48. History : The Hunter's Parent

36 7 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Heeyoung berusia 8 tahun

Di suatu pagi yang cerah, ada sekeluarga yang tengah asyik bermain di taman belakang rumahnya. Sang ibu sedang mengelap senjata apinya sedangkan sang ayah sedang bermain dengan anak perempuannya.

"Appa! Malam ini aku ingin ikut appa memburu serigala, boleh?" Tanya Heeyoung dengan penuh semangat.

"Heeyoung, tumben sekali ingin ikut?"

"Heeyoung bosan sendirian dirumah terus! Sesekali Heeyoung ikut ya? " Tak Lupa Heeyoung memasang wajah memlasnya agar keinginannya dituruti.

Ayahnya pun malah terkekeh melihat Heeyoung yang memohon-mohon untuk ikut kegiatan kedua orang tuanya.

Sang ayah lalu tersenyum sambil mengusak lembut pucuk kepala Heeyoung dan berkata, " Boleh, tapi lihat aja ya!"

Momen-momen kecil yang sangat menyenangkan bagi mereka. Mereka sering menghabiskan waktu bersama dan tawa manis nan bahagia itu masih tersirat di wajah mereka.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Malamnya, satu keluarga itu pergi ke hutan. Keadaan saat itu masih terkontrol dengan aman. Ayah dan ibu Heeyoung sedang bertugas menjadi hunter. Sebenarnya yang bertugas banyak, namun agar lebih efektif dibagi menjadi dua orang 1 tim.

"Heeyoung tidak takut?" Tanya sang ibu.

Heeyoung hanya menggeleng - gelengkan kepalanya. Namun, ia malah memeluk erat ibunya. Ayahnya yang memimpin jalan didepan tiba-tiba berhenti. Ia memberi aba-aba untuk lebih dekat satu sama lain.

Lolongan serigala pun mulai terdengar dan saling bersahutan seakan memanggil untuk berkumpul. Tak lama kemudian suara gesekan dari semak-semak terdengar.

Ibu Heeyoung dengan segera menyuruh Heeyoung untuk bersembunyi diatas pohon. Sebelum Heeyoung pergi, ibunya memberikan sebuah pistol suar sambil berkata, " Tembakan ini keatas langit segera setelah 30 menit papa dan mama tidak menyusulmu mengerti?"

Derai air mata pun mulai jatuh dari pelupuk mata mamanya Heeyoung. Ia lalu langsung memeluk Heeyoung dengan sangat erat.

"Mama.....mengapa mama menangis?" Kata Heeyoung dengan polos sambil mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi ibunya. Ia berusaha membuat Heeyoung tenang dengan mengatakan ada debu yang masuk.

Merasa mendapat perasaan yang tidak enak, Heeyoung langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat. "Appa! Ayo kita pulang saja!" Heeyoung mulai merengek.

Ayahnya pun hanya bisa memeluk putri semata wayangnya lalu berkata, "Maaf Heeyoung.......Tidak bisa...." dengan parau.

Tak lama kemudian ada seekor serigala yang langsung mencakar ayahnya. Dengan bekas luka yang ia dapat di lengannya, ia merintih kesakitan namun tetap berusaha mengamankan jalan Heeyoung agar anaknya bisa pergi dengan selamat.

"Waaaah~ Kau telah membunuh anakku dengan sadisnya~ Kini sedang bersama anaknya, irinya diriku ini~" kata serigala yang mencakarnya tadi dengan seringai yang mencekam.

"Jika ia tidak memangsa umat manusia, ia tak kan kubunuh...." balas Ayah Heeyoung. Heeyoung awalnya mencoba melarikan diri, namun sialnya ia menginjak ranting dan mengeluarkan suara sehingga ketahuan oleh kawanan serigala yang kini menaruh perhatian padanya.

"Apa kita bunuh saja anaknya biar impas~ !" Ancam serigala lainnya.

Tanpa basa basi lagi, serigala itu menargetkan cakarnya kearah Heeyoung. Heeyoung pun menutup mata dan berteriak ketakutan.


"BLAAAR!" Muncul suara kilatan petir.


Sesaat sudah suara petir muncul, mata Heeyoung terbelalak, melihat sosok ayahnya yang kini jatuh terkapar ditanah dengan bekas cakaran yang begitu lebar dan darah segar ayahnya itu mengalir dari luka cakaran itu.

.

.


.

.

.


.

.

Ia kini tak bisa menangis. Ia harus menyelamatkan hidupnya. Melarikan diri dari kawanan serigala tadi. Tiba-tiba, hujan pun mulai turun dengan perlahan. Rintik gerimis pun mulai membasahi kawasan hutan itu. Tangisan Heeyoung kini sudah mengalir deras ketika ia menemukan ibunya yang sudah tewas tercabik-cabik

Hujan pun turun semakin deras, seolah menjadi air mata Heeyoung. Ia menggoyang-goyangkan tubuh ibunya itu sambil memanggilnya. Namun, hal itu sia-sia, ibunya pun tak kunjung sadar.

"Eomma...! Bangunlah!!!!"

"Jangan tinggalkan aku sendiri...!"

"Kumohon......Appa....Eomma....bangunn!"

Teriak Heeyoung berserta isakannya yang semakin keras. Lalu, kini ia menangis didepan mayat ibunya. Tak lupa pistol suar ia tembakan kearah langit. Ia lalu terpaku sendu sambil menunggu bantuan datang.

.

.

"Jen......eno!" Heeyoung melihat Jeno datang menghampirinya. Tanpa basa-basi lagi, Heeyoung memeluk Jeno dan menangis sejadi-jadinya. Meluapkan segala dukanya ketika ia menyaksikan kedua orang tuanya tewas di depan matanya.

"Ma...ma.....pa..pa...." Parau Heeyoung dalam pelukan Jeno. Tak lama kemudian para hunter yang lain pun datang, mengheningkan cipta sejenak lalu mengevakuasi mayat kedua orang tua Heeyoung.

"Appa.....Eomma.....Heeyoung akan membalaskan dendam kalian kepada seluruh werewolf, bahkan jika suatu saat bila pacarku adalah seorang werewolf....." batinnya dalam hati.

Sejak saat itu, Heeyoung menjadi dingin dengan sekitarnya. Hidup dalam kesendirian tanpa ada orang tua yang selalu membimbingnya. Untungnya salah satu pamannya mau merawatnya hingga remaja, dan keluarga Jeno juga dipercaya untuk merawat Heeyoung.












6 Tahun setelah kejadian....

Di Pemakaman

Heeyoung berdiri didepan kedua makam orangtuanya. Menahan isak tangis yang akan keluar. Ia sangat merindukan kedua orangtuanya, namun sayang kerinduannya itu tak pernah terbalaskan. Sebuket bunga kini ia pegang. Dalam hatinya ia berdoa agar kedua orangtuanya sudah bahagia disana.

"Appa, eomma! Sebentar lagi anakmu ini akan menjadi ketua hunter. Jadi akan jarang mengunjungi kalian lagi..." monolog Heeyoung dengan menahan sendu dihatinya.

To Be Continued

See u soon.

Inget! New normal tetap pakai masker!

Die or Love [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang