19. PMS

70 8 0
                                    

Sudah harus menahan rasa sakit yang datang tiap bulan, ditambah lagi, harus menahan rasa sakit karena ditinggalin oleh cowok pas lagi sayang-sayangnya.



Happy reading 💙

Sinar matahari masuk masuk menembus tirai gordennya.

Talia mengeliat sembari membuka perlahan matanya, mengerjapkan matanya berkali-kali berusaha untuk menetralkan cahaya yang masuk kedalam netranya.

Setelah nyawa Talia terkumpul sepenuhnya, ia terduduk di atas ranjangnya.

Talia mengerutkan keningnya, menatap kesekeliling ruang, kapan ia berada di dalam kamar? Bukannya tadi malam seingatnya, mereka berdua dengan Arkel tertidur di ruang tamu bersama.

Walaupun Talia sudah mati-matian menahan kantuknya agar tidak tertidur bersama dengan Arkel namun, nyatanya mata Talia tidak mendukung. Ia malah tertidur dan tiba-tiba saat bangun tidur ia sudah berada diatas kasur.

"Akh... " ringis Talia yang merasa nyeri di bagian perutnya.

Talia mengambil ponselnya yang tergeletak di samping tubuh Talia.

16 Oktober 2020. Pantas saja perut Talia sakit ternyata hari ini ia sedang kedatangan tamu dari bulan. Menyakitkan, itulah yang didapati setiap wanita saat PMS, dan itu juga menunjukkan bahwa wanita sangat kuat untuk menahan rasa sakit sekalipun.

Untungnya hari ini, hari Minggu jadinya Talia bisa beristirahat seharian.

****

Saat sudah siang hari pun Tari belum pulang-pulang juga, padahal di rumah Talia sedang menahan nyeri yang sangat luar biasa sakitnya.

Talia berdiam di atas kasurnya, sembari menekan perutnya dengan guling, berharap cara itu akan mengurangi rasa nyeri dipinggangnya.

"Intan sama Aurel kemana sih, kok belum datang juga," ucap Talia lirih.

Tenangnya sudah tidak ada lagi untuk marah-marah karena dari tadi pagi Talia belum makan apapun.

Ceklek

Talia langsung menatap ke arah pintu kamarnya. Terpampang'lah seorang cowok dengan postur tubuh jangkung. Jangan lupakan di tangan kanannya, menenteng kantong plastik.

Talia mengerutkan keningnya, bingung dengan kehadiran Arkel yang tiba-tiba datang ke rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya.

"Masih sakit?" tanya Arkel dengan melangkah mendekati ke arah Talia.

"Tau dari mana?" tanyanya bingung.

"Gak penting," sahut Arkel acuh.

Talia mendengus kesal, selalu saja seperti itu bila ditanya.

"Gue bawain lo bubur ayam sama obat pereda nyeri," ucap Arkel sembari mengeluarkan makanan yang ia bawa di dalam kantong plastik.

"Bentar gue ambil mangkuk sama bikinin lo teh panas." Arkel langsung pergi, tanpa menunggu jawaban dari Talia.

Talia menatap punggung Arkel yang mulai menghilang di balik pintu kamarnya. Hati Talia tiba-tiba menghangat saat merasa diperhatikan oleh Arkel seperti ini.

Setelah lima menit Arkel datang membawa mangkuk dan juga segelas teh panas untuk Talia

"Makan dulu terus lo minum obat," ucap Arkel dengan wajah datarnya.

Talia menggeleng'kan kepalanya. "Gue gak suka bubur," gumam Talia.

Tatapan Arkel berubah jadi tajam, menatap kedua manik mata Talia. "Gue udah bilang kan terbiasa sama sesuatu yang baru, kalau lo sendiri belum nyoba gimana lo bisa bilang gak enak."

"Gue udah coba, tapi tetap gak enak," ucap Talia jujur. Dulu Talia mengira bubur ayam itu enak karena banyak penggemarnya, tapi saat Talia memakannya tiba-tiba saja Talia ingin muntah.

"Gue gak suka semua jenis bubur," sambungnya.

Arkel langsung mengambil mangkuk yang berada di atas kasur Talia, lalu mulai menyuapi Talia. " buka atau gak lo terima akibatnya!" ancam Arkel.

Walaupun Talia protes tapi mulutnya perlahan terbuka, agar Arkel bisa menyuapinya.

Talia memejamkan matanya saat bubur itu mulai masuk kedalam mulutnya, masih tidak bisa melupakan rasa bubur ayam 6 tahun yang lalu.

Tapi detik berikutnya Talia membuka matanya, menatap Arkel dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa rasa bubur ayam kali ini sangat enak, berbeda jauh dengan bubur ayam yang ia makan 6 tahun yang lalu.

"Enak?" tanya Arkel yang memperhatikan mimik wajah Talia.

Talia mengangguk'kan kepalanya sembari tersenyum. "Enak Kak," sahutnya.

"Lanjut makan lagi," ucap Arkel yang mulai menyuapi bubur ayam itu sampai habis kepada Talia.

"Minum," suruh Arkel sembari menyodorkan teh hangat dan juga satu kapsul obat pereda nyeri.

Talia menurut saja, ia meminum teh hangat bersamaan dengan obat pereda nyerinya.

"Makasih," ucap Talia tulus.

Arkel menaikan sebelah alisnya.

"Makasih karena kak Arkel selalu bisa bikin gue suka sama hal-hal yang gak gue suka, makasih juga buat perhatiannya," ucap Talia sembari tersenyum manis kearah Arkel.

"Cepat sembuh," ucap Arkel sembari mengusap pelan rambut Talia.

****

"Pacar lo kemana dih Lia?" tanya Intan sembari memperhati'kan barisan kelas tiga yang sudah bubar.

"Gak tau," sahut Talia ketus.

Intan mendesah pelan, pagi-pagi ia tidak mendapati asupan cogan. Rasanya seperti bakso tanpa micin, walaupun enak, tapi seperti ada yang kurang lengkap.

"Lesu amat Tan," tegur Asep saat ketiganya sudah masuk ke dalam kelas.

"Biasa Intan mau nunjukin bakat pelakornya, nyari-nyari cowok orang," sindir Aurel yang tidak serius dengan ucapannya.

"Astaghfirullah Tan tobat napa. Dosa ghibah lo aja udah banyak, ditambah lo nyakitin perasaan teman lo sendiri. Mau masuk neraka tingkat jahannam yang paling waw itu?" cerocos Asep.

Ctak

Intan langsung menarik rambut Asep tampa ampun, biar gundul sekalian, mampus!

"Aww, ampun Tan," ringgis Asep kesakitan.

Intan melepaskan tangan lentiknya dari rambut Asep. "Gak usah cari gara-gara sama gue," desis Intan tajam.

"Sialan nih Tante girang," gumam Asep sembari memegang kepalanya yang masih nyut-nyutan karena dijambak sama kucing garong.

"Lo bilang apa?" tanya Intan sembari melototkan matanya.

"Setan astaghfirullah," ucap Asep lalu berlari keluar dari kelas.

"Asep gue penggal kepala lo!"

Asep hanya terkekeh mendengar teriakan Intan dari luar kelas, ia senang kalau membangunkan macan betina lalu meninggalkannya saat sudah marah, itulah yang dinamakan fakboy sejati.


Bersambung....

Kalau suka jangan lupa divote+comment ya.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang