37. Merenung

59 7 0
                                    

Happy Reading 💙

Asap rokok mengepul di udara, saat ia menghembuskan asap rokoknya itu dari bibir tipisnya. Matanya dari tadi tidak lepas dari seseorang gadis yang sedang berjalan sendiri, tanpa ditemani oleh kedua sahabatnya yang biasa menemani dirinya.

Sebuah tangan yang menepuk pundaknya, membuat ia menoleh. Alisnya kirinya terangkat, minta penjelasan dari seorang cowok yang telah menepuk pundaknya tadi.

"Lia makin cantik aja ya, gue jadi pengen dekatin dia apalagi sekarang status Lia jomblo," ucap Abim sembari melihat ke arah objek yang dari tadi di pandang oleh cowok itu.

Dahinya berkerut samar, 'jomblo?' Bukannya gadis itu sudah kembali bersama sang mantan tercintanya itu.
Tapi ucapan Abim selanjutnya menjawab pertanyaan yang terlintas di benaknya.

"Gue denger Talia udah putus sama Anwar, dan parahnya Anwar selingkuh sama teman Talia sendiri, salah satu orang yang paling kaya di sekolah kita."

Cowok itu tersenyum miring. Ia sudah beberapa kali mengatakan kalau Anwar adalah bajingan ulung yang bersembunyi di balik wajah polosnya, tapi gadis itu tetap saja tidak mau perduli, pada akhirnya dia juga yang merasakan sakit hati.

"Oh iya acara cewek kapan?" tanya Malik yang sedang duduk anteng di lantai koridor sekolah.

"Allahuakbar pengemis, ngapain lo gabung sama kita?" celetuk Abim saat melihat Malik.

"Yue si anjir! Kalau ngomong pake bismillah dulu kek, biar ucapannya berfaedah juga," sewot Malik.

"Eh si kakak, minta kacang dong, mulut gatal mau makan sesuatu." Malik melambaikan tangannya pada seorang cowok berkulit hitam, namun keberadaannya diabaikan oleh cowok berkulit hitam itu.

"Woy Budi lo budek ya!" teriak Malik.

Cowok yang bernama Budi itu pun menoleh. "Lah katanya minta kacang," ucapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Bukan itu Solimi!" geram Malik. Tangannya langsung mengambil paksa bungkus kacang yang ada di tangan Budi.

"Itu punya gue, dasar penjaga neraka!" Budi kembali merebut bungkus kacang itu dan kembali ke dalam tangannya.

"Bhak... penjaga neraka." Abim tertawa keras sampai-sampai ia memegang perutnya karena merasa lucunya dengan ucapan Budi barusan.

"Acara cewek apaan. Lo mau jadi waria?" Tanya Iqbal yang disambut gelak tawa dari yang lain.

"Gue masukin lo sama Abim ke neraka entar Bal." Malik yang gondok hanya bisa memasang wajah sangarnya.

"Padahal dia sendiri banyak dosa, kita masuk neraka berjamaah entar." Tawa Abim kembali pecah. Ia merasa bahagia kalau melihat Malik ternistakan.

"Udah lah kita gak temanan." Malik merajuk.

"Childish," cibir Iqbal.

"Menurut kalian Talia bakalan masuk nominasi cewek tertop gak?" tanya Malik melirik satu persatu temannya yang ada di dekatnya.

"Masuk lah, ya kali gak masuk!" seru Abim.

"Cewek secantik Talia pasti masuk," timpal Iqbal.

Arkel membuang putung rokoknya yang sudah hampir habis itu, lalu menatap ke arah Malik.

"Mau tau jawabannya? Tunggu aja."

****

Talia menatap ke arah lapangan basket dari balik jendela kelas. Dari Tatapan matanya sangat ketara, bahwa banyak luka yang sedang ia dapati akhir-akhir ini.

Kabar tentang putusnya Talia dan Anwar sudah menyebar kemana-mana. Dan tentang perselingkuhan itu, semua murid di SMA BANGSA sudah mengetahuinya. Apalagi saat melihat Anwar yang terang-terangan berduaan dengan Aurel di sekolah, semakin menyakinkan semua orang bahwa Anwar telah selingkuh.

Sejujurnya ia tidak mempersalahkan itu karena Anwar hanyalah orang dari masa lalunya. Tapi ia, mempersalahkan ucapan yang sangat tidak mengenakkan hatinya.

Bagaimana mereka dengan teganya mengatakan bahwa Talia ditinggalkan oleh Anwar karena Anwar sudah mendapatkan apa yang dia mau.

Kenapa orang-orang selalu berpikir kalau Talia ini adalah gadis murahan? Apa hanya karena ia suka berganti-ganti cowok dan menggoda cowok? Kenapa semua orang menyimpulkan sesuatu dari apa yang mereka lihat? Bukan dari fakta dan alasannya dibalik semua itu.

Apa ia harus disalahkan juga karena perselingkuhan yang dilakukan oleh Anwar? Apa tidak ada rasa kasian di hati mareka? Ia sudah terlalu hancur dengan kenyataan pahit ini dan ia tambah hancur karena cibiran dari orang lain.

"Lia," ucap sebuah suara pelan sembari menyenggol lengan Talia.

Talia menoleh, mengangkat sebelah alisnya.

"Jangan ngelamun ada guru di depan," tegur Asep.

Talia mengangguk kepalanya. "Maaf."

"Jangan sedih, jangan pikirin ucapan orang-orang gabut yang tadi." Asep menatap sendu ke arah gadis yang ada di sampingnya itu. Mata Talia berkaca-kaca.

"Iya gak sedih." Talia tersenyum simpul ke arah Asep.

"Bagus. Gue sama Intan bakalan selalu ada buat lo Lia, jangan pernah merasa sendiri lagi. Lo harus tetap semangat, oke?" Asep mangacukan jari jempolnya sembari tersenyum.

"Makasih Sep," ucapnya tulus.

Hubungan persahabatan antara Talia dan Aurel sekarang menjadi renggang. Baik Talia atau Aurel tidak ada yang lebih dulu menyapa, bahkan tidak pernah melempar senyum satu sama lain. Tertawa bersama seperti dulu, itu sangat mustahil.

Bersambung....

Jangan lupa vote+comment ya.
Maaf kalau ada typo.

50 KG [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang