6. Penyemangat

85 8 0
                                    

Jangan pedulikan mereka yang hanya bisa mencibir mu. Pikirkan'lah orang-orang yang berusaha membuat mu agar selalu bisa tersenyum.


Happy reading 💙

Talia merasa ada sesuatu yang berbeda dari orang-orang menatapnya. Walaupun ia sudah terbiasa ditatap dengan berbagai jenis jenis tatapan, tapi tidak dengan siang ini. Tatapan mereka seolah-olah mencibir Talia, meremehkan Talia. Padahal Talia tidak tahu apa dia punya salah dengan orang-orang itu.

Sampai dimana seorang cewek mendekati Talia dan menghentikan langkah kakinya.

"Oh, jadi ini cewek murahan itu?" tanya cewek itu dengan senyuman miring diwajahnya. Kalimat itu sederhana, tapi sangat menyakiti hati Talia.

"Sok kecantikan banget sih."

"Di bayar berapa lo?"

"Gak usah ke genitan sama Arkel!"

Talia meremas-remas ujung roknya, menyalurkan rasa sakit dari ucapan para betina itu.

Hal yang paling ampuh melukai seseorang adalah dengan ucapan yang bisa mematahkan semangat orang lain.

Sampai dimana Talia merasa tangannya ditarik oleh seseorang. Dia adalah Anwar, pacar Talia.

Talia juga kaget entah Anwar datang dari mana, tiba-tiba datang seperti Ironman.

Anwar membawa Talia kedalam kelas Talia.

"Lia, are you oke?" tanya Anwar. Dari mata Anwar, Talia bisa melihat dengan jelas betapa khawatirnya Anwar dengannya.

Talia menggeleng'kan kepalanya sembari memanyunkan bibirnya.

Anwar langsung membawa Talia kedalam dada bidangnya, mengusap lembut rambut Talia. Nyaman, itu'lah yang Talia rasa'kan saat berada dalam dekapan Anwar.

"Duh maaf mas, mbak saya uwu phobia. Entar saya kejang-kejang, sesak nafas dan juga batuk-batuk, gimana?" tanya Intan yang menginterupsi momen romantis Talia dan Haikal.

"Corona kali," cibir Asep.

"Heh, Asep yang nama gak sesuai sama wajahnya, ngajak gelud?" tanya Intan menantang.

"Lah kok gak sesuai?" tanya Asep bingung, dahinya berkerut samar.

"Muka lo gak ada kasep-kasep nya, yang ada buluq-buluqnya," ejek Intan dengan diakhiri tawanya.

Ingin sekali rasanya Talia mengarungi Intan lalu membuang Intan di samudera Atlantik, agar tidak pulang sekalian. Keromantisannya harus terganggu sama keromantisannya Julehah dan Julihan.

"Nama lo juga sama ya Intan, tapi muka kayak comberan," sewot Asep tak mau kalah.

"Gak usah ngehina nama gue juga bisa gak! Hargain ortu gue yang udah ngasih nama ke gue jingan!"

"Lah situ yang mulai duluan."

"Gini-gini juga visual gue gak kalah sama Irene red Velvet, Jisoo Blackpink."

"Bai, panggil penghulu gih. Capek gue liatin Tom and Jerry berantem mulu rebutan visual," ucap Aurel yang menyuruh Abai si ketua kelas.

"Bukan teman saya itu pak ketua," bisik Talia tepat ditelinga Anwar.

"Baru pertama kali aku ke kelas kamu udah disuguhi drama," ucap Anwar pelan disertai kekehan kecil.

"Tidur sono!"

"Gak usah ngode, ngajak tidur bareng. Gue tusuk tu mata lo!" pekik Intan dengan wajah sangarnya.

"Eh Juleihah, siapa juga mau tidur sama emak-emak rempong kayak lo," tolak Asep mentah-mentah.

"Mulut lo berdua gue tampol pake uang 100 ribu juga entar, biar pada diam," ucap Aurel. Sultan marah mah beda bukan ngemaki, tapi nampol pake duit, mantap gak tuh.

"Sep jangan diam sampai Aurel nampol mulut kita pake duit," teriak Intan nyaring padahal jarak mereka hanya beda satu meja.

Asep mengacukan jempolnya, menyetujui ucapan Intan.

Perdebatan diantara Asep dan Intan terus berlanjut, sampai dimana Aurel muak dengan drama kedua suami istri itu. Mau tidak mau ia harus mengeluarkan uang 200 ribu rupiah agar kedua curut itu bisa diam.

"Puas!"

"Makasih Nyai," ucap Intan sembari menyengir.

"Makasih atas kerja samanya bro, lain kali kita kerjasama lagi ya?" tanya Intan yang tidak punya rasa malu.

"Siap," sahut Asep.

****

Angin sore yang menyejukkan, membuat Talia memejamkan matanya saat angin menerpa wajahnya, membiarkan helaian rambutnya berterbangan dibawa oleh angin.

Talia mengulum senyum saat teringat kejadian tadi siang, dimana Anwar datang menyelamatkan metalnya. Kalau fisik terluka mudah untuk diobati, tapi kalau mental sulit.

Talia banyak-banyak bersyukur kepada Tuhan karena telah mempertemukan dirinya dengan Anwar di tempat pedagang bakso kaki lima itu. Ia harap Anwar adalah tempat terakhirnya untuk berlabuh. Hati Talia sudah terlalu capek mencari tempat untuk ia berlabuh dengan sungguh-sungguh, banyak pelabuhan sementara yang sempat ia singgahi.

Kali ini saja Talia ingin egois, ingin Anwar yang menjadi pendampingnya bukan orang lain. Karena Anwar sudah mengambil alih hati Talia dalam waktu yang sangat singkat.

Talia menyesap susu cokelat panasnya. Ada rasa sedih dihati Talia saat mengingat kalau ia sekarang sudah menyakiti perasaan Anwar, seolah-olah Talia mempermainkan hati Anwar karena tantang gila itu.

"Jangan menyerah kalau tujuannya bukan karena cinta, aku setuju. Tapi, ingat komitmen kita."

Ucapan Anwar yang selalu menjadi penyemangat Talia agar bisa menuntaskan tantangan dari Aurel. Talia tau Anwar pasti kecewa, tapi dia selalu mendukung Talia kalau itu didasari alasan yang baik.

Bersambung....

Kalau suka dengan cerita ini, jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote+comment ya.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang