Harus Berlapang Dada

336 43 1
                                    

Hari yang telah disepakati sebelumnya, hari ini adalah hari dimana pertemuan keluarga antara keluarga Hana dan Hafidz. Sebenarnya ini menjadi pertemuan yang menyenangkan. Namun nyatanya tidak, karena ini akan menjadi pertemuan perpisahan, atau lebih tepatnya adalah pemutusan hubungan Hana dan Hafidz yang telah di rencanakan sebelumnya.

Saat ini, Hafidz hanya bisa menerima segalanya, ia tak bisa memaksakan semua itu. Baginya cinta juga tak bisa di paksakan. Meskipun begitu, tak bisa di pungkiri jika harapannya itu besar untuk Hana. Meski tak bisa memiliki sebagai apa yang ia inginkan, maka ia akan berjanji untuk sellau menjaga Hana dari kejauhan sebagai seorang abang.

Di ruang tamu sana, Alfa Abinya Hana sedang berbicara dengan Fadhil prihal batalnya rencana mereka untuk menjadi besan. Di situ juga ada Hafidz dan Hanan yang turut melengkapi pembicaraan itu. Sedangkan di tempat lain, Rara, yaitu uminya Hana dan Fatimah ibunya Hafidz sedang saling bercengkrama di dapur sambil membuat air dan makanan ringan.

"Fat, maaf ya jika keputusan kami ini terkesan mendadak dan beritanya juga tak mengenakan. Aku beneran gak enak sama kamu, tapi aku juga gak bisa maksain keadaan." Rara berkata seperti sangat tak enak pada sahabatanya itu. Biar bagaimanapun mereka telah sangat dekat layaknya sodara, bahkan jika niat baik ini tak jadi terlaksana, mereka harus tetap seperti ini. Karena ini juga bukan masalah pertama yang menimpa persahabatan mereka berdua.

"Ra, aku tau lah kalo ini memang sudah takdir antara kedua anak kita. Aku gak marah kok, sama sekali gak marah. Aku yakin mas Fadhil dan Hafidz juga pasti ngerti. Kamu jangan ngerasa bersalah gitu,." Fatimah dari dulu memang lebih dewasa. Sampai saat inipun, dengan umur yang tak lagi muda ia semakin bisa menyikapi segala hal yang terjadi.

"Kita akan tetap seperti ini kan walaupun mereka berdua tak jadi menikah?" Sejujurnya Rara uminya Hana itu memang takut jika karena hal ini hubungan mereka jadi semakin renggang.

"Kamu tau itu gak mungkin terjadi. Udah berapa lama kita bersahabat, bahkan sampai kita berumur seperti ini. Kamu ingat kata-kata kita dulu kan? Until jannah Ra, kita akan menjadi sahabat selamanya." Fatimah mengingatkan apa yang dulu selalu mereka katakana ketika mereka dihadapkan dalam sebuah masalah. Sunguh sebuah kenyataan yang indah, beginilah sahabat yang sesungguhnya. Bukan prihal berapa banyak kau memiliki teman atau sahabat, tapi siapa sahabat yang benar-benar bisa menjadi apapun yang kita butuhkan. Ketika menjadi sahabat bukan ketika senang sjaa, tapi bisa ada juga ketika salah satunya membutuhkan. Tak perlu banyak jika satu saja bisa tulus dan ikhlas menjalani semuannya bersama-sama.

Rara hampir saja menangis mendengar itu semua dari mulut sahabatnya itu. Kalau-kalau ia tak ingat bahwa ia sudah tak muda lagi sekarang. Ia memiliki tiga anak, bahkan mungkin bisa saja ia sebentar lagi akan bergelar nenek. "Ah, kamu tau ucapan kamu itu bikin aku terharu. Aku ingin menangis tapi aku tahan, aku ingat kita sudah tua sekarang."

"Yasudah kalo gitu, kita mendingan keluar sekarang. Udah terlalu lama kita di sini. Nanti yang ada kita bakalan di cariin sama suami-suami kita di luar sana. Aku rasa, obrolan pentingnya juga mungkin sudah selesai."

Lantas setelah itu mereka berdua keluar dari dapur menuju ruangan dimana para lelaki tengah berbicara serius di sana. Yang satu membawa air minum dan satunya lagi membawa makanan. Namun ada yang berbeda ketika mereka telah sampai, suasana tak lagi menegangkan seperti pertama kali mereka meninggalkan ruangan itu. Sekarang terlihat lebih santai, dan terlihat mereka sudah tertawa-tertawa bersama.

"Umi sama tante darimana aja sih? Belanja ke pasar dulu apa ya? Lama banget. Kita semua sampe udah ngomongin umi sama tante tau," Itu Hanan yang berbicara. Di sela-sela tawanya itu ia lantas berbicara karena melihat kedua ibu-ibu yang baru datang itu.

"Bisa aja kamu kalo ngomong. Kiat abis dari dapur lah, cuman sengaja di lama-lamain biar para laki-laki selesai dulu bicaranya. Gak enak kan pas lagi serius tiba-tiba kita muncul nawarin minum sama makanan."

"Siapa bilang Ra kita serius, dari tadi kita begini kok. Bercanda terus gini. Iya gak?" Fadhil berbicara seperti itu sambil meminta dukungan para laki-laki lain di sekitarnya.

"Bener banget tuh om, orang dari tadi juga kita seneng-seneng aja gini kok." Terlihat Hanan juga lebih bahagia sekali dalam setiap perkataanya. Jika sebelumya seperti ada sesuatu yang mengganjal, maka kali ini terasa semuanya telah sirna bersama tawanya itu.

Meski ada yang aneh dalam pembicaraan itu, tak ada terlihat Hana di sana. Entah di mana gadis itu hingga tak terlihat dalam pembahasan yang bahkan membahas tentang dirinya.

Ahirnya pembahasan itu pun berakhir dengan obrolan hangat diantara dua keluarga yang memang sudah terjalin dekat hubungan di antaranya itu. Dua keluarga yang memang mungkin telah di takdirkan untuk berdampingan. Meski sebenarnya ada masalalu yang mungkin juga tak banyak yang tau, masalalu itu melibatkan hati salah satu di antara mereka semua. Tapi untunglah mereka saling bisa bersikap dewasa, sadar jika permasalahan itu telah lama berlalu dan tak baik untuk di bahas lagi. Toh itu juga masalalu, yang memang sesuatu yang juga tak di takdirkan untuk bersama.

...

"Assalamualikum Umi." Hana mengucapk slaam itu teat di depan ruangan yang akhir-akhir ini telah jarang ia kunjungi.

Ceklek, suara pintu terbuka. "Hana, kenapa kesini gak ngabarin dulu?" Umi Desi yang merupakan penjaga panti yang sering sekali Hana kunjungi itu tentu saja sudah taka sing dengan kedatanganya itu.

"Umi," Hana menyalami orang sudah sudah dianggap sepertinya uminya sendiri itu. "Gak mi, Hana sengaja emang dari rumah tadi mau kesini."

"Dari rumah?" Desi celingukan melihat di belakang Hana, apa ia bersama orang untuk datang kesini. "Kamu kesini sendiri? Atau ada sama siapa?" begitulah lanjut pertanyaanya itu.

"Iya Hana sendiri umi. Oiya, Hana gak di suruh masuk ini umi? Apa disuruh berdiri di sini aja apa gimana?" Hana latas masih bisa saja menggoda umi Desi padahal suasana hatinya bahkan belum membaik saat ini.

"Oiya umi sampe lupa kan. Ini kamu mau ketemu umi atau anak-anak? Kalo mau ketemu sama umi ayo kita masuk. Tapi kalo mau ketemu anak-anak, kebetulan mereka lagi belajar sekarang di kelas. Kamu bisa kesana kalo mau." Sebelum mempersilahkan Hana masuk ke dalam ruanganya ia lebih dulu bertanya. Pasalnya biasanya Hana datang justru rindu dengan adik-adiknya itu.

"mmm, mau ketemu siapa ya umi? Boleh deh kayaknya ya ketemu sama adik-adik. Mereka pasti seneng juga liat Hana, kebetulan juga Hana punya cerita baru buat mereka. Hana kan udah lama gak kesini."

"Nah kan bener juga dugaan umi, yaudah yao umi antar ke kelas."

Setelah itu mereka lantas berjalan beriringan menuju kelas. Sepanjang perjalanan Hana sudah menyiapkan sebuah cerita yang akan ia bgikan pada adik-adiknya itu. Jika saja pendengarnya itu orang dewasa, mereka pasti tau apa maksud dari cerita Hana itu. Karena itu memang cerita yang menceritakan tentang dirinya. Ia memang se-pandai itu. Mengambil sebuah cerita-cerita masa lalu, tapi uniknya bisa saja di sambungkan dengan keadaan yang sedang ia alami saat ini.

...

@nurhidayah202

Follow ig autor.

.

Vote and coment tak akan menghabiskan waktu kalian kok.

Rabu, 28 oktober 2020

Kutunggu Hijrah Subuhmu (TERBIT)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang