter?" Hanan yang melihat sodara lembarnya seperti itu seolah ia juga bisa merasakan sakitnya. Katanya sodara kembar kan memang jika sakit bisa saling merasakan.
"Katanya dia kecapekan keseringan ngelembur jadi kurang tidur. Dia juga banyak pikiran katanya, stress gitu. Makanannya tubuhnya sendiri tu gak bisa lagi menopang."
"Ya ampun, kasian banget si Hana. Dia juga sih, susah banget di bilanginnya. Disuruh istirahat bukannya di dengerin, sekarang gini kan jadinya." Hanan justru mengomel sendiri mendengar penuturan ibunya itu.
Mereka tak tau saja jika Hana seperti ini bukanlah karena faktor yang mereka sebutkan itu. Hanya lebih tepatnya, ini karena urusan hati yang sampai saat belum bisa ia tetapkan pasti bagaimana ia harus bersikap dan memilih.
Malam itu, Hana terbangun di tengah panasnya yang belum juga turun. Ia menyempatkan diri untuk mengadu pada Allah, karena memang hal itu yang ingin ia lakukan. Tak ada hal yang lebih menenangkan selain harus mengadu padannya. Dengan badan yang sempoyongan, Hana tetap pada keinginannya itu. Benar saja, setelah ia puas mengadu pada rabbnya, kepalanya kembali berat hingga ia hanya terbaring di atas sajadah itu dengan masih menggunakan mukena. Sejatinya, hal itu sesungguhnya yang paling nyaman dan menenangkan. Setelah mengadu pada Allah, semoga Allah memberikan jawaban atas itu semua.
"Aku sudah berjuang sejauh ini meskipun bukan karena kamu. Aku pikir kamu selama ini menunggu-nunggu saat ini. Tapi apa sekarang? Mungkin selama ini pikiranku saja yang salah. Tak apa jika kau sudah menemukan yang lebih baik, semoga kau selalu bahagia dengan pilihanmu itu. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu."
"Hei, aku pikir kamu ikhlas dan rela sama aku, tapi apa sekarang? kamu tanpa menjaga perasaan aku dan masih berhubungan dengan orang itu."
Hana terbangun dari tidurnya. Mimpi apa itu batinnya? Mimpi yang sangat aneh. Apa yang sebenarnya berusaha Allah beritahu padaku? Kenapa sulit sekali mengartikannya? Sungguh teka-teki yang sangat rumit. Allah berusaha memberitahunya melalui ucapan dua laki-laki yang samar-samar tak jelas wajahnya itu.
...
Hola
@ nurhidayah202
Follow Ig.👆
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Hijrah Subuhmu (TERBIT)✅
Spiritual"cerita masih lengkap* Spiritual Romance... Penuh inspirasi... Mode hijrah on... . Kewajiban laki-laki untuk sholat di masjid itu sama dengan kewajiban perempuan untuk menutup aurat. . * Saya ingin menjadi seperti Aisyah, meski tak ada lagi lelaki s...