27. Bimbang

55 8 0
                                    

Keduanya ibaratkan seperti soal pilihan ganda yang mempunyai dua pilihan, pilih satu hati setuju, pilih dua hati setuju.


Happy reading 💙


"Hay semuanya," ucap seseorang.

Intan, Aurel dan Asep langsung berbalik saat mendengar suara seseorang yang sangat tidak asing di telinga mereka.

"Lia!" seru Intan kegirangan.

"Lia, gue rindu," timpal Aurel.

"Talia," ucap Asep.

Ketiganya tidak bisa lagi menahan senyumnya, rasa sedih mereka seolah-olah hilang saat melihat sosok yang selama 3 hari belakangan ini mereka rindukan kehadirannya.

"Peluk dong," rengek Intan dengan merentangkan kedua tangannya yang langsung disambut oleh Talia dan Aurel.

"Kangen banget sumpah," adu Intan saat ketiganya sudah selesai berpelukan.

"Hooh Lia, gak ada lo gak asik," ungakap Aurel.

"Gue kehilangan semangat Lia," timpal Asep dengan wajah yang memelas.

"Yue si anjir jangan modus dulu napa!" cibir Intan.

"Siapa yang modus Julihah, gue jujur ini," ucap Asep membela diri.

"Lia cerita dong kenapa lo sampai bisa diculik," ucap Aurel dengan suara yang ia pelan kan.

Jadi, selama 3 hari tidak ada yang tahu Talia diculik, hanya mereka bertiga yang tahu. Karena Arkel tidak akan segan-segan menghabisi siapapun yang menyebar berita kalau Talia diculik.

Saat Talia tidak hadir Arkel juga akan memberikan surat yang artinya Talia sedang sakit, sampai-sampai tidak bisa membuat Talia datang ke sekolah untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya.

"Nanti gue cerita, soalnya bu Siti udah ada di depan," bisik Talia.

Sontak ketiganya menatap ke arah depan, dan benar saja bu Siti selaku guru mapel matematika sudah berada di depan.

****

Brakk

Intan menggebrak meja kantin yang mengundang perhatian beberapa orang yang ada di dalam kantin.

"Idaman banget pokoknya!" seru Intan.

"Hooh Lia, mau dong ada diposisi lo, gue gak papa kehilangan harta benda gue, ikhlas dunia-akhirat gue mah," celetuk Aurel.

Talia menyeruput teh es nya. "Gila lo Rel, malah gue mau berada diposisi lo yang kelebihan harta," ucap Talia sembari menggelengkan kepalanya.

"Hooh si Nyai kalau ngomong gak bismillah dulu, ucapan kan doa Nyai," timpal Intan.

"Bagus dong kalau gitu," ucap Aurel kelewatan santai.

"Ck, kadang sultan pikirannya emang aneh," gumam Intan.

"Eh, tapi kok kak Arkel tau lo ada di sana?" tanya Aurel dengan wajah yang serius.

"Gak tau juga. Si pelaku juga sebut-sebut nama Arkel, pokoknya ada kaitannya sama Arkel."

"Musuh?"

"Mungkin."

"Kok lo gak nanya sama kak Arkel tentang hubungannya sama semua ini." Intan menatap wajah Talia dengan seksama.

"Buat apa, gue gak punya hak lah," kilah Talia. Sejujurnya di dalam hati ia juga ingin bertanya tentang siapa Haikal dan apa hubungan mereka.

****

Saat bel pulang Talia dengan tergesa-gesa membereskan peralatan sekolahnya. Hanya untuk melihat apakah hari ini Arkel masuk sekolah atau tidak. Dari tadi pagi, ia tidak melihat keberadaan Arkel di kantin maupun di lapangan basket.

"Gue duluan ya!" teriak Talia sembari berlari keluar kelas.

"Kenapa dia Rel?" tanya Intan heran.

Aurel hanya mengangkat bahunya, tak acuh.

Mata Talia berlarian ke sana ke mari, melihat satu persatu siswa yang keluar dari kelas 12 IPS 1. Tapi sampai, siswa terakhir yang keluar dari dalam kelas Talia tidak menemukan kebenaran Arkel.

Sampai dimana suara seseorang mengejutkan Talia. "Nyari Arkel?" tanya sebuah suara.

Talia membalikkan badannya, melihat siapa pelakunya dan ternyata Anwar.

"Enggak," alibi Talia.

"Gak usah bohong," ucapnya sembari menatap kedua mata Talia untuk mencari kebenaran.

"Hm," dehem Talia.

"Arkel gak ada. Kalau mau pulang mending bareng gue, lebih aman dari pada pulang sendiri."

"Gak usah kok," tolak Talia.

"Masih belum jera diculik gara-gara pulang sendiri?" tanya Anwar sambil menatap wajah Talia.

Kedua bola mata Talia membulat sempurna. "Kok tau," ucapnya heran.

"Ayok pulang," ajak Anwar yang langsung menarik tangan Talia, tanpa menjawab ucapan Talia yang tadi.

Talia menatap punggung Anwar, entah mengapa ia merasa Anwar sekarang berbeda bukan lagi yang dulu. Dari nada bicara Anwar juga berbeda, lebih ke intinya, tidak pakai basa-basi lagi. Apa segitu kecewanya Anwar sekarang?

Keduanya berhenti di samping motor Anwar yang terparkir rapi di parkiran.

Seperti biasa Anwar selalu memasang helm untuk Talia walaupun gadis itu sudah menolak tadi.

"Apa semuanya benar-benar berakhir?" Pertanyaannya dari Anwar seketika langsung membuat Talia bungkam.

Digantungi tanpa sebuah kepastian itu melelahkan dan juga menyakitkan. Lelah karena harus menunggu sampai semua itu terjadi, menyakitkan karena harus melihat dia bersama orang lain.

Bersambung....

Kalau suka jangan lupa vote+comment ya. Kritiknya juga:*

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang