12🌧

97 16 15
                                    

Happy reading!

🌧🌧🌧

Pagi ini Asya berangkat sendiri naik angkutan. Nggak tahu kenapa Arga tidak mengajaknya berangkat bareng lagi. Padahal lumayan banget kalau dia ngajak pasti uang sakunya nggak kepotong.

Idihhh ngarep!

Antara senang dan takut yang Asya rasakan ketika berdekatan dengan Arga. Senang karena bisa dekat dengan cowok famous di sekolahnya dan takut jika Dea akan masuk lalu memporakporandakan hidupnya. Asya yakin bahwa kakak kelasnya itu sudah tahu tentang kedekatannya dengan Arga. Kemarin saja heboh. Dan tidak mungkin dia akan diam saja.

Asya berjalan di sepanjang koridor menuju kelasnya. Namun, dengan terpaksa ia menghentikannya tepat di depan kelas 12. Asya berhenti karena ada empat siswi yang tiba-tiba datang dan mengelilinginya.

Kalian bingung mereka siapa? Mereka adalah Diva, Elsa, Irene dan tepat dihadapan Asya adalah, Dea! Baru saja Asya membicarakannya dalam hati.

Empat siswi itu termasuk Dea adalah satu geng yang sudah terkenal di sekolahnya mereka biasa menyebutnya 'THORNY ROSES' yang artinya mawar berduri. Anggota geng ini bukan hanya empat siswi itu saja, tapi masih banyak lagi dan yang selalu menonjol hanya mereka berempat. Siapapun diantara mereka yang merasa terusik dan butuh bantuan, maka semua bergerak membantunya. Dan yang dilakukannya tidak tanggung-tanggung.

Baru mendengar sedikit tentang geng ini aja sudah membuat seseorang malas untuk berurusan dengannya. Padahal masih banyak lagi. Banyak juga siswi yang tidak kuat dengan perlakuan mereka sampai pindah kelas atau bahkan pindah sekolah.

Kalian bingung kenapa geng ini selalu lolos dari pihak sekolah? Alasannya hanya Dea adalah anak dari kepala sekolah di sini. Sekolah selalu berpihak kepadanya dan itu sangatlah tidak adil.

Sialnya Dea adalah ketua dari geng ini. Itu juga alasan siswi lain yang kagum dengan Arga hanya dilakukan secara diam-diam. Karena mereka semua takut begitu juga dengan Asya. Apalagi dalam posisi seperti ini, ia hanya bisa diam dan menunduk.

Asya menelan salivanya susah payah. Yang di takut-takuti malah datang menghampirinya. Jantungnya berdegup semakin kencang. Apalagi ketika ia tak sengaja melihat sorotan tajam dari Dea dan gengnya. Mulutnya seperti terkena lem yang super kuat hingga ia kesusahan untuk membukanya. Padahal ingin sekali menanyakan apa maksud dari ini.

"Lo yang namanya Asya?" tanya Dea dengan suara serak basah yang khas. Hanya Asya balas dengan anggukkan. "Gue cuma mau bilang,"

Asya mengerutkan keningnya, ia berusaha untuk membuka suara agar tidak terlihat sangat ketakutan. "A-apa?"

Dea memandang Asya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Menurutnya tidak ada yang menarik dengan cewek di hadapannya sekarang. Bagaimana bisa Arga kepicut? Asya mencoba mengangkat dagunya, namun itu tidak bertahan lama. Mata tajam yang Dea berikan membuat siapapun tidak nyaman jika dipandang olehnya.

"Lo tahu kan, gue begitu menginginkan Arga jadi milik gue."

Lagi-lagi Asya mengangguk mengiyakan. Siapa yang tidak tau tentang itu. Seluruh sekolah pun sudah tahu akan hal itu. Secara, mereka berdua sama-sama famous sehingga berita semacam itu cepat sekali menyebar.

"Harusnya lo juga tau apa yang harus lo lakukan ketika Arga meminta apapun sama lo!" ucapnya penuh penekanan dengan wajah yang begitu dekat dengan Asya. Hingga aroma leci dari mulutnya sampai tercium oleh indera penciuman Asya. "TOLAK!"

"I-iya kak" jawab Asya gagap. Berkali-kali ia menelan ludahnya.

"Bagus!"

Dea menyipitkan matanya, lalu tersenyum miring. "Jangan kira gue nggak tau kemarin lo berangkat dan pulang bareng sama Arga, lo juga berhenti di cafe." Ia mengangkat alisnya sebelah.

Asya melotot tidak percaya, dari mana Dea tau tentang Asya dan Arga berhenti di cafe? Apa dia punya mata-mata? Atau salah satu dari mereka mengikutinya?

Entahlah, jelasnya Asya tidak merasa tenang mulai sekarang.

Yang jelas Asya hanya bertanya tanya di dalam kepalanya. Ia tidak berani untuk menanyakan itu secara langsung meski sebenarnya ia sangat ingin tahu.

Dea merapikan pundak kiri Asya dengan menepuk dan seolah membersihkan debu dari pundak Asya. "Jangan di ulangi ya! Atau nanti ada kejutan dari gue." ucapnya pelan namun mematikan. Dea tersenyum miring lalu berjalan di sebelah kiri Asya dengan sengaja menabrakkan pundaknya ke pundak Asya dengan keras.

Asya hanya diam merasakan degupan jantungnya yang kencang dan semakin kencang. Ia sudah mendengar jelas peringatan itu langsung dari Dea sendiri yang itu artinya sejak detik ini hingga berikutnya, semua yang ia lakukan akan terawasi.

Jangan takut dan bersikaplah seperti biasa, Asya!

🌧🌧🌧

aiunda (6/10/20)

CRYING UNDER RAIN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang