Regal menatap selebaran yang berisikan pengumuman kelulusannya. Regal tersenyum getir, ia teringat pada Syila. Andai saja ada gadis itu disini pasti dia akan lebih bahagia.
Anta berjalan mendekati Regal. Cowok itu menepuk pundak sang sahabat pelan. "Kita lulus. Lo jangan sedih-sedih terus. Ntar Sisil juga ikut sedih."
Regal menggeram pelan. "Ya, gue tau. Gue kangen mereka, An."
"Gue juga. Gimana kalau nanti sore kita kesana."
"Hm, boleh. Gue mau ajak papa."
Anta duduk di lapangan sambil menatap langit. "Siap lulus ini, gue pindah ke Padang. Netap disana, kasian emak gue sendirian."
Regal menoleh ke arah Anta. "Padang? Padang Mahsyar?"
Anta berdecak lalu menjitak kepala Regal. "Padang woi! Sumatra barat! Padang Mahsyar, emang gue udah mati?!"
Regal cengengesan. "Canda bang! Serius amat lu!"
Sepersekian detik Vander sudah berada di hadapan keduanya. Anta dan Regal kaget, bukan maen si Evan. Udah kayak setan aja.
"Ngapa lo senyum-senyum sendiri? Kesambet?" tanya Regal heran.
Vander memperlihatkan sebuah foto yang dikirim Vrisya, istrinya. Anta dan Regal melihat foto itu dengan mulut setengah terbuka. Ini beneran?
Di foto itu, Vrisya mengirim foto testpack dan juga hasil USG. Hasil USG itu menunjukkan bahwa istrinya Vander tengah mengandung anak kembar.
"Van, bini lo beneran hamidun?" tanya Anta.
Vander menjawab dengan anggukan kecil. Cowok itu tak henti-hentinya tersenyum.
Regal dan Anta saling tatap, lalu keduanya langsung memeluk Vander. "SELAMAT BROH!"
Vander memeluk keduanya tak kalah erat. "Makasih."
"Udah mau jadi bapak aja Lo." goda Regal. Vander mencebik, "jijik gue ama lo."
Tak berselang lama, terdengar seruan motor dari dua arah. Haris dan Delvaroz dari arah kiri, dan Arthur bersama CaraLox dari arah sebaliknya.
Pajajaran bertambah ramai karena kedatangan tamu dari dua sekolah berbeda. Regal dan kawan-kawan menyambut mereka dengan senang hati.
"Woi! Lulus lo semua?!" tanya Regal sedikit berteriak.
Arthur dengan bangga menunjukkan surat kelulusannya. "Lulus broh! Ya kali gak lulus, ngamuk mak gue ntar."
Begitu juga Haris. Si kapten yang dingin itu mengangkat tinggi-tinggi surat kelulusannya. "Bapak gue pasti bangga!"
Arthur merangkul Haris sambil berjalan ke arah Regal. Ketiga ketua geng itu saling merangkul. Seulas senyum lebar terbit di bibir mereka.
"Bener kata gue, setelah badai, hujan, petir, tsunami, banjir, longsor, gempa bumi, pasti datang kebahagiaan." ujar Arthur nyeleneh.
Regal menjitak dahi Arthur lumayan keras. "Benerin otak lo dulu sana. Udah lulus otak belum juga direparasi."
Arthur melepas rangkulannya lalu berdalih meminting leher Regal. "Ingin ku berkata kasar.... Tapi takut dosa, anjim bener rasanya."
Regal yang di pinting Arthur tertawa geli. Memang benar, setelah banyak rintangan yang mereka hadapi, pada akhirnya mereka mendapat hikmah dan juga pelajaran.
Saat ini Regal ingin fokus membuat cerita baru untuk dirinya yang baru. Ia memilih mengambil jurusan psikologi di UGM.
Vander memilih bekerja sebagai mata-mata negara.
Anta belum tau apa tujuannya, begitu juga Gamal, Aldi, dan Ardan.
Arthur dan Haris memilih jurusan yang sama, yaitu manajemen bisnis, di Stanford University.
Mega kuliah kedokteran, dan Bima memilih menjadi Intel.
Ya, perjalanan mereka masih jauh. Mereka masih harus merangkai kembali kisah mereka yang berantakan. Fokus pada depan dan juga kebahagiaan mereka yang sempat hilang.
Regal menatap langit. "Walaupun besok kita udah jarang ketemu, tetap aja kita itu persatuan sobat kampret. Ya, meskipun dedemit aslinya udah pergi, setidaknya Astro bisa lihat kita bahagia."
Tak mudah memang merelakan Astro pergi. Tapi mereka tak ingin mengecewakan pemuda berotak kurang penuh itu. Mereka harus bahagia meskipun beberapa dari mereka sudah pergi duluan.
****
"Assalamualaikum." Regal masuk kedalam rumah. Ia melihat sang papa sedang duduk minum kopi sambil baca koran.
Regan melihat putranya pulang lantas menjawab salam Regal. "Walaikum salam. Gimana, lulus?"
Senyum Regal merekah. "Lulus dong, pah. Ya kali gak lulus."
Regal duduk di samping Regan. Dua lelaki berwajah mirip itu saling berbagi cerita.
Setelah beberapa lama bicara ringan dengan Regan, Regal memulai topik yang serius. "Pah, Regal mau ambil jurusan psikologi di UGM."
Regan menatap anaknya. "Alasan kamu ambil psikologi itu apa?"
"Gak ada alasan yang penting sih, pa. Regal memang mau ambil jurusan itu aja. Gak apa-apa kan, pah?"
Regan menepuk pundak putranya. "Apapun keputusan kamu, pasti papa dukung."
Regal tersenyum haru. Tak lama kemudian muncul Raka si dedemit gunung sambil mendorong kursi roda Irenne.
Raka mengangkat selebaran kelulusannya sambil tersenyum lebar. "Gue lulus, Bro!"
Regal menghampiri Raka dan juga Irenne, lalu memeluk kedua adiknya itu. Regan yang melihat interaksi anaknya itu tersenyum tipis. Ia jadi teringat sosok Linda.
"Kamu lihat Linda, anak kita udah besar. Mereka akan mulai kehidupan baru setelah kejadian beberapa bulan lalu. Aku harap kamu bisa melihat mereka, Linda." gumam Regan.
Kehilangan seseorang yang berharga bukan lah akhir dari hidup kita. Melainkan itu adalah ujian akhir untuk mendapat kebahagiaan. Jangan larut dalam kesedihan, angkat kepala, dan mulai melangkah.
*****
Epilog completed. Maaf baru bisa publish sekarang.Kai 🖤
![](https://img.wattpad.com/cover/215770180-288-k502758.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REGALDIN [COMPLETED]
Gizem / GerilimIni tentang Regaldin Redly Andersson. Dengan semua ke khilafan dan juga umpatan di setiap harinya. Kadang dia bisa menjadi dingin, kadang juga bisa menjadi orang bego. Tampang sangar tapi ganteng itu membuatnya menjadi kembaran Jack the Ripper versi...