38🌧

68 10 5
                                    

Happy reading!

🌧🌧🌧

Kila berjalan cemas ke sana kemari mengitari sekolahnya. Entah Asya pergi ke mana. Segala tempat di sekolah ini sudah ia jamahi namun tetap saja Kila tidak menemukannya.

Masuk ke dalam toilet membasuh wajahnya dengan air kran dari wastafel. Mengapa tubuhnya masih bergetar dengan degupan jantung yang berdenyut semakin kencang.

Ia menatap ke sekelilingnya, ruangan kosong dengan bilik kecil berjejeran di hadapannya. Harus kemana lagi ia akan mencari Asya. Hingga ke kelas Barra pun cewek itu tidak ada.

Ia bersandar di wastafel, meraih HP-nya dari saku dan membuka chat room nya. Ia mulai menelfon Asya.

'Tut...'

'Tut...'

'Tut...'

"Ayo dong Sya! Angkat!!!"

Panggilannya tidak di angkat oleh Asya. Kila tertunduk lesu. Ia menyesal telah melakukan hal buruknya kepada Asya. Ia merasa bodoh telah membuat sahabatnya marah sampai menghilang dari hadapannya seperti sekarang.

"Maafin gue, Sya!"

"Gue juga nggak mau ngelakuin ini semua!"

Seperti itu lah, hanya tinggal ada penyesalan di dalam dirinya.

Sementara itu, Asya sedang berdiri di pembatas rooftop tanpa melakukan apapun. Ia hanya diam menatap gedung-gedung sekolahnya hampa sambil mendengar sorakan supporter dari lapangan di bawah.

Kecewa sekaligus sedih. Asya menghindar bukan karena ia marah. Namun Asya belum siap mendengar alasan dari Kila yang entah karena kesalahannya atau apapun itu. Ia masih shock mengetahui hal yang tidak pernah Asya duga sama sekali sebelumnya.

HP-nya yang bergetar pun ia abaikan. Ia tahu pasti Kila mencoba menghubunginya. Lama-lama nggak enak juga cuekin orang yang biasanya ada sama kita.

Asya pun membuka HP-nya, benar saja panggilan tak terjawab dari Kila. Ia tunggu lagi siapa tahu Kila akan menelfonnya.

1 detik..

1 menit...

2 menit...

Ia menghela nafasnya, dan 'ting' bunyi notifikasi masuk dan Asya pun segera membuka HP-nya lagi. Ia membacanya dalam bilah status.

+62***
Ketemuan sama gue, di rooftop sekarang!

Asya memutar bola matanya jengah. Pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal, nomor ini juga sejak beberapa hari itu mengirimkan pesan-pesan sampah kepadanya. Tapi sepertinya bukan nomer yang digunakan Kila.

Asya
Gue sudah di rooftop.

+62***
Bagus

Asya memasukkan kembali HP-nya ke dalam saku. Ia menatap langit mendung dan berfikir. Apa lagi yang akan terjadi setelah ini. Akankah Asya mengetahui kebenaran yang menyakitkan?

"Khem," deham seseorang dari arah pintu masuk ke rooftop dan Asya membalikkan badannya menghadap orang itu.

Sama sekali tidak membuatnya kaget. Biang kerok yang membuat dirinya terbully. Asya memang tidak pernah menduganya, hanya saja tidak aneh jika memang dia termasuk pelaku dibalik semua ini.

Dea tersenyum lebar ketika Asya melihatnya. "Gimana? Lo sudah tahu?" tanya Dea yang sama sekali tidak menunjukkan raut bersalahnya.

Asya hanya diam menatap Dea datar. "Permainan lo sampah banget sih."

"Sampah ya? Tapi lo nggak bisa cari tahu sendiri pelakunya kan?" Dea tersenyum remeh sambil melipat tangannya di depan dada. "Jangan kaget karena sahabat lo sendiri juga terseret." ucapnya menekan kata 'sahabat'.

Asya mendekatkan langakahnya ke hadapan Dea dan menatapnya tidak suka. "Kalau benci gue benci aja! Nggak usah menghasut orang buat benci gue juga! Ancaman apa yang lo kasih ke Killa sampe dia mau nurutin lo?!"

Mengangkat kedua bahunya acuh, itu yang hanya dilakukan Dea. Telinganya panas mendengar ocehan dari Asya. "Udah deh nggak usah banyak bacot! Telinga gue panas."

"Kalau lo mau tahu semuanya, biar besok malam gue jelaskan di bar." lanjutnya sinis. Ia berbalik hendak keluar dari rooftop.

"Tunggu gue belum selesai!" cegat Asya.

"Tapi gue udah selesai." ujar Dea terus melanjutkan langkahnya hingga punggungnya sudah tidak nampak dari pandangan Asya.


🌧🌧🌧
Jangan lupa voment!
Terimakasih.

aiunda (05/11/20)

CRYING UNDER RAIN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang