Makam itu terlihat sangat terawat, walaupun sudah lama sekali, makam itu masih terlihat bagus diantara makam lainnya.
"Ini kali kedua aku dateng," gumam Brad yang masih memandangi makam dimana ibunya dikebumikan.
"Kalau kamu mau ngobrol berdua sama beliau dulu, aku bisa nunggu kok." Brad tidak mengangguk ataupun menggeleng.
Nessie memberikan bunga yang tadi mereka beli kepada Brad, mengusap pelan lengan pria itu dan mengecup bisepnya. Memberikan semua dukungan positif untuk pria itu.
Nessie beranjak meninggalkan Brad dan mengambil jarak yang cukup jauh dari posisi Brad untuk menghargai privasi pria itu.
Mendengar bawah ini adalah kedua kalinya Brad berkunjung, membuatnya paham kalau pria itu pasti memiliki banyak beban yang ingin ia curahkan pada ibunya walaupun yang ada dihadapannya hanya sebongkah nisan.
Satu minggu lalu, Nessie juga berada diposisi yang sama, setidaknya ia mengerti rasanya menjadi Brad saat ini.
Nessie memperhatikan Brad yang mulai berjongkok disamping nisan, menaruh bunga yang tadi mereka beli, dan tampak mulai berbicara dengan suara pelan.
Entah apa yang Brad bicarakan, dari jarak sejauh itu, Nessie tidak dapat mendengar suara Brad.
Ia menghela nafas dan berbalik, membiarkan Brad yang mulai menangis disana.
***
Nessie mengusap punggung tangan Brad dalam diam. Mereka sedang berada didalam taksi untuk kembali ke hotel tempat mereka mengingap.
Brad mengenakan kacamata hitamnya untuk menyembunyikan mata merahnya. Nessie tersenyum kecil, bahkan pria itu masih malu padanya karena ketahuan menangis seperti anak kecil.
Tapi siapa yang peduli? Mereka yang tidak tau rasanya tidak akan paham apa yang dirasakan oleh Brad.
"Nanti ke rumah keluarga kamu jam berapa?" tanya Nessie memecah keheningan.
"Sore aja, aku mau istirahat dulu," jawab Brad tanpa menoleh kearah Nessie. Pria itu masih bertahan menatap keluar jendela sejak mereka memasuki taksi.
Nessie mengangguk kecil, ia ikut melihat keluar jendela, rasanya tidak jauh beda dengan Jakarta, hanya saja jalanan disini tidak sepadat Jakarta.
Sesampainya di hotel, Brad masih mempertahankan mode diamnya, pria itu hanya mencuci tangan, kaki dan wajahnya sebelum bergelung ditengah ranjang besar mereka.
Nessie memilih untuk membalas beberapa komentar dan DM diakun instagramnya.
Kemarin... Nessie mengunggah video lamaran Brad satu bulan lalu ke akun instagram pribadinya yang memiliki lumayan banyak follower dan menandai akun instagram Brad.
Banyak sekali yang mengucapkan selamat, banyak juga yang nyinyir karena mengira Nessie gampangan dan Brad yang menikung temannya sendiri.
Mereka sama-sama tidak peduli, ada banyak konsekuensi saat mereka memutuskan untuk go public, dan baik Nessie maupun Brad merasa itu bukan suatu masalah yang besar.
Saat ini, mereka sama-sama single, tidak menyakiti siapapun, dan hubungan Nessie-Prass memang sudah berakhir. Tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Teman-teman kuliahnya dengan Brad juga banyak yang mengucapkan selamat dan dulu... Banyak juga yang menebak kalau akhirnya mereka akan bersama.
Entah sudah berapa lama Nessie bersalancar disosial media, suara Brad terdengar memanggil.
Nessie mengalihkan pandangannya dan mendapati Brad tengah berbaring tertelungkup dengan wajah yang menghadapnya. Rasanya ia ingin tertawa saat melihat mata Brad agak sedikit bengkak karena menangis dimakam tadi.
"Cari makan yuk, aku laper," Ujar Brad dengan suara seraknya.
"Yakin mau keluar dengan mata kaya gitu?" tanya Nessie seraya mengunci phonselnya dan menaruhnua diatas sofa yang ia duduki, ia beranjak menghampiri Brad, duduk dibibir ranjang dan tangan yang menyisir rambut Brad yang tak seberapa panjang.
"Emang bengkak banget?" Brad mengulurkan tangannya menggapai phonselnya yang tergeletak diatas nakas, membuka kamera depan dan mengerang kecil saat melihat matanya sendiri.
"Parah banget, harusnya aku nggak langsung tidur," gerutunya pelan seraya menutup kembali kamera phonselnya.
"Jadi makan diluar atau mau pesen aja?" goda Nessie.
"Pesen aja deh..."
***
Brad seolah kembali pada masa lalu. Seluruh bagian depan rumah ini masih sama seperti yang ada diingatannya 10 tahun yang lalu. Saat akhirnya dia pergi dengan luka hati yang mendalam.
Seseorang membukakan pintu, tampaknya beliau adalah asisten rumah tangga yang bekerja pada keluarganya.
"You okay?" bisik Nessie bertanya.
Brad hanya mengangguk kecil tanpa mengatakan apapun lagi. Mereka diminta untuk menunggu sembari sang ART memanggil tuan rumah. Beliau hanya tidak tau kalau yang datang adalah anak dari pemilik rumah yang sudah lama sekali tidak pulang.
"Brad..." Tante Maya muncul dengan ekspresi terkejut. Tentu saja, mereka sama sekali tidak memberi kabar akan berkunjung.
Brad hanya mengangguk pelan dengan wajah datarnya.
Nessie masih setia menemani Brad dalam diam, sesekali matanya melirik pada foto yang di pajang diruang tamu.
Tidak ada foto Brad atau mendiang Mama Brad sama sekali, seolah keluarga dirumah itu hanya Om Banu, Tante Maya, Mikha dan satu anak laki-laki yang difoto itu kira-kira berusia 20 tahunan.
"Sebentar, Tante panggilin Papa dulu." Brad tentu saja tidak mengatakan apapun lagi dan membiarkan tante Maya berlalu dengan sedikit tergesa.
Genggaman tangan Brad semakin terasa erat, Nessie tersadar kalau pria itu masih sangat kacau.
"It's okay, semua akan baik-baik saja."
-----
Sebenernya cerita ini terlalu muter2 nggak sih?
Takutnya malah ngebosenin.Semoga kalian suka part ini.
Love, Bella PU
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
RomanceBanyak temannya yang mengatakan kalau dia bodoh, dia tidak peduli, mereka hanya tidak tau rasanya kehilangan berkali-kali. . . .