Matahari telah menanjak hampir diatas kepala, para petani mengangkat cangkul mereka dan berteduh di bawah pohon. Berlindung dari panas dan terik.
Lalu dijalan bertanah, sebuah kereta dengan dua kuda sebagai penariknya melaju dengan kecepatan sedang. Meminimkan debu yang berterbangan.
Didalam kereta adalah Naruto dan Sasuke yang duduk berhadapan. Hari ini Sasuke menepati janjinya untuk membawa Naruto ke ruangan tabib akan sedangkan Menma dititipkan pada Banzou.
"Pangeran, apa yang kamu kerjakan?" tanya Naruto setelah lama berdiam diri, menatap Sasuke dengan gulungan ditangannya.
"Berkas dari militer, beberapa hari lagi aku akan kembali ke barak militer untuk mengerjakan beberapa hal yang belum terselesaikan." Ucap Sasuke datar tanpa mengalihkan pandangannya.
Naruto menjulurkan lehernya ke depan untuk melihat apa yang dikerjakan Sasuke. Di gulungan itu hanya ada gambaran kerajaan dibawah Kekaisaran dan ada dua tanda yang dilingkari.
"Desa Kirigakure," gumamnya, Sasuke mendongak untuk melihat Naruto yang terkejut karena mengintip.
"Desa Kirigakure dan Iwagakure. Hal ini sudah berlangsung lama, hanya karena satu sungai yang mengalir membelah kedua desa ini. Saat ini, sedang kemarau dan airnya tidak mengalir deras. Itu sebabnya dua desa ini sekarang sedang bersitegang memperebutkan air."
Naruto melihat ke arah gulungan lagi, dan berkata.
"Desa Kirigakure terkenal karena tumbuhan yang subur dan desa Iwagakure adalah penghasil kayu. Jika keduanya ingin mendapatkan air, kenapa desa Kiri tidak membangun bendungan? Ini akan sangat efektif apalagi jarak antar persawahan Kiri dan sungainya terlalu jauh. Membuat Bendungan ditengah tengah desa tidak akan merugikan kan?" tanya Naruto.
"Mn, kamu memang cerdas, tapi lihat dulu. Sitegang mereka bukan hanya karena air. Desa Iwa membangun pos penjagaan, setiap barang yang masuk dan keluar dari desa akan di periksa. Ini terlalu menyusahkan bagi desa Kiri karena laju pertumbuhan desa mereka lebih cepat. Kayu yang mereka gunakan harus diperiksa berhari hari bahkan beberapa tahun yang lalu desa Iwa tidak memperbolehkan kayu mereka diambil. Ini menyebabkan perang antar desa tapi berhasil ditekan."
"Kenapa tiba tiba mereka tidak memperbolehkan kayu untuk diambil?" tanya Naruto, kereta terus melaju dijalan tanpa batu.
"Aku hanya tau tentang perjodohan. Putri tetua desa Kiri tidak menyukai lamaran Putra tetua Iwa. Jadi, menurutku itu adalah awal mula kedua desa ini tidak mau mengalah."
"Jika begitu, harus ada pertemuan antar tetua. Beri mereka pilihan untuk membangun bendungan dikedua desa atau buat anakan sungai yang mengarah masuk ke desa."
"Mn, aku akan mempertimbangkannya."
Perjalanan masih berlangsung sekitar sepuluh menit hingga kereta benar benar berhenti didepan gerbang Kekaisaran, keduanya lalu turun.
"Ayo." Sasuke berjalan lebih dulu, Naruto mengekori langkah Sasuke dibelakangnya. Ia tidak habis pikir, Naruto dulu hanya berani membayangkan masuk ke Kekaisaran namun hari ini bayangannya menjadi kenyataan. Area Kekaisaran memang sangat luas. Ada tiga bangunan besar yang menjadi pemandangan apabila masuk dari gerbang depan. Bangunan sebelah kiri adalah tempat Selir dan Permaisuri tinggal lalu, bagian kanan adalah ruang kerja Kaisar dan bangunan lain seperti tempat penyimpanan sedangkan bangunan tengah adalah aula Kekaisaran.
Mereka berdua langsung menuju bangunan bagian kanan. Naruto harus melewati gerbang tinggi lain untuk masuk dan berjalan lurus melewati tangga batu. Diatas dataran tinggi yang berselimut kabut, disanalah ruang tabib berada.
"Aku akan mengunjungi Ibu suri, kamu bisa langsung masuk setelah mengatakan identitasmu." Naruto mengangguk mengerti dan berbalik meninggalkan Sasuke dibelakang yang masih mengamatinya. Setelah mengatakan identitasnya pada penjaga ruangan. Naruto meraih pintu dan menggesernya. Disinilah ia mulai lupa bahwa ia masih di bumi.
Ruangan ini sangat luas, banyak rak yang tertata berisi beberapa gulungan dan perkamen dan arsitekturnya sangat indah. Naruto membatin bahwa tetua yang menjaga tempat ini pastilah seorang aristokrat dengan wajah ramah dan suci, pikiran luas dan tidak bisa ditebak yang mempunyai janggut putih panjang.
Disisi lain, Sasuke duduk dihadapan Ibunya yang sedang menikmati buah. Wajah Ibu suri sangat terawat dan cantik diusia kepala empatnya. Ia mempunyai fitur lembut seperti Kaisar namun watak yang tidak kalah kejam dari Sasuke. Ya, dialah Ratu yang mengendalikan semua Kekaisaran. Ibu suri mempunyai tangan dan mata dimana mana. Coba saja untuk menggosipkannya di rumah bordil dan keesokan harinya, orang itu terkapar mati berdarah tanpa kepala.
"Kamu membawa selir laki laki mu kemari?" tanya Ibu suri, suaranya masih tegas tanpa keraguan.
"Ya, Pangeran ini membawanya."
"Bagus, mungkin ia sekarang bertemu dengan tetua tabib," Ibu suri memetik anggur hijau dari tempat buah dan memakannya perlahan.
"Tetua?" tanya Sasuke. Setaunya, tetua tabib sudah pergi untuk melakukan kultivasi tertutup saat usianya menginjak tiga tahun. Ia bahkan tidak ingat bagaimana rupanya jadi, setelah tetua itu pergi, Ibu suri meletakkan kaki tangannya disana, tidak heran Kaisar kemarin menyetujuinya. Sekejam apapun Ibu suri, ia tidak akan berani melawan tetua yang usianya jauh ribuan tahun darinya jadi bisa dipastikan kaki tangan Ibu suri pasti ditarik mundur.
"Ya, dia tiba beberapa hari yang lalu, Ibu juga tidak tau bagaimana tetua sekarang. Ia masuk tiba tiba tanpa menunjukkan wajahnya."
•
Naruto mengelilingi rak rak yang tersebar, situasinya kini lebih rumit dengan gulungan sebegini banyaknya dan ia juga menemukan aksara kuno yang tidak bisa Naruto baca. Ini akan menyulitkannya.
"Anak muda, apa yang kamu lakukan disini?"
Naruto melompat kaget ketika mendengar suara berat menggema diruangan. Ia tadi sudah memastikan tidak ada orang diruangan.
"Si–siapa?"
"Anak muda, lihatlah. Awan putih sedang berarak diatasmu." Naruto mendongak dan terkejut melihat seseorang dengan rambut putih panjang duduk terbalik di atas langit langit dengan kaki posisi lotus. Pria itu menggoyangkan rambutnya sebelum terjun turun dengan lembut.
"Selamat datang," sapa pria setengah baya itu dengan ramah.
"Maaf, siapa tuan ini?" tanya Naruto.
"Oh maaf, aku lupa mengenalkan diri, aku adalah Jiraiya, tetua tabib di Kekaisaran."
Naruto mengangkat tinggi alisnya. Bayangan tentang sosok aristrokrat dengan wajah suci, ramah dan mempunyai janggut putih panjang ia telan mentah mentah. Nyatanya tetua ini tidak terlalu tua. Mungkin masih cocok jika dikatakan sebagai paman dan gaya pakaiannya lebih sederhana daripada tabib pada umumnya bahkan ia memakai ikat kepala dengan nama pertapa.
"Ah benar, kamu adalah Uzumaki Naruto. Selir laki laki mansion Pangeran Sasuke," ucap Jiraiya.
"Benar,"
"Apa yang sedang kamu cari?" tanya Jiraiya sembari mengeluarkan sebuah buku kecil dari balik pakaiannya.
"Buku tentang sejarah obat obatan," jawab Naruto. Jiraiya menggumam sebentar lalu membuka halaman buku yang ia bawa. Ia mengamati sebentar sebelum kakinya melangkah, Naruto mengikutinya dari belakang, melihat bahwa tetua ini berjalan dengan fokusnya ke arah buku yang dibaca.
"Oh, sebentar," ucap Jiraiya, ia menutup buku dan berbalik mengamati Naruto.
"A–ada apa?" tanya Naruto gagap, ia memang tidak merasa terancam dengan tetua ini namun aura yang di bawa Jiraiya kadang membuat Naruto gemetar tidak sadar.
"Untuk apa kamu membaca buku tentang obat?" tanya Jiraiya.
"Aku akan mengobati Pangeran."
Jiraiya mengernyitkan dahi. "Mengobati? Kamu belum membuka segel, kekuatanmu tidak akan bekerja padanya."
13/09/2020
-Lunarica-
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PRINCE [SASUNARU]
Fantasy[Complete-Belum Revisi] [RE-ONGOING] Naruto, sang kultivator muda yang berbakat dalam penyembuhan mempunyai cita-cita mengunjungi banyak tempat. Namun, ia tidak menyangka jika suatu saat seseorang akan datang dan menjadikannya selir. Sasuke adalah P...