Happy reading!
🌧🌧🌧
Afasya Pearly
Aku nggak tau mau berucap apa saat kejadian tadi. Aku bingung sekaligus shock tentang ungkapan kak Arga. Aku nggak tahu kalau dia suka sama aku sejak lama. Hal itu bikin aku nggak enak mau gimana ke dia. Apalagi dia ngungkapin itu semua di depan siswa banyak juga ada Barra di sana.
Tak ada kata yang bisa terucap dari bibirnya. Ungkapan cinta yang Arga tujukan membuat tubuh mematung seketika. Asya tidak pernah menyangka jika perhatian-perhatian kecil selama ini
Aku cuma bisa nangis karena bingung aja kenapa akhir-akhir ini banyak hal yang nggak aku mau malah terjadi di hidup aku secara mendadak dan semuanya terjadi beruntun. Kalau boleh curhat sedikit punggung aku sakit kena pintu kelasnya Barra tadi.
Barra sempat ngulurin tangannya ke aku tadi tapi aku nggak mau nerima uluran dia. Liat wajahnya yang udah bonyok bikin aku nggak tega. Pengin ngobatin tapi aku udah pengin nangis banget. Nggak mungkin juga aku nangis-nangis di depan dia.
Lagian kenapa nggak dilawan sih bego banget si Barra. Ngeri tau waktu liat Barra di pukuli sama kak Arga. Brutal banget, aku nggak suka.
Sejak tadi aku nggak mau ngomong apa-apa. Dan sekarang aku nggak bisa nangis lagi, air matanya udah habis kali ya. Aku juga capek dengar Kila nyerocos terus di depan aku, pusing dengarnya.
***Berjalan di koridor sendirian, kondisi sekolahnya sudah sepi sekarang. Asya sengaja melambatkan jam pulangnya karena ia tidak mau dilihat oleh siswa lain.
Lihatlah kondisinya sekarang, sudah acak-acakan tidak jelas. Rambut yang semula digelung itu sekarang terurai. Dasi yang terpasang di kerahnya sekarang sudah tidak ada lagi. Dan satu lagi, seragamnya sudah keluar dari roknya.
Asya kaget karena tiba-tiba ada yang menarik lengannya dengan kasar dan menyeretnya ke belakang sekolah. Orang yang menariknya tidak asing di matanya, Asya sudah pernah melihat sebelumnya.
Iya, cewek berambut pendek sebahu dan seorang cewek lagi berambut panjang dengan tatapan tajam itu tak lain adalah teman Dea yang juga ikut geng 'THE FAMOUS GIRL'S'.
Asya terjatuh karena kedua cewek yang menyeretnya telah mendorong tubuhnya hingga kedua lutut Asya sakit terkena kerikil kecil. Ya belakang sekolahnya merupakan lahan lebihan yang dibuat menyerupai taman.
Asya tetap dalam posisinya tanpa bergeser sedikitpun hingga beberapa orang lagi mendekat ke dirinya dan salah satunya yaitu Dea yang sekarang berjongkok menyamakan posisinya dengan Asya.
"Gue nggak nyangka selera Arga serendah ini." ucapnya sengaja agar Asya merasa tersinggung. Sayangnya gadis itu hanya diam menatapnya dengan muka datar. "Yang katanya cewek murahan." Lanjutnya menekan setiap katanya.
"Mau kita apain nih cewek?" tanya satu cewek berkepang satu itu.
"Potong aja rambutnya, gemas gue liatnya." ujar salah satu dari mereka.
"Atau nggak ceburin aja ke kolam kodok!" usul lagi yang lain dibarengi gelak tawa dari mereka.
"Nggak perlu!" timpal Dea yang lalu mendapat tatapan tidak percaya dari mereka.
Dea terkenal akan kekejamannya kepada siapapun yang mengusiknya. Ia tidak akan berhenti sampai orang itu meminta ampun dengannya. Namun kali ini sungguh beda, bahkan ia hanya berbicara pedas saja.
Asya tahu itu kata-kata menusuk dan mengingatkan dirinya kepada kejadian di perpustakaan kemarin. Tapi Asya sendiri juga tidak tahu kenapa ia tidak merasa apa-apa ketika Dea berbicara seperti itu kepadanya.
Namun detik berikutnya... Yang semula teman gengnya menganggap Dea berubah ternyata mereka salah. Dea menarik rambut panjang Asya dan mendekatkan ke arahnya hingga Asya meringis kesakitan.
Deru nafas Dea meluncur di wajah Asya, raut Dea terlihat lebih mengerikan dari sebelumnya. Sudah dipastikan Dea sangat murka.
"Fuck!"
"GUE SUDAH BILANG SEBELUMNYA KE LO! JAUHIN ARGA!"
"ANJING LO!"
"Awalnya gue kira lo itu polos, lo juga sudah setuju akan jauhin Arga buat gue."
"Tapi ternyata... Bahkan lo bikin Arga suka sama lo?"
Dea menggeleng pelan tidak percaya, lalu melepas cengkeramannya dengan kasar. Mencoba mengatur nafasnya agar lebih tenang dari sebelumnya.
"Lo sudah nyuruh gue untuk bertindak lebih jauh dari ini! Tunggu aja! Bitch!" ucapnya serius sambil menendang kaki Asya. Lalu pergi dari tempat itu diikuti yang lainnya meninggalkan Asya sendirian di sana.
Taman sepi dengan langit yang sudah mulai gelap. Bukan karena sudah menjelang petang, namun karena mendung. Asya melirik ke kedua lututnya yang sedikit berdarah karena terkena kerikil tadi, lalu ia usap untuk menyingkirkan kerikil kecil itu menempel di kulitnya. Ya, dorongan teman Dea sangat keras.
Asya merasa kasihan kepada dirinya sendiri. Asya tidak menangis? Kata siapa Asya tidak menangis. Ia menangis dalam hatinya yang tentu rasanya berkali-kali lipat lebih menyakitkan dari menangis dengan berteriak.
Seseorang datang menghampirinya, mengulurkan tangannya. Penjaga sekolah? Bukan. Orang itu Barra, ia mengulurkan tangannya untuk yang kedua kalinya kepada Asya. Namun Asya tidak peduli, ia bangkit tanpa uluran itu.
"Lo gakpapa?" tanya Barra yang lalu mendapat tatapan datar dari Asya. "Lutut lo berdarah." ucap Barra melihat lutut Asya.
Asya mengusap lututnya dengan tangan lalu mengelapnya ke rok bagian belakang. "Gakpapa, cuma sedikit." ucapnya lalu pergi dari hadapan Barra begitu saja.
🌧🌧🌧
Jangan lupa voment!
Terimakasih...aiunda(25/10/20)
![](https://img.wattpad.com/cover/242437159-288-k190357.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CRYING UNDER RAIN [Selesai]
Roman pour AdolescentsDipaksa selesai sebelum dimulai. - - - 📌Jangan lupa voment & share! 📌Mau follback atau feedback, DM aja. #1 primily [26/10/21] #1 adikkelas [23/01/22] #1 barra [04/02/22]