32🌧

83 12 5
                                    

Happy reading!

🌧🌧🌧

Masih dalam posisi yang sama, duduk sendirian di bangku yang tersedia di kantin. Asya fokus dengan HP-nya karena ia sedang menghubungi Kila supaya mencepatkan langkahnya ke kantin.

"Asya!" teriak Kila yang baru tiba di kantin.

Asya pun melambaikan tangannya ke Arah Kila seolah mengkode Kila untuk menghampirinya. Namun Kila seperti tidak suka dengan bangku yang sedang ditempati Asya.

Ya memang sih ini bukan bangku yang biasa Asya tempati, tapi emang kenapa? "Sini Kil!" teriak Asya dan Kila hanya menggeleng kepalanya sambil melirik ke arah kiri Asya.

Asya baru tersadar kalau bangku di sebelahnya ditempati oleh Dea dan kawan-kawannya. Kalau tahu gitu Asya pindah juga deh. Ia pun beranjak dari duduknya dan mulai melangkah untuk menghampiri Kila. Tapi,

'Brukk'

Asya jatuh tersungkur ketika kakinya tak sengaja memancal sesuatu. Sialnya es jeruk yang tinggal tersisa setengah cup yang ia bawa itu tumpah dan membasahi sepatu Dea.

"AAAARRRRGGGHHH!!!" teriak Dea histeris sampai semua siswa yang berada di sana menghadap ke dirinya.

"Bersihkan! Bersihkan sekarang juga!"

"Lo tahu nggak sih ini itu sepatu MAHAL!!"

Asya bangkit dan melihat sekelilingnya banyak siswa yang sedang menatapnya dengan prihatin. Tidak ada yang mau membelanya karena membela atau membantunya dari Dea sama saja menggantikan posisinya untuk menerima perlakuan Dea.

"Maaf, nggak sengaja." ucap Asya yang hanya memperlihatkan wajah datarnya saja.

"GUE SURUH LO BERSIHKAN SEPATU GUE!! CEPAT!" suruh Dea seenaknya dengan nada tinggi. Sama sekali tidak memperlihatkan sikap baik dari anak seorang kepala sekolah.

Semua teman-teman Dea tertawa mengejek melihat kejadian itu di depan matanya. Please deh, bagi Asya semua ini nggak lucu sama sekali. Lebih tepatnya menjijikan.

"HEH! LO PIKIR DENGAN CARA CUMA LIATIN DOANG BIKIN SEPATU GUE BERSIH?!!!" tambahnya semakin menjadi-jadi. Semua juga tahu Dea bersikap seperti ini hanya untuk mencari sensasi.

Berlagak sok di depan semua orang. Mereka semua tahu dia anak kepala sekolah disini. Semua takut ketika berhadapan dengannya. Begitu juga Asya, ia pun takut dengannya tapi lama-lama sikapnya bikin muak.

Sampah.

"Gue tahu gue juga salah, tapi penyebab gue jatuh adalah kaki dia yang menghalangi gue jalan!" ucap Asya melirik ke salah satu teman Dea yang duduk paling pinggir dan dekat dengannya.

Asya tahu semua ini pasti sudah direncanakan oleh mereka untuk apa? Hanya untuk mempermalukan Asya di depan siswa lain. Trik mereka terlalu busuk.

"Nggak usah cari alasan lain! Lo yang numpahin ya lo yang tanggung jawab!"

"Lap pakai rok lo sekarang!"

Asya menghembuskan nafasnya kasar. Ia tidak mau melakukannya tapi ia memang salah. Jadi mau tidak mau akan ia lakukan untuk menebus kesalahannya.

Asya pun mulai menundukkan badannya agar mudah untuk membersihkan sepatu Dea. Sial! Apakah harga dirinya akan jatuh di hadapan semua siswa di sini? Karena Dea? Kakak kelas sialan ini?

Tangan Asya mulai terulur meraih sepatu Dea. Dea membiarkan Asya membersihkan sepatunya tanpa ia lepas?

"Kak lepas dulu sepa-"

"Nggak perlu!" tolaknya meninggikan kakinya.

Asya kembali bangkit, "Gue juga nggak mau bersihkan sepatunya kalau kak Dea nggak mau ngelepas. Kak Dea pikir dengan melakukan ini kak Dea bakal ditakuti semua siswa? Bakal keliatan keren? Hebat? Nggak!"

Entah apalah yang ada di pikiran Asya sekarang. Mulutnya tiba-tiba ingin berucap seperti itu dan ia sudah mengucapkannya. Rasanya puas.

"JIJIK tau nggak sih!" ucapnya dengan menekankan kata 'jijik'.

Tentu ucapannya mendapat siulan dan jempol dari siswa lain yang ada di sana atas keberaniannya. Mereka merasa terwakilkan dengan ucapan Asya barusan.

Namun siulan itu berhenti ketika Dea menampar Asya dengan kerasnya sampai pipi Asya pun memerah. "SIAPA LO BERANI NGOMONG KAYAK GITU KE GUE?"

"SI MURAHAN YANG NGGAK PUNYA HARGA DIRI!"

"ATAU SI POLOS SOK JAGOAN?"

"NAJIS!!!"

Dea merapatkan posisinya dengan Asya. Ia mendorong bahu Asya dengan keras di setiap akhir kalimat yang telah diucapkannya.

"Gue bukan siapa-siapa tapi setidaknya sikap gue nggak busuk."

"Orang kayak kakak seharusnya jadi contoh yang baik,"

"Tapi di sini malah kakak yang seharusnya dikasih contoh."

"Kakak harusnya malu!"

Ucapan itu tidak diduga-duga akan keluar dari mulut Asya. Refleks saja. Kini semua sedang menatapnya tidak percaya. Asya sendiri pun kaget dengan ucapannya sendiri.

Tangan Dea melayang hendak menamparnya kembali. Asya pun langsung memejamkan matanya. Tapi tunggu? Tamparan itu tidak terasa?

Asya kembali membuka matanya, seorang siswa mencekal pergelangan tangan Dea dan mencegahnya menampar Asya. Tidak Asya duga ada yang akan menolongnya.

"Kalian berdua! Ikut gue ke ruang BK!" perintahnya sambil melepas tangan Dea dengan kasar.

Fadil, seorang ketua OSIS yang datang diwaktu yang tepat. Meski ia disuruh ke ruang BK, setidaknya ia tidak mendapat tamparan dari Dea untuk yang kedua kalinya.

'Tunggu pembalasan gue! Gue belum puas!'


🌧🌧🌧
Jangan lupa voment!
Terimakasih.

aiunda(02/11/20)

CRYING UNDER RAIN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang