36. Perasaan Aneh

56 7 0
                                    

Rasanya aneh saat melihat mantan, bermesraan dengan pacar barunya.


Happy reading 💙

Setelah Intan yang berjuang mati-matian untuk membujuk Talia agar pergi ke kantin, akhir bisa luluh juga.

Semua makanan yang masuk ke dalam mulut Talia rasanya hambar, bahkan coletahan dari Intan tidak lagi terdengar lucu di telinganya.

Ia menatap tanpa minat ke arah bakso yang sudah di belikan oleh Intan. Biasanya Talia akan lahap kalau berhubungan dengan masalah bakso.

"Ayok Lia makan. Lo gak kasian apa sama dompet gue yang menipis karena ngetraktir lo," celetuk Intan.

"Ini gak seberapa Tan, gak sampe 20 ribu juga," sahut Talia dengan malas.

"Ya sama aja."

Talia menggidikan bahunya tak acuh.

"Lo kenapa lagi sih Lia? Bukannya tadi udah ada kemajuan?" Intan masih berusaha untuk mengajak Talia berbicara. Intan hanya takut kalau Talia terus diam akan dirasuki oleh hantu sekolah, kan seram.

"Menurut lo, kenapa cowok gak puas hanya dengan satu cewek Tan?" Talia mulai menyeruput kuah bakso.

Intan nampak berpikir sejenak lalu kembali berujar, "Itu tergantung sama cowoknya sih Lia, kalau dia bersyukur dengan apa yang dia miliki dia gak bakalan mau cari yang baru."

"Apa gue kurang cantik?" Kini Talia menatap ke arah Intan sepenuhnya.

Dengan cepat Intan menggelengkan kepalanya, tanda bahwa apa yang diucapkan oleh Talia tidak lah bener.

"Lo bukannya gak cantik, lo cantik banget malah. Sampe gue aja insecure. Lagian kalau lo gak cantik gak mumgkin lo jadi incaran kaum adam Lia," ucapnya.

"Terus kenapa Anwar tega duain gue? Bahkan sama sahabat gue sendiri?'

"Gini Lia, sesetia apapun seorang cowok, tapi kalau dipepet terus bakalan luluh juga."

"Jadi Aurel yang goda Anwar?"

"Maybe, karena gue pernah cyduk Aurel lagi liatin foto Anwar, dulu sebelum lo ada hubungan sama Anwar. Mungkin Aurel udah suka dari dulu sama Anwar." Intan menyeruput es tehnya sembari melihat ke arah pintu kantin.

Mendengar ucapan Intan barusan membuat Talia bungkam. Apa selama ini dia yang sudah menikung Aurel?

"Jadi gue yang salah?" Talia kembali bertanya.

"Enggak, soalnya lo kan gak tau, yang salah Aurel dia terlalu terobsesi untuk memiliki Anwar. Sampai-sampai gak mikirin perasaan sahabatnya sendiri." Terdengar ada nada kecewa dari ucapan Intan barusan.

"Apa mungkin cowok sunda waktu itu Anwar?" Talia tiba-tiba saja teringat bahwa dulu Aurel pernah mengatakan bahwa ia bertemu dengan orang Sunda.

"Mungkin."

Talia hanya bisa mendesah pelan. Bisa-bisanya ia sampai tidak sadar dengan segala kode yang Aurel berikan, bahkan lebih parahnya Talia sendiri lah yang menyuruh Aurel untuk belajar bahasa Sunda dengan Anwar.

"Gue denger-denger rumornya bahwa kak Arkel sama kak Nadya pacaran." Tatapan Intan lurus menatap ke arah dua orang yang baru saja memasuki area kantin.

Talia melihat ke arah tatapan Intan, disitu ia melihat Arkel memasuki kantin dengan bersama seorang cewek yang memungkinkan itu adalah Nadya.

"Cantik," gumam Talia saat melihat Nadya yang sedang tersenyum. Dari kejauhan saja aura kecantikan Nadya sudah terlihat apalagi kalau dari dekat.

Intan menganggukkan kepalanya, setuju dengan ucapan Talia.

"Jelas kak Nadya udah dua tahun berturut-turut menyandang gelar sebagai Princess di sekolah SMA Bangsa." Intan masih saja melihat pergerakan di antara keduanya, takut-takut nanti ada momen uwu.

"Gak tau akhir tahun ini apakah bakalan ada yang bisa ngegeser posisi kak Nadya sebagai seorang Princess," sambung Intan.

"Tapi gue gak pernah liat kak Nadya," ucap Talia.

"Ck, kak Nadya sering ngewakilin sekolah kita kalau ada acara-acara, jadi maklum lah lo jarang liat dia di sekolah," tuturnya. Walaupun Intan bisa terbilang siswi baru, tapi ia mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan SMA BANGSA, sama seperti tadi.

Talia membulatkan mulut sembari mengangguk paham.

Talia masih melihat ke arah Arkel dan Nadya. Arkel sadar bahwa ia sedang diperhatikan lalu membalikkan badannya.

Tatapan keduanya langsung bertemu, setelah cukup lama Talia tidak melihat tatapan tajam dari cowok itu. Tapi pandangan keduanya hanya bertahan beberapa detik saja, setelah itu Arkel memutuskan kontak mata di antara keduanya.

Entah sengaja atau memang tidak, Arkel langsung mengelus pelan rambut panjang Nadya, yang sontak saja membuat keduanya menjadi sorot pandang orang yang ada di dalam kantin, tidak terkecuali Talia.

Talia langsung mengalihkan pandangannya, ia memutuskan untuk kembali fokus kepada makanannya yang sudah mulai dingin.

Ada sesuatu aneh yang Talia rasakan saat melihat Arkel mengelus rambut Nadya, rasanya sangat tidak nyaman. Mungkin, karena dulu ia pernah diperlakukan selembut itu oleh orang yang sama. Apa Arkel merasakan hal yang sama saat melihat ia bersama dengan Anwar?

***

Seorang wanita berparuh baya terlihat sangat sibuk dengan kegiatannya yang sedang mengurus makanan.

Tanpa rasa lelah ia terus melanjutkan perkejaan sebagaimana ibu-ibu yang lain, yaitu menyiapkan makanan malam.

Sebuah tangan melingkar erat di pinggangnya membuat sang empu berjingit kaget. Saat ia menoleh, ia mendapati anak gadisnya yang sedang memeluknya dengan erat.

"Ada apa?" tanya Tari yang sudah hafal dengan tingkah aneh dari Talia.

"Ayah marah gak sama Lia, Bunda?" Talia masih memeluk pinggang sang bunda dengan erat.


"Marah kenapa?" Tari kembali bertanya.

"Itu karena udah pernah punya hubungan sama anak dari pelaku penabrak lari almarhum Ayah." Rasa bersalah dan penyelesaian melanda Talia sekarang. Ia berharap Ayahnya tidak marah di alam sana.

"Enggak Lia sayang. Siapa yang tau Anwar adalah anak dari pelaku tabrak lari alm. Ayah. Gak usah merasa bersalah ya, gak usah sedih berlebihan. Bunda tau Lia patah hati, kecewa, tapi tetap aja gak boleh berlebihan." Tari menasehati Talia dengan suara lembutnya.

Talia sudah memberitahu Tari tentang pelaku tabrak lari alm. Ayahnya 5 tahun yang lalu. Ia juga sudah kembali membuka kasusnya dan menyuruh para polisi agar secepat mungkin menangkap ayah Anwar. Walaupun Talia dan Tari sudah memaafkan, tapi yang namanya kesalahan harus dihukum biar orang bisa jera.

"Bunda, apa Lia juga salah membenci sama Anwar?" Terlihat dari wajah Talia ada kesedihan yang amat sangat mendalam yang ia rasakan sekarang.

Tari melepaskan tangan Talia yang melingkar di pinggangnya, lalu menatap Talia dengan seulas senyuman manis di bibirnya.

"Sebagai seorang muslim kita gak boleh saling membenci, apa lagi sampai iri hati. Sejahat apapun ayahnya, anaknya gak patut untuk dibenci, walaupun Anwar udah nyakitin Lia. Dengan gak berhubungan lagi sama Anwar udah lebih dari cukup. Gak harus saling membenci kan?"

Talia tertegun saat mendengar penuturan dari wanita berparuh baya di hadapannya ini, bagaimana bisa Tari mempunyai hati sebaik itu?

Saat Talia ingin protes, tapi akhirnya ia memiliki menganggukkan kepalanya. Apa yang diucapkan oleh Tari tidak ada yang salah. Ia hanya perlu memaafkan, walaupun nyatanya itu sangat susah.

Bersambung...

Jangan lupa vote+comment ya.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang