12. Cup

89 8 0
                                    

Karena yang pertama selalu berkesan, walaupun yang terakhir adalah penutup dari semuanya

•••

Happy reading 💙

•••

Malam sudah semakin larut, tapi mata Talia enggan untuk menutup. Talia masih setia duduk di pinggir jendela kamarnya, sembari meratapi apa yang barusan terjadi beberapa jam yang lalu.

Rasa sakit di hati Talia masih terasa adanya, tanpa sadar Talia sudah menjatuh'kan hati sepenuhnya kepada Anwar, yang notabennya sekarang menjadi mantan terindah, karena Anwar akan selalu Talia kenang sampai nanti.

Entah berapa puluh tisu sudah Talia buang ke tok sampah, sampai rasanya air mata Talia enggan untuk keluar lagi.

Talia tersenyum kecut saat melihat sinar sang rembulan yang seolah-olah memberikan semangat untuk Talia.

Detik kemudian ia kaget saat melihat seseorang dengan memakai hoodie hitam mendekat ke arah jendelanya, buru-buru Talia menutup tirai gordennya.

Talia menatap ke sekeliling kamarnya mencari sesuatu untuk jadi senjatanya. Mata Talia langsung mendapati raket nyamuk yang tergeletak di atas kasurnya.

Setelah Talia mengambil raket nyamuk, ia mengendap-endap lalu berdiri di samping jendela, bersiap untuk menyengat si maling.

Krekk...

Bunyi jendela kamar Talia yang dibuka secara paksa, maka dengan itu Talia mengeratkan pegangan tangannya dibbatang raket nyamuk.

Saat cowok berhasil masuk ke dalam kamar Talia langsung memukul cowok itu tanpa ampun dengan raket nyamuk yang menyala.

"Aww ... aww .... "

Talia langsung menghentikan aktivitasnya, suaranya seperti tidak asing.

"Sakit goblok," decak cowok itu karena kena sengatan listrik dan juga pukulan dari raket nyamuk.

"Lo? Ngapain disini?" Air wajah Talia langsung berubah menjadi tak suka.

"Gue tau lo sedih, gue disini cuman mau menghibur lo," ucap Arkel sembari mengacungkan gitar yang ia bawa di tangan kanannya.

"Gak perlu!" tolak Talia mentah-mentah.

Arkel berdecak lalu ia menarik tangan Talia keluar kamar dengan santai, tanpa rasa takut akan ketahuan oleh Tari.

Setelah sampai di depan rumah Talia langsung menghentakkan tangannya agar genggaman tangan Arkel terlepas.

"Lo bego atau emang gak punya otak dari lahir?! gimana kalau nyokap gue liat lo keluar kamar gue bego!" Talia yang menatap tajam ke arah Arkel.

Arkel mengangkat bahunya, tak acuh lalu memilih duduk di kursi sembari mulai menyetel gitarnya.

Talia menatap sengit ke arah Arkel, bisa-bisanya cowok itu mengabaikan Talia saat sedang marah seperti ini.

Arkel mendongakkan kepalanya, menatap Talia yang masih berdiri. "Gak duduk?" tanya Arkel.

"Saraleo!"

Arkel mengerutkan keningnya. "Artinya?"

"Brengsek!"

"Kok ngegas, gue kan nanya baik-baik," dengus Arkel.

"Itu artinya Aolimi," ucap Talia yang gemes. Ingin rasanya Talia berteriak namun, apa daya ia tidak ingin mati muda karena amukan warga.

Arkel lagi-lagi tak menyahut ucapan Talia, ia kembali fokus kepada gitarnya.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang