RAFKANAYA

43. Tentang Ayah dan Senja

Don't be silent reader

Kalau ada typo kasih tau

Happy reading :)

***

Maaf pa, masih belum bisa jadi yang terbaik untuk papa, meski papa selalu menjadi yang terbaik untuk Naya.

***

Part 43

Satu bulan berlalu

"Ma lusa ke pantai yu," ujar Gibran tiba tiba

"Loh?"

"Papa pernah janjiin ke pantai sama Naya waktu itu," ujar Gibran

Nara seketika bungkam. Entahlah. Banyak beban yang rasanya sangat berat satu bulan terakhir.

"Gapapa ma. Kita bisa gantiin ko," ujar Gibran dengan senyum menenangkan

Gibran ini benar benar sudah terlatih menjadi laki laki yang bertanggung jawab dan bisa diandalkan

"Iyaa. Lusa berangkat ya. Bicarain sama Naya dulu."

"Iya ma. Nanti mama tenang aja. Tiket dll nya Gibran urus ya"

"Makasi sayang"

"Sure, mom."

Selang beberapa menit, Kanaya sampai di rumah, dia baru saja pulang sekolah

"Assalamualaikum ma, bang," ujarnya sambil menyalimi keduanya

"Waalaikumussalam"

"Nay"

"Apa?"

"Promnight sabtu kan?" tanya Gibran yang dijawab anggukan oleh Kanaya

"Lusa mantai yu," ujar Gibran

Kanaya terdiam dulu. Ia tentu saja ingat. Sangat sangat ingat. Papanya berjanji untuk mengajak dia berlibur ke pantai sekaligus perayaan ulang tahun

"Nay"

"Eh"

"Emang abang ga kuliah?" tanya Kanaya

"Aman"

"Okede boleh"

"Mau pantai mana?"

"Bebas. Naya ke atas dulu ya mau mandi," ucap Kanaya lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya

"Makasii ya abang.. udah jadi lelaki dewasa yang bisa jagain mama sama Naya," ucap Nara sambil mengelus rambut putranya

"Udah tugas Gibran mah. Punggung anak pertama harus siap sama situasi apapun," ujarnya

****

Melihat matahari tenggelam kali ini tidak seperti biasanya. Banyak yang terkenang, banyak yang harus diikhlaskan.