Anindya POV
"Seragam olahraga udah dibawa?" tanya Mas Ares di ambang pintu kamar.
"Ini lagi disiapin."
"Kalau begitu Mas tunggu di depan."
"Iya."
Setelah beres memasukkan seragam olehraga, aku turut beranjak ke depan. Ternyata Mas Ares sudah duduk manis menunggu.
"Eh sebentar, sabun muka aku ketinggalan." Aku berbalik ke arah kamar mandi dan memasukkan benda tersebut ke dalam tas.
"Udah, yuk!" ajakku setelah kembali menghampirinya.
"Memangnya kamu suka bawa make-up?" bingungnya.
"Nggak, kok ... cuma sabun wajah sama pelembab bibir. Aku gak pernah bawa make-up berlebihan, sueeer ...," panikku.
Kedua alisnya saling bertautan dan sedetik kemudian malah tertawa.
"Kenapa? Kamu takut kena razia?" tanyanya masih tertawa renyah.
Kedua sudut bibirku tertarik melengkung ke bawah. Aku sedikit kesal dengan sikapnya.
"Bilangin ah ... sama guru BP." Kedua alisnya naik bersama dengan senyum jahilnya.
Ternyata dia bisa begini juga. Menyebalkan sekali.
"Sama istri sendiri kok jahat!" ketusku.
Setelah menyadari perkataan itu lantas kedua mataku terbelalak sempurna. Wajahku rasanya panas, mengingat kata 'istri' yang kusebut barusan. Aku jadi menunduk salah tingkah.
Namun, uluran tangannya malah mendongkakkan daguku. Mau tidak mau kini mata kami saling balas menatap. Aku menatapnya gugup, sedangkan dia tampak serius.
"Ada yang salah sama wajahku, ya?" gelagapku.
"Kamu cantik." Ia tersenyum kecil.
"Apalagi kalau lagi malu begini," lanjutnya.
Aku coba mengalihkan pandang, tetapi tangan kanannya kini membenahkan surai rambutku. Hatiku berdesir menerima perlakuan manis begini. Sebelumnya, aku tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki.
"Istri, ya?" tanyanya dengan nada rendah, tetapi terkesan lembut.
Aku menggigit bibir bagian dalam, menandakan jika aku benar-benar gugup.
"Inda ...?"
Jika tidak salah tebak, Mas Ares seperti memperhatikan ... bibirku. Berpikirlah jernih wahai otak! Jangan berpikir yang iya-iya!
"A-apa?" Mataku mengerjap berulang kali.
Hingga pada detik selanjutnya dia malah menarik tengkukku, membuat jarak di antara kami seketika terhapus.
Mas Ares baru saja mengecup bibirku lembut. Kini aku membatu dengan mata yang membola sempurna.
"Maaf ...," desahnya ketika jarak kami sudah kembali normal.
Barusan itu apa? Apaaa?! Ya ampun, hatiku berontak panik.
Tangannya perlahan menjauh dari tubuhku.
Aku masih menatap kosong, jantungku entah melompat ke mana. Setengah nyawaku terasa melayang dan hampir hilang. Jangan bilang kalau aku akan pingsan!
"Maaf ...," ulangnya membuatku kembali tersadar.
"Ah, ng-gak apa-apa." Ucapanku terbata-bata.
"Kalau begitu ... lebih baik kita segera berangkat," gumamnya canggung seraya meninggalkanku di ruang tengah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Guru Agama (TAMAT)
Novela JuvenilReswara adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang dijodohkan dengan Anindya---gadis yang tak lain merupakan anak didiknya sendiri. Keduanya tidak bisa menolak perjodohan tersebut dan harus menerima dengan lapang dada. Namun, bisakah cinta tumb...