1🌧

640 34 50
                                    

Happy reading!

🌧🌧🌧

Aroma tanah basah karena hujan semalaman merasuk ke indera penciuman. Meskipun kini berada di dalam kelas, aroma itu masih bisa dirasakan. Dan gadis ini menyukainya, semua yang berkaitan dengan hujan. Kecuali petir.

Afasya Pearly, yang akrab dipanggil Asya. Seorang siswi SMA Nusa yang duduk di bangku kelas 11 IPS 1. Nggak ada yang spesial dengannya atau kayaknya belum nemu kali, tapi kalau kekurangan jangan ditanya. Semua orang punya kekurangan.

Seperti sekarang, tugas minggu kemarin baru dikerjakan sepagi ini. Dengan kecepatan menulis di atas rata-rata. Nggak peduli sama model tulisan yang entah bisa atau nggak buat dibaca. Iya! Asya pemalas.

Brakk

Seseorang menabrak mejanya sampai tinta pulpen merusak pekerjaannya. Sontak Asya menoleh ke arah orang itu dan mendengus kesal. Tidak asing. Asya yakin seribu persen dia melakukannya dengan sengaja. Biasalahhh...

"KILAAAAA!!!!!" refleks Asya berteriak. Asya murka! Ya lihat aja mukanya udah merah mirip kepiting rebus.

Bukannya takut, yang namanya disebut justru tertawa renyah semakin membuat Asya merasa tambah kesal. Ia duduk di bangku sebelah Asya sekarang. Memang mereka satu bangku.

"Nggak mau tahu! Ganti pekerjaan gue Kilaaa!!"

"Malesss ahh" tolak gadis yang diketahui bernama Kila mentah-mentah membuat Asya tambah gedeg. "Salah siapa baru ngerjain sekarang!"

"Hiks, please Kil setidaknya bantu gue, kan lo juga yang bikin gue makin lama selesainya." rengek Asya menangkup kedua telapak tangannya memohon sambil menampangkan muka melasnya.

Yang namanya Kila mana tega lihat bestienya minta bantuan sampai memohon-mohon gini. Mana cuma Asya yang paling dekat sama dia saat ini. Kila menghela nafasnya panjang, "iya iya gue bantu."

Kila Humaira, satu-satunya sahabat yang Asya miliki saat ini atau bahkan seterusnya. Manusia bawel yang paling bisa ngerti tentang keadaan Asya sekaligus manusia yang paling peduli segala hal tentang Asya. Cuma satu yang paling Asya takuti, Kila pergi darinya dan mencari sahabat baru lalu melupakan Asya. Cuma membayangkan aja udah bikin sedih, apalagi kalau beneran? Aduh amit-amit jangan sampai deh.

Kenapa jadi mellow gini sih...

Tett tett tetttt

Bell masuk berbunyi bertepatan dengan selesainya tugas Asya.

"Makasihh Kila!" ucap Asya dengan senyuman merekah dan dibalas anggukan dari Kila.

Asya adalah tipe orang yang gampang terbawa perasaan atau biasanya disebut baperan kali yah? Dia gampang senang, sedih, atau bahkan marah. Tapi dia cuma punya satu ekspresi yang biasa ditunjukkan ke semua orang. Kedua sudut bibir yang terangkat tanpa beban. Ya dia suka senyum!

Sejauh ini jarang banget deh ada orang yang lihat Asya nangis. Bukan jarang sih, bahkan hampir nggak pernah nangis. Asya tipe orang yang nggak akan nangis kalau masalah itu nggak begitu berat baginya. Paling sedih aja.

Cara bahagia buat Asya juga gampang. Cukup jadi orang yang selalu ada itu udah bikin Asya senang. Kayak Kila dan mamahnya contohnya. Dan satu lagi orang yang selalu bikin bahagia, crush!

Kila menggeser kursinya, "Lo masih itu nggak, Sya?" tanya Kila tiba-tiba dengan raut wajah yang serius.

"Masih itu? Maksudnya?" tanya balik Asya menoleh sambil menautkan kedua alisnya. "Lo kalo tanya yang bener dong!" tambahnya menyikut lengan Kila.

"Emm..suka sama Barra,"

"Ck! Ya masih lah" jawab Asya dengan semangat tanpa ragu.

Albarra Diaz Bramasya, manusia es yang dinginnya kebangetan. Iya! Asya suka Barra! Manusia yang nggak suka diusik, irit ngomong, nggak gampang buat didekati. Satu lagi fakta tentang Barra yang harus kalian tahu! Barra adalah adik kelas Asya.

"Lo masih suka ngejar-ngejar?" Kila bertanya untuk yang kedua kalinya. "Udah empat bulan lo deketin dia! Gue pernah baca artikel yang menjelaskan bahwa menyukai seseorang lebih dari empat bulan itu namanya cinta!" ujar Kila heboh.

"Lo beneran masih suka sama es batu? Eh-Barra maksudnya, terus lo cinta gitu? Yang bener aja! Gue liat nggak ada perubahan tuh dari dia." lanjutnya berdecih pelan.

Asya hanya merunduk sambil memikirkan sesuatu, lalu ia tersenyum kecut. "Emangnya kenapa kalau gue masih suka? Lagian ada perubahan kok! Dia chat gue pakai emoticon semalam! Kan biasanya enggak."

"Mau gue tunjukkin?" tanya Asya sudah bersiap-siap mengambil handphone-nya dari dalam saku, namun langsung Kila tahan.

"Nggak perlu!" cegahnya.

Kila memutar bola matanya jengah ketika mendengar jawaban Asya. Asya memang keras kepala, sukar buat nerima masukan dari orang lain dan kekeh dengan pendiriannya. Sampai sekarang Kila masih bingung gimana jalan hatinya Asya.

Padahal yang Asya lakukan selama empat bulan ini ya bisa di katakan nggak ada faedahnya banget. Ngejar-ngejar adik kelas yang nggak pernah bisa menghargai Asya sama sekali. Tapi kan ini kemauan Asya sendiri, Kila nggak bisa terlalu ngatur apa lagi maksa Asya buat berhenti. Biar aja lah, toh namanya orang suka. Seolah buta dan tuli.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh." pak Edi, guru mapel Sejarah Indonesia masuk ke ruang kelas dengan mengucapkan salam yang lalu mendapat balasan salam dari semua murid di dalam kelas.

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh."

Dan pelajaran dimulai...

Di tengah pelajaran, "Kil," panggil Asya pelan agar tidak terdengar oleh guru di depan dan Kila menoleh ke arah Asya. "Apa gue nyatain duluan aja ya ke Barra?"

Pletakk

Kila menjitak kepala Asya pelan namun tetap saja itu terasa sakit dan membuat Asya meringis tidak tahan. "Jangan ngada-ngada! Suka boleh, bego jangan!"

Setelah mendapat itu Asya langsung diam dan sibuk dengan kegiatannya sendiri. Dan sejak itu pula nggak ada sedikit pun materi yang masuk ke otak. Ya gimana mau dicerna orang Asya aja sibuk nulis namanya Barra di lembar buku paling belakang. Bahkan sampai jam pelajaran habis!

"Bapak akhiri saja sampai sini, jika masih bingung bisa ditanyakan." pak Edi memberi peluang kepada muridnya untuk menanyakan bagian yang belum dimaksud.

Asya mengangkat salah satu tangannya, membuat seisi kelas menengok ke arahnya. "Ya Asya? Ada yang mau ditanyakan?" tanya pak Edi,

"Istirahatnya kapan, pak?"

Pertanyaan Asya membuat riuh satu kelas. Pak Edi hanya menggeleng kepalanya pelan. "Ya sudah, kita akhiri saja pertemuan kali ini, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh."

Pak Edi keluar dari kelas di ikuti semua siswa.

🌧🌧🌧

aiunda(20/9/20)

CRYING UNDER RAIN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang