Naruto menuruti kata Sakura dan duduk dengan jarak yang agak jauh. Naruto canggung dengan perubahan hati Sakura yang seperti ini karena, ia terbiasa melihat gadis itu dengan segala glamour nya.
"Kamu pikir aku akan diam saja kan?" Tanya Sakura.
"Apa?"
"Aku memang berkepala panas dan suka membuat keributan namun, aku tidak akan menyembunyikan diri ketika aku bersalah. Pelayan sialan tadi yang mengunciku, dia menyegel semua gerakku dan mengendalikannya." Jawab Sakura dengan mantap.
"Jadi, tadi putri— ekspresi itu...."
"Ya, aku mencoba memberitau pangeran kalau akulah yang menampar Kaguya," Sakura berhenti dan menghela nafas.
"Aku benar-benar tidak ingin berlindung dari orang lain. Omong kosong jika aku juga harus ditendang dari mansion,"
"Tapi anda putri tinggi," sela Naruto.
"Lalu apa?" Sakura menoleh pada Naruto, memaku iris shappire itu, "lalu apa jika aku putri? Ini hanya sebuah nama. Aku dihormati didepan tapi dibelakang namaku diinjak-injak,"
Naruto terdiam, ia ingin mendengar banyak cerita dari Sakura.
"Mungkin didunia ini, hanya aku satu-satunya wanita yang gila karena pangeran. Pertemuan pertama kami ketika aku kehilangan Ibuku, dia tewas karena perang. Waktu itu aku masih sangat kecil, aku masih seorang gadis kecil yang naif. Melihat ibuku penuh darah, yang bisa kulakukan adalah menangis tanpa mengerti apa yang kutangisi sebenarnya, lalu pangeran datang dan menenangkanku. Dia adalah pria pertama yang mengulurkan tangannya padaku lalu janji itu terucap begitu saja," Sakura berhenti untuk mengambil nafas.
"Apa itu?" Tanya Naruto.
"Hah ... Berjanji untuk menikahinya. Aku tidak pernah melupakan janji itu dan mulai menjadi bayang-bayang pangeran. Kami bersekolah ditempat yang sama, kami menjadi sahabat dekat juga setelah peristiwa ibuku namun, pangeran tidak pernah tau bahwa aku mempunyai janji kecil itu. Bahwa perasaanku untuknya semakin berkembang setiap waktu,"
"Aku jatuh cinta diusia muda, aku mulai berdandan secantik mungkin untuk menarik perhatiannya, apapun kulakukan namun, aku melupakan satu hal. Dia adalah orang lain, bukan boneka yang bisa kuatur, setelah pengangkatannya sebagai putra mahkota, Pangeran semakin dewasa dan hubungan kami renggang. Dia tidak pernah menemuiku lagi dan fokus pada kultivasinya. Semenjak saat itu, aku mengerti apa itu kehilangan, apa itu sakit hati dan aku bertekad membuang semua untuk mengejarnya,"
"Mengejar pria yang tidak pernah melihatku, mencintai pria yang tidak pernah menaruh hati padaku dan mengikuti pria yang berusaha menjauhiku. Ayahku tau aku mempunyai perasaan untuk pangeran yang saat itu adalah putra mahkota. Aku dipaksa untuk membuang harapanku. Ayah bilang, aku tidak cocok dengannya, lalu aku dimasukkan ke dalam sebuah *sekte."
*Sekte hampir sama dengan sekolah tapi, yang dipelajari adalah tentang ilmu kultivasi.
"Disana kekuatanku ditempa, disanalah aku menjaga janjiku agar tidak pudar. Setelah aku berhasil dan kembali. Aku mendengar kalau pangeran menyerahkan tampuk putra mahkota kepada kakaknya, Kaisar Itachi. Kamu tau? Aku sangat senang, pangeran akhirnya bisa kugapai. Aku memaksa ayahku untuk menjodohkanku dengan pangeran dan aku menjadi istri pertama dan dianugerahi putri tinggi. Hidupku sempurna, apa yang kuinginkan sudah kudapatkan, aku sudah melunasi janjiku namun apa?"
"Pangeran tidak menyukaiku, dia menghindariku dan dia mencampakkanku. Aku terus bersabar hingga selir baru berdatangan. Aku tetap diam karena tidak ada satupun dari selir itu menarik perhatian pangeran tapi, karena kami sama-sama tidak diperhatikan. Semua selir menjadi sombong dan menegakkan kepalanya padaku. Aku tidak dihormati. Makanya, setelah itu aku menjadi sosok yang sombong dan keras kepala karena aku melindungi diri sendiri."
"Semua sudah kubuang, hanya tinggal egoku. Namun satu hal yang tidak pernah kusesali, aku tidak pernah menyesal setelah mengucap janji itu karena aku benar benar mencintainya, Naruto." Tandas Sakura mengakhiri cerita.
Naruto menahan nafas dan sadar jika dari cerita itu, emosi Sakura perlahan menurun, ia menjadi sosok yang rapuh dan lemah. Semua ungkapan perasaannya itu membuat Naruto sadar betapa berharganya Sasuke untuk Sakura.
"Jadi, itu semua alasannya?" Tanya Naruto.
"Ya, tentu saja. Wanita mana yang ingin dikhianati, aku berusaha menjauhkan semua wanita dari hidup pangeran tapi, setelah kamu datang. Aku menyadari satu hal."
"Pangeran masih mempunyai perasaan, dia tertarik padamu, dia menaruh hatinya untukmu. Aku memang tidak akan menyerah untuk menjauhkannya darimu, tapi itu bukan berarti aku akan menghalangimu."
"Maafkan aku, aku menarik putramu keluar mansion untuk memberitaumu bahwa aku masih berkuasa. Saat itu yang kutau adalah, agar kamu merasakan bagaimana kehilangan seseorang yang penting,"
"Tapi rupanya aku salah, aku tidak pernah belajar dari masa lalu dan menutup mataku. Kamu pasti membenciku, iya kan?" Naruto tersentak dengan pertanyaan itu.
"Aa–aku, tidak, aku tidak membencimu. Hanya sedikit kesal."
"Naruto, kamu tidak boleh sepenuhnya rendah hati. Kamu akan kalah oleh orang yang cerdas dan sekarang kamu merasakannya kan?"
Naruto memunduk, ia tidak menjawab pertanyaan Sakura.
"Aku akan membantumu keluar dari sini tapi berjanjilah, kamu akan merebut pangeran dari sisi Kaguya."
Naruto menoleh pada Sakura yang menatapnya penuh harap. Mata itu tidak ia kenali dari sosok Sakura.
"Apa?"
"Oh ya, putramu benar-benar di sekolah, aku tidak akan mencelakainya." Sakura memakai penutup mulutnya lagi.
"Ingat, jangan sampai kalah oleh dua sialan itu. Kamu adalah harapanku yang baru, jika kamu gagal, jangan harap aku akan menahan diri untukmu lagi." Sakura melompat ke atas langit-langit bersamaan dengan liin yang mati satu persatu. Meninggalkan bau terbakar yang ringan diudara.
•
Naruto tidak tidur semalaman. Ketika matanya menutup, raganya akan langsung tersentak untuk melihat ke arah jendela yang masih ternaungi malam.
Ketika malam tinggal seperempat waktu, barulah jiwa dan raga Naruto yang teramat lelah bisa tidur. Ia bahkan tidak mendengar gedoran kuat dari arah pintu masuk.
"Tuan ... Tuan,"
"Hoam ... Hah ada apa?" Jawab Naruto dari dalam. Ia mengucek matanya dan pergi ke depan, disana penjaga gerbang paviliun berdiri dengan gulungan ditangan.
"Ini." Penjaga tadi segera memberi gulungan yang berada ditangannya kemudian pergi setelah menunduk.
Naruto menggaruk pipinya dan masuk. Ia duduk didepan tempat tidur setelah membuka satu jendela agar penerangan bisa masuk. Digulungan itu tertulis.
Teruntuk Uzumaki Naruto,
Ini aku, Sakura. Hari ini kamu bisa keluar, tunjukkan saja bukti tanda dibawah surat ini dan penjaga akan segera mengerti.
Aku mendengar kamu harus segera kembali berlatih dengan tabib kekaisaran. Pergilah dan dapatkan pangeran lagi. Ah, jika kamu bertanya apa yang aku lakukan saat ini. Yah, ini lebih baik daripada aku dirundung rasa bersalah. Tidak perlu khawatir, aku sudah menyerahkan semua urusanku padamu jadi khawatirkan saja pada hal didepan matamu.
Jika aku punya kesempatan, aku akan mengirimimu surat lagi dan terimakasih karena mau mendengarkanku.
Oh benar, jangan pikir kalau kita sekutu, aku akan mendukungmu. Setelah ini aku akan berusaha merebut pangeran darimu lagi.
Haruno Sakura.
Surat itu berhenti disana, di bawah ujung kiri gulungan terdapat stempel milik kekaisaran yang berarti surat ini bersifat resmi dan rahasia.
"Memangnya dimana kamu putri? Kenapa memakai stempel segala?" Gumam Naruto, ia sekarang jadi khawatir namun mengingat dirinya juga sedang terburu untuk bertemu Jiraiya maka ia segera keluar dengan menunjukan gulungan itu. Penjaga segera mengangguk dan menyilahkan Naruto untuk kembali berjalan.
20/10/2020
-Lunarica-
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PRINCE [SASUNARU]
Fantasy[Complete-Belum Revisi] [RE-ONGOING] Naruto, sang kultivator muda yang berbakat dalam penyembuhan mempunyai cita-cita mengunjungi banyak tempat. Namun, ia tidak menyangka jika suatu saat seseorang akan datang dan menjadikannya selir. Sasuke adalah P...