👩‍❤️‍👨 Senior Halalku~3

13.5K 1.1K 40
                                    

"Karena bahagia itu sederhana, sesederhana kamu tersenyum dan orang lainpun akan tersenyum ke arahmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Karena bahagia itu sederhana, sesederhana kamu tersenyum dan orang lainpun akan tersenyum ke arahmu."

~ Aretha Khanza Zayna ~
__________________


Aretha terdiam sambil menatap langit yang perlahan berubah warna menjadi jingga, ia mengembuskan napas berat, seberat keputusan yang ada di benaknya.

Sudah dua hari pikirannya hanya terfokus pada pertanyaan ayahnya mengenai perjodohan itu. Apakah ia harus menerimanya atau tidak. Namun, Aretha sangat berat hati jika harus menolak permintaan ayahnya.

Dan rasanya mungkin ini saatnya Aretha harus mengalah dari ego yang berusaha membelenggu hatinya. Aretha akan pasrahkan segalanya pada Allah dan pada takdir yang Allah tuliskan untuknya.

"Ya Allah hamba ikhlas menerima perjodohan ini."

Hingga suara azan magrib berkumandang. Aretha masih terdiam menikmati suara azan dari iman masjid yang dapat menyejukkan hatinya.

"Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Asyhadu allaa illaaha illallaah.
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.
Hayya 'alashshalaah.
Hayya 'alalfalaah
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Laa ilaaha illallaah."

Setelah mendengar suara azan, Aretha bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

"Ya Allah hamba hanya berlindung kepadamu dari segala kebaikan dan keburukan yang akan menimpa hamba. Ya Allah hanya kepadamu hamba memohon dan meminta dari segala keluh kesah yang tersimpan di dalam hati hamba. Ya Allah jadikanlah keputusan yang hamba ambil, menjadi keputusan yang tepat dan terbaik untuk hamba menyempurnakan ibadah hamba di jalan-Mu. Semoga Engkau meridhoi segalanya, Aamiin."

Aretha mengusap wajahnya dengan lembut seraya mengucapkan kata aamiin setelah melafalkan do'anya.

Kini Aretha berjalan menuruni anak tangga mencari keberadaan kedua orang tuanya.

"Ayah," ucap Aretha saat berdiri di sebelah sang Ayah yang tengah asik menonton televisi.

"Iya anak Ayah yang cantik, baik hati, suka menolong dan suka menabung."

"Ayah...."

"Iyah, ada apa sini duduk di sebelah Ayah."

Aretha pun duduk di sebelah sang Ayah, namun ia masih berpikir sejenak bagaimana caranya ia mengatakan keputusannya pada sang Ayah.

"Ada apa?" tanya Doni saat menatap wajah putrinya yang terlihat bingung.

"Ayah, mengenai perjodohan itu_"

"Kalau Aretha belum siap nggak pa-pa, Ayah nggak akan maksa."

"Ayah, apa Ayah yakin kalau putra Om Dimas itu baik untuk Aretha?"

"Insya Allah, Ayah yakin nak, Ayah tidak mungkin membiarkan anak Ayah jatuh kepelukan pria yang Ayah tidak tahu asal-usulnya."

"Jika Ayah yakin, insya Allah Aretha akan siap menerima perjodohan ini."

"Kamu serius?"

"Insya Allah, Yah. Aretha ikhlas dengan keputusan Aretha."

"Alhamdulillah," ucap Doni dengan senyuman bahagia, bahkan Aretha pun ikut tersenyum menatap kebahagiaan yang terpancar di wajah sang Ayah.

"Karena bahagia itu sederhana, sesederhana kamu tersenyum dan orang lainpun akan tersenyum ke arahmu." lirih batin Aretha.

💐💐💐

Pagi yang sangat indah, seindah cahaya matahari yang baru saja memunculkan sinarnya, ditemani hawa dingin yang menerpa wajah Aretha.

Pukul 05:30. Masih sangat pagi, namun ia dan sang ayah sudah berada di perkebunan. Kali ini bukan untuk memanen sayuran namun untuk memanen buah semangka.

Lahan pertanian seluas satu hektar itu di penuhi oleh tanaman buah semangka, bukan hanya Aretha dan sang Ayah yang ada di sana, namun ada 15 orang buruh tani lainnya yang akan memanen buah semangka tersebut.

Mengapa sepagi itu? Karena salah satu investor dari perkebunan Doni akan mengambil buah semangka tersebut lebih pagi dari hari biasanya. Investor yang memiliki beberapa restoran dan hotel yang tidak lain adalah Dimas Husein Rabbani.

Doni Anggara dan Dimas Husein Rabbani selain bersahabat mereka juga saling mendukung dalam usaha masing-masing, meski putra dan putri mereka tak pernah bertemu, namun mereka yakin anak-anak mereka akan saling melengkapi satu sama lain, seperti halnya mereka berdua yang selalu saling mendukung dari muda hingga saat ini.

Itulah sebabnya mereka sangat yakin untuk menjodohkan anak-anak mereka.

Aretha yang tipikal anak penurut dan selalu bersikap apa adanya itu membuat Dimas merasa yakin bahwa putranya akan jatuh cinta pada Aretha. Dimas tahu meski putranya sedikit keras kepala, tapi di sisi lain putranya memiliki sifat lembut dan penyayang yang selalu ia sembunyikan dari dirinya.

Dan Dimas 99% percaya bahwa hanya Aretha lah wanita yang cocok untuk mendampingi putranya.

Dilain sisi, Doni menatap wajah ceria putrinya yang sangat bersemangat memanen buah semangka dan bercengkrama dengan buruh tani lainnya. Hal yang sangat indah, hal yang sangat sederhana namun selalu membuatnya bersyukur memiliki putri seperti Aretha.

"Assalamu'alaikum," suara yang sangat ia kenali itu membuat tatapannya beralih.

"Waalaikumsalam. Ini masih pagi sekali, kamu berangkat jam berapa?" tanya Doni pada Dimas yang sudah berdiri di sebelahnya.

"Setelah salat subuh saya langsung ke sini, kalau tahu Aretha akan ikut memanen pasti saya akan ajak Rezvano ke sini."

"Iya, dia bersemangat sekali pengen ikut ke sini, katanya mumpung lagi libur."

"Apa Aretha belum memberikan jawaban atas perjodohan itu?" tanya Dimas dengan nada lembut.

"Sudah."

"Apa dia menolak?"

"Katanya dia ikhlas menerima perjodohan ini."

"Alhamdulillah," ucap Dimas dengan senangnya membuat Doni ikut tersenyum.

"Apa putramu akan setuju?"

"Dia pasti setuju, jangan khawatir."

"Saya hanya ingin dia merawat Aretha dengan baik, Aretha masih sangat muda, rasanya berat bagiku untuk melepasnya."

"Tenanglah Don, insya Allah Rez akan merawat putrimu dengan baik, jika tidak aku sendiri yang akan menghukumnya." ujar Dimas menyakinkan Doni.

Aretha berjalan menghampiri kedua paruh baya itu, "assalamu'alaikum, Om Dimas."

"Waalaikumsalam calon menantu Om. Sekarang Aretha nggak perlu panggil Om lagi, tapi Om ingin Aretha manggilnya Papa seperti Rezvano memanggil Om."

Aretha merasa malu mendengar ucapan Dimas, rasanya ia belum siap untuk dikatakan sebagai calon menantu dan belum siap memanggil orang lain dengan sebutan Papa, namun Aretha hanya mampu menganggukkan kepalanya, sebab ia tak biasa menolak keinginan orang yang lebih tua darinya.

💐💐💐💐💐

Terima kasih telah membaca cerita ini jangan lupa untuk ninggalin jejak vote and coment 🤗

Sampai jumpa di part selanjutnya 🤗

Senior HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang