8. Malam

70 8 0
                                    

Jangan lupa untuk selalu bersyukur disaat kita bertemu dengan orang baik.

•••

Happy reading 💙

•••

Hari sudah gelap, matahari sudah kembali ke peraduannya dan kini posisinya di gantikan oleh cahaya bulan purnama yang terang menerang.

Talia masih memakai baju seragamnya karena ia harus ke tempat Intan terlebih dahulu, jadinya ia tidak bisa mengganti pakaian.

Ketiganya menonton drama Thailand di rumah Intan, semua ini atas usulan Intan walaupun Talia sudah menolak, tapi memang dasarnya Intan itu keras kepala, tidak mau mengalah membuat Talia mau tak mau ikut ke rumah Intan.

"Gara-gara lo nih Tan, gue pulang malam," omel Talia saat ketiganya sudah berada di luar rumah Intan.

"Heh! Lo kali yang ketagihan nonton episode demi episode," ucap Intan tak mau kalah.

"Ya habisnya alur ceritanya bikin gue penasaran," ucap Talia membela diri.

"Bilang aja karena pemainnya mas Terang," cibir Intan.

"Nah itu juga," ucap Talia sambil mengulum senyumnya.

Menurut Talia kalau cuman satu episode nonton drama Bright, tidak akan pernah puas. Apalagi senyuman Bright yang bisa membuat jantung Talia berpacu kencang.

"Lia mau gue anter?" tanya Aurel yang menginterupsi obrolan Intan dan Talia.

Talia menggelengkan kepalanya. "Gak usah Rel, gue bisa sendiri kok," tolak Talia.

"Serius?" tanya Aurel lagi. Pasalnya ini sudah malam, Aurel hanya khawatir kalau ada apa-apa dengan sahabatnya.

"Gue udah pesan ojol Rel, gak usah khawatir," ucap Talia yang berusaha meyakin'kan Aurel, bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Tap .... "

"Nah tuh ojolnya," ucap Talia sambil menunjuk ojol yang sedang menghampirinya.

"Talia?" tanya ojol itu.

"Iya mas."

"Dah gue duluan," ucap Talia sembari melambaikan tangannya kepada kedua sahabatnya.

Talia menikmati angin malam yang menerpa wajahnya. Selain suka Anwar, ia juga menyukai angin. Entah kenapa rasanya angin membuat pikirannya tenang, semua masalah beratnya akan hilang bersamaan dengan tiupan angin yang menerpa wajahnya.

Saat sedang asik menikmati sejuknya angin malam, tiba-tiba saja motor yang Talia naikin berhenti di tengah jalan yang sepi, sontak saja Talia langsung panik.

"Eh, kenapa nih?" tanyanya.

"Kayaknya mogok mbak," ucap ojol itu.

"Lain kali dibawa ke bengkel dong mas," protes Talia sembari turun dari motor.

"Maaf mbak, kemaren udah saya bawa ke bengkel kok," ucap ojol itu, raut penyesalan sangat ketara di wajahnya.

"Motor mas grogi paling dinaikin sama cewek secantik saya," ucap Talia yang sombong dengan visual yang ia miliki.

"Saya juga grogi mbak,", ucap ojol itu sembari menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

"Iya tau kok. Tangan mas nya tiba-tiba gemetaran dadakan pas saya naik."

Wajah si ojol langsung memerah malu, karena Talia menyadari kegrogiannya.

"Belum saya peluk udah gemetaran, gimana kalau saya peluk, bisa-bisa pingsan di tempat si mas nya," celetuk Talia diakhiri kekehan. Ia sangat suka menggoda kaum adam yang grogi saat berdekatan dengan dirinya.

"Bukan pingsan lagi mbak, bisa-bisa saya mati karena kehabisan nafas," cerocoh si ojol. Jangan lupakan matanya yang tidak pernah teralihkan dari wajah cantik Talia.

Talia hanya terkekeh mendengar ucapan tukang ojol itu. Ingin tertawa, tapi ia juga harus menjaga image agar terlihat anggun dan juga menawan.

"Dulu mama si mbak Talia ngidam apaan? Kok bisa anaknya blasteran bidadari," ucap si ojol itu, yang lagi-lagi selalu memuji kecantikan Talia disetiap kalimat yang ia ucapkan.

"Kasih rahasianya dong mbak, istri saya lagi hamil dan saya mau anaknya cantik kayak mbak," sambungnya.

"Tergantung sama gen mas. Saya udah cantik dari zigot, gak bisa diganggu gugat lagi, valid no debat!"

"Yah, padahal saya mau keturunan kami bisa cakep gak kayak ortunya," ucap si tojol dengan wajah yang terlihat kecewa.

"Kerja aja yang rajin mas, cari duit banyak-banyak. Kalau udah kaya, punya wajah cantik bakalan gampang, asalkan ada money nya!" seru Talia sembari memberikan semangat disetiap kata-katanya.

"Bener juga." Perlahan-lahan senyuman kembali terukir di wajahnya.

"Eh kok malah ngobrol," ucap Talia yang sadar bahwa ia masih di pinggir jalan yang sepi.

"Mbak cari ojol yang lain aja, gratis lah buat mbak Talia. Makasih udah kasih saya nasihat," ucap si ojol itu dengan tulus.

"Gak usah mas, nih ongkosnya. Lumayan nambah uang mas, buat modal bersalin istrinya nanti. " Talia memberikan uang 10 ribu, lalu melenggang pergi.

"Makasih mbak!" teriak si ojol itu, yang dibalas acungan jempol dari Talia.

Talia menggelengkan kepalanya, ia tersenyum saat mengingat obrolannya dengan si tukang ojol itu. Ada rasa bersyukur terbesit di hati Talia, karena mendapat ojol yang baik.

Pandangan mata Talia mengawasi jalanan yang nampak sunyi, hembusan angin langsung membuat bulu kuduk Talia berdiri. Entah kenapa rasanya saat kita sedang sendirian dan saat sedang berdua tiupan angin terasa sangat berbeda.

Talia tidak menyukai angin seperti itu, karena saat angin datang di kala ia sendiri rasa takut pasti langsung menghampiri Talia.

Brukk...

Talia terpenjarat kaget saat mendengar sesuatu terbentur dari arah gang sempit yang nampak gelap itu.

Langkah kaki Talia otomatis terhenti karena suara itu. Mata Talia berusaha menerobos apa yang sedang terjadi di gang gelap itu. Tapi sayang Talia tidak bisa melihat apapun, karena tidak ada cahaya sama sekali di gang itu.

Saat Talia melihat ada seorang yang berlari keluar dari gang, tanpa pikir panjang ia juga berlari meninggalkan gang itu.

Jantung Talia berdegup kencang, bagaimana tidak seorang laki-laki bertubuh jangkung mengejar Talia. Sungguh Talia takut sekarang, di dalam hati Talia merapalkan doa yang ia hafal, berharap kalau ia akan selamat, setidaknya jika tidak selamat Talia akan masuk surga karena meninggalkan disaat sedang membaca doa.

Talia memacu larinya agar lebih cepat, tapi nafas Talia sudah tidak beraturan. Rasa capek tidak bisa Talia tahan lagi, maka dengan itu ia memberhentikan larinya.

Baru Talia menarik nafas, tangannya sudah ditarik oleh seseorang yang bertubuh jangkung itu.

Mata Talia sontak saja membulat menatap pria bertubuh jangkung yang menarik tangannya. "Eh," kagetnya.

Saat Talia ingin protes tiba-tiba saja teriakan nyaring terdengar dari arah belakang mereka.

"Arkel bajingan!"

Bersambung....

Kalau suka jangan lupa vote+comment ya.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang