Reswara POV
"Hari buruk yang ditunggu-tunggu telah tiba." Begitu kata para siswa.
Hari pertama Ujian Sekolah, tentu saja membuat sebagian besar siswa siswi resah. Terlebih mereka yang tidak cukup belajar.
Bel berbunyi, aku segera mengambil absen dan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Aku bertugas mengawas di ruang VI. Bersama Bi Widya, guru Matematika.
Setelah berdoa, aku langsung membagikan lembar soal dan lembar jawaban pada setiap meja yang berisikan satu orang tersebut.
Aku berkeliling seraya memeriksa kartu peserta mereka. Ada satu siswi yang tidak meletakkan kartu pesertanya di atas meja.
"Kartunya ke mana?" tanyaku.
"M-maaf, Pak ... ketinggalan," sahutnya.
"Kok bisa? Lain kali simpan baik-baik. Sekarang kamu ke ruangan wakasek dan minta kartu harian!" sela Bu Widya yang kini sudah berada di sampingku.
Beliau memang terkenal dengan bicaranya yang tegas. Bahkan tak jarang anak-anak menyebutnya galak. Aku pun sepertinya akan takut jika berada di posisi para siswa yang berurusan dengannya.
Siswi itu lantas undur diri untuk mengambil kartu harian.
Aku lanjut membagikan lembaran kertas tadi. Setelah selesai, aku duduk di meja guru ... memonitor keadaan. Tentu saja masih dalam keadaan terkendali, karena mereka baru mengisi bagian biodata. Lima menit berlalu, keadaan kelas mulai sedikit kacau. Banyak suara 'sstt-ssttt' memenuhi ruangan.
"Baru juga lima menit udah berisik kalian. Kerjain sebisanya dulu dong," geram Bu Widya seraya mengalihkan pandangan dari buku absen.
"Kalo udah satu jam, bisa nanya ya, Bu?" celetuk salah seorang siswa.
"Boleh ... asal ngomongnya di dalam hati," sahutnya membuatku tersenyum geli.
"Yahh ...."
"Kalian nyontek, auto red pen!" geramnya.
Setelah itu keadaan kelas kembali hening. Ancaman Bu Widya memang sepertinya ampuh.
"Biar saya saja, Bu." Aku mengambil absen dan kembali berkeliling.
"Udah sampai essay belum?" tanyaku pada Adam.
"Udah sampai nomor dua. Tapi PG-nya belum," cengirnya.
Aku mengangguk-angguk kecil. Melihat mereka, aku jadi ingat pada Inda. Apa dia baik-baik saja di US pertama ini?
"Bahasa Indonesia 'kan kalian gunakan sehari-hari, masa iya gitu aja masih nyontek," geram bu Widya.
Aku tersenyum melihat siswi itu langsung tertunduk pada lembar soal miliknya. Sepertinya dia terkejut.
***
"Ya Allah kepala Inda ...!" serunya ketika memasuki rumah.
Kedua alisku saling bertautan. "Kenapa?"
"Otakku rasanya mau pecah tadi. Bahasa Indonesia gampang, pengawas baik. Giliran PKN, pengawasnya Bu Widya," keluhnya sambil merebahkan diri di sofa panjang.
"Susah ya?" Aku turut duduk di sofa seberang.
"Banget ... ditambah gak bisa berkutik," kesalnya.
"Memangnya kamu nyontek?" Kedua mataku sedikit menajam ke arahnya.
Terlihat Inda sedikit gelagapan menjawab pertanyaan sederhanaku barusan.
"Eh, aku? Ng-nggak," kilahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Guru Agama (TAMAT)
Novela JuvenilReswara adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang dijodohkan dengan Anindya---gadis yang tak lain merupakan anak didiknya sendiri. Keduanya tidak bisa menolak perjodohan tersebut dan harus menerima dengan lapang dada. Namun, bisakah cinta tumb...