Part 16 Tidak Ada Cinta yang Lain

6.2K 482 13
                                    

Special Part (Fredy POV)

"Kamu udah ngantuk?" tanyaku ketika Inda terus saja melirik ke arah jam dinding.

"Belum kok, Mas," kilahnya.

Mungkin dia menyuruhku untuk segera pulang secara tidak langsung.

"Kalau begitu saya pulang deh, takut hujan lagi."

"Iya." Setelah mengambilkan jas milikku, ia mengantar sampai ke pintu depan.

"Makasih kopinya," ujarku ketika kami sampai di ambang pintu.

Suara petir disertai kilat yang datang tiba-tiba membuatnya lantas menjerit. Tubuhnya luruh, matanya mengerat, dengan kedua tangan menutup telinga. Aku merasa khawatir melihatnya ketakutan begitu. Lantas aku turut berjongkok, berusaha menenangkannya.

"Hey tenang ...." Tanganku terulur mengusap pucuk kepalanya.

"Gak apa-apa Inda," gumamku lagi.

Perlahan matanya terbuka, dengan raut wajah ketakutan. Aku berdeham kecil dan berusaha mengembalikan tampang biasa.

"Apa perlu saya di sini sampai Reswara pulang?" tanyaku pada akhirnya.

"Ah, ng-nggak Mas. Aku baik-baik aja kok. Mungkin sebentar lagi Mas Ares pulang."

"Oh, oke ...," gumamku.

Kami beranjak, dan aku setengah berlari memasuki mobil.

Setelah membunyikan klakson, barulah aku melesat pergi, meninggalkannya dalam keadaan tak tenang hati.

Apa sebaiknya aku diam di sana sampai anak sialan itu pulang?

Aku menepikan mobil dan berlari keluar; menyibak tirai hujan. Tepat di halaman rumah yang tak jauh dari rumah Inda, langkahku terhenti.

Ternyata orang itu sudah pulang. Baju yang basah kuyup itu disambut hangatnya handuk rumah, juga ... senyuman yang tercetak di wajah cantik Anindya. Hatiku terasa nyeri melihat pemandangan sialan itu. Namun, bersyukurlah kalau ternyata dia sudah tidak sendiri.

Aku berbalik arah, kembali menuju mobil. Kubiarkan tubuhku yang basah, tanpa berganti pakaian.

Sedikit cepat aku melajukan mobil, dan mengerem seketika.

Dadaku bergerak naik-turun. Bayangan itu terus terlintas di kepalaku, seakan tengah mengejek dan menertawakan. Anak sialan itu juga tampak tersenyum bahagia.

"Kenapa kebahagiaan gue selalu direbut?!" Aku sedikit berteriak frustasi seraya memukul stir mobil dengan kasar.

"Apa salah gue?" Aku mengambil sebuah foto yang sudah aku simpan dengan baik selama lima tahun ini. Foto yang diam-diam aku ambil--seorang gadis berseragam SMP yang tengah sibuk berkutat dengan permen loli juga gelang.

"Kenapa kamu malah mencintai dia?" lirihku sambil menatap dalam-dalam foto Anindya.

Jauh sebelum Reswara mencintainya ... aku sudah terlebih dahulu mencintainya.

Aku tersenyum kecut. Bagaimana aku bisa menyukai anak kelas dua SMP? Sedangkan aku berusia dua puluh empat tahun saat itu.

Aku masih ingat ketika dengan cerobohnya ia menabrak tubuhku yang bahkan hanya berdiam diri.

***

"Maaf, Kak," gumamnya lalu berjongkok, memunguti permen loli dan gelang yang berserakan di lantai rumah sakit.

"Makanya kalau jalan hati-hati." Aku sedikit geram karena ulahnya. Namun, melihat ia kerepotan, aku merasa iba juga.

Aku menghembuskan napas pendek dan berjongkok membantunya. Lagipula apa yang dilakukan anak SMP di rumah sakit sore-sore begini?

"Gak usah, Kak. Makasih, saya bisa sendiri."

"Jadi ngerepotin," gumamnya ketika kami sudah berdiri berhadapan.

"Hmm ... sebagai gantinya, ini buat Kakak. Gratis kok." Ia menyodorkan sebuah loli dan gelang ke hadapanku.

Sejenak aku tertegun dibuatnya.

"Ambil aja." Dia meletakkan kedua benda itu di telapak tanganku.

"Terima kasih banyak atas bantuannya, Kak." Gadis itu tersenyum manis.

"Fredy," sambungku membuat senyumnya merekah.

"Terima kasih Kak Fredy," ujarnya sekali lagi.

Aku hanya balas tersenyum tipis, dan tidak sengaja melihat name tag miliknya. Anindya--itu yang aku ingat sampai sekarang.

"Inda! Cepetan!" seru gadis lain yang membawa barang sama.

"Iya. Saya permisi Kak." Setengah berlari gadis itu menghampiri temannya. Tampak temannya itu membisik sesuatu pada Anindya.

Sesaat mereka melirik ke arahku. Mungkin mereka memang tengah membicarakanku. Anindya dan temannya itu menyunggingkan senyuman aneh ketika tertangkap basah olehku.

Temannya tampak masih menggoda Anindya. Namun, gadis itu tidak terlalu menanggapi dan berlalu pergi. Aku perhatikan benda yang ada dalam genggamanku.

"Ini untuk apa Anindya ...?" Aku malah senyum-senyum sendiri karenanya.

Merasa penasaran, aku memilih membuntuti mereka.

"Sial! Kenapa gue bertingkah seperti penguntit begini?"

Tepat di ruangan anak-anak penderita kanker langkahku terhenti.

Dari jendela aku bisa melihatnya tengah membagikan semua loli beserta gelangnya. Gadis itu lagi-lagi menyuguhkan senyuman manis.

Aku mengambil ponsel dan memotretnya. Katakan saja kalau aku tidak sopan. Bibirku turut menyunggingkan senyum ketika ia tersenyum.

Semejak pertemuan itu, aku tidak bisa melupakannya. Bahkan dengan sengaja mencari tahu tentang dia. Sekolahnya, dan jadwal datang lagi ke rumah sakit. Anindya ... adalah cinta pertamaku.

Aku sangat senang ketika melihatnya berada di halaman rumah pada saat itu.

Diam-diam aku mengamatinya dari atas balkon. Merasa tidak percaya dengan apa yang kulihat.

Anindya masih sama, ia masih tetap cantik ... bahkan lebih. Terlihat lebih dewasa dengan penampilannya.

Senyumku merekah, tetapi seketika meredup ketika melihat pria yang bersamanya. Reswara.

"Apa jangan-jangan perempuan yang dijodohkan itu ... Anindya?"

Seketika tanganku mengerat, dadaku sesak. Tuhan, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini!

***

"Kenapa kita harus kembali bertemu sebagai ipar?" desahku frustasi.

Aku mengacak rambutku kasar dan memaki diri. Andai saja aku bisa mengungkapkan rasaku sedari dulu, mungkin semuanya tidak akan seperti sekarang ini.

"Kenapa si anak pungut itu yang selalu mendapat semuanya? Kenapa bukan gue?!"

"Aargh!"

Aku membuka kotak berisikan gelang pemberiannya dulu. Gelang rajut berwarna marun dan hitam.

"Kalau saya tahu gadis yang akan menjadi pendamping Reswara adalah kamu ... maka saya akan sangat dengan senang hati bertukar posisi."

"Andai saja kemarin kamu datang bukan sebagai adik ipar, mungkin saya akan segera menikahi kamu. Saya tidak peduli kamu masih duduk di bangku sekolah. Karena sekarang pun ... memang kenyataannya begitu," lirihku.

Ada dua hal yang membuatku tidak bisa memaafkan diri. Menerima kehadiran Reswara ... dan tidak menyatakan cinta kepada Anindya.

***
Nyesek gak sih jadi Fredy? Jangan lupa vomen yaa😻

Btw baca part ini sambil putar lagu Element--Rahasia Hati boleh jugaa🐛

Cinta Guru Agama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang