33. Sibuk

38 7 0
                                    

Terkadang mendiamkan lebih baik, dari pada harus koar-koar, tapi tidak dihargai.




Happy reading 💙

Matanya terfokus pada jalanan yang sedang ramai-ramainya, ia tidak lagi memperdulikan pengendara yang lain. Sekarang yang ada didalam benaknya adalah, bagaimana bisa sampai ke rumah 'dia' dengan secepat mungkin.

Ditambah emosi yang sudah diatas ubun-ubun membuat ia menjadi membabi buta mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi, seperti orang yang sedang kesetanan.

Dari tadi juga sudah lebih dari pulahan pengendara lain yang mengklaposon dan juga meneriaki dirinya, agar bisa mengurai kecepatan motornya yang berbahaya bagi dirinya dan pengendara lainnya. Tapi ia, tidak mengubiskan itu semua, seolah-olah ia tuli.

Saat ia melihat seorang yang baru saja turun dari motor, dengan cepat ia menambahkan kecepatan gas nya dan berhenti dengan mendadak yang sontak membuat dua orang itu berjingit kaget.

Anwar turun dari motornya, melepaskan helmnya dengan kasar. "Pergi lo!" murka Anwar yang mendapatkan tatapan bingung dari keduanya.

"Slow Bro," ucap Iqbal dengan tampang jenakanya.

"Pulang atau gue patahin tulang lo sekarang!" marahnya dengan wajah yang merah padam.

Talia yang melihat wajah Anwar yang sedang tidak bisa diajak bercanda langsung menyuruh Iqbal pulang.

"Hati-hati ya, harimau marah." Setelah itu Iqbal langsung pergi.

Setelah Anwar pergi Talia langsung membalikkan tubuhnya, bermaksud ingin pergi tanpa memperdulikan keberadaan Anwar.

Tapi Anwar lebih dulu mencengkram erat tangan Talia, sampai membuatnya meringis karena kesakitan.

"Sakit War," ringgis Talia sembari menghentak-hentakkan tangannya, berharap agar Anwar melepaskan cekalan tangannya, tapi sayang tenaga Anwar terlalu kuat, tidak sebanding dengan tenaganya yang lemah.

"Apa gak bisa nunggu aku sebentar ... harus banget minta anter pulang sama cowok lain?" tanya Anwar dengan menatap tajam ke arah Talia.

Talia membalikkan badannya, tersenyum miring ke arah Anwar. "Aku gak ada minta dianterin sama kak Iqbal," tekannya.

"Oh sekarang manggilnya kak ya," ucapnya dengan menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Salah? Dia kakak kelas aku'kan gak masalah. Kamu juga gak keberatan tuh dipanggil kakak sama adek kelas," sindir Talia.

"Aku gak suka kamu pulang bareng sama cowok lain!" geram Anwar.

"Aku lebih gak suka kalau punya cowok yang selalu kasar sama ceweknya ... kamu berubah Anwar," lirih Talia.

"Kamu bukan Anwar yang aku kenal beberapa Minggu yang lalu. Kamu siapa? Kenapa akhir-akhir ini kamu selalu jadiin aku sebagai bahan pelampiasan kemarahan kamu!" teriak Talia sembari memukul dada Anwar dengan sebelah tangannya.

"Aku sibuk Lia, tugas OSIS menumpuk, kamu liat tadi kan?"

"Minggu lalu kamu ada tugas OSIS, tapi kamu bela-belain buat nemenin aku, buat ngurusin Sora sama Ai," tutur Talia.

"Ngertiin aku Lia, aku tau kamu bukan kekanak-kanakan lagi. Seharusnya kamu ngertiin kesibukan aku, bukan malah minta aku buat selalu sama kamu." Anwar menatap lekat ke arah Talia.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang