Part 27 Hamil?

5.1K 400 3
                                    

Reswara POV

Pukul 4.30 pagi aku mengantar Inda pergi ke salon. Hari ini adalah perpisahan, dan Inda harus berdandan mengenakan baju kebaya.

"Maaf Mas gak bisa nungguin kamu sampai selesai."

"Iya gak apa-apa. Aku 'kan dijemput Mas Didit."

"Ayah gak datang?"

"Katanya asma ayah kambuh lagi semalam, jadi dia gak bisa ikut. Mbak Liana juga harus nungguin ayah," jelasnya.

"Kalau begitu nanti sore kita pulang ke rumah ayah."

Inda balas mengangguk.

"Aku masuk sekarang ya," gumamnya.

"Iya. Mas juga harus pulang dan bersiap-siap."

"Semangat jadi panitianya!" serunya sambil mengepalkan tangan.

"Semangat ... nunggu kamu datang."

"Assalamualaikum," ucapnya lalu pergi.

"Ih kok gitu? Waalaikumsalam." Aku sedikit tertawa karena ulahnya. Kenapa dia marah?

Setelah melihatnya masuk, barulah aku pulang.

Aku bersiap-siap mengenakan kemeja putih dan jas hitam. Ya ... karena memang diharuskan begitu. Sudah kesepakatan bersama kalau perempuan mengenakan kebaya, dan laki-laki mengenakan stelan jas. Setelah mengikat dasi, aku langsung mengenakan sepatu.

Aku menatap cermin dan membuang napas lega. Setidaknya pakaian ini pas di tubuhku. Ya walaupun tidak tahu bagaimana di mata orang-orang.

Pukul 6.00 pagi aku berangkat. Acara perpisahan ini diselenggarakan di gedung, jadi aku langsung saja pergi ke sana.

"Wah pagi-pagi sudah datang Pak Ares," tegur Pak Rian.

"Iya, Pak. Takut ada perubahan koordinasi," sahutku.

"Iya-iya."

"Pak Ares seksi dokumentasi?" tanya Bu Widya yang kini sudah berada di sampingku.

"Iya, Bu."

"Dibantu sama anak-anak OSIS kelas sebelas."

"Iya, Bu."

"Bu Aini kemana? Dia seksi konsumsi."

"Saya lihat di lantai dua, Bu," ujar Pak Rian.

Lantas Bu Widya berjalan menaiki anak tangga ke lantai dua.

Pak Rian membuka sebuah catatan kertas lalu membacanya sekejap.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh?"

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," sahutku.

Dia menggulung kertas itu dan digunakan sebagai mic. Rupanya Pak Rian tengah berlatih untuk pembukaan acara nanti.

Pukul 07.15, satu per satu siswa mulai berdatangan bersama orang tua mereka. Dibantu anak-anak OSIS menunjukkan kursi per kelas yang akan ditempati.

Namun, aku belum juga melihat sosok Inda. Kenapa dia masih belum datang?

Ada Titi berjalan ke arahku.

"Inda di mana, Pak?" bisiknya.

"Gak tau. Katanya bareng Mas Didit," jawabku setengah berbisik pula.

"Oh, iya."

"Hmmm, Pak?" ujarnya setelah beberapa saat terdiam.

"Kenapa?"

"Hm ... sebaiknya Inda segera check kehamilan deh. Soalnya ... aku sama Siska ngeliat gelagat Inda tuh kayak orang hamil."

Sontak perkataan itu membuatku mati kutu. Kenapa Titi menyarankan hal itu?

Cinta Guru Agama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang