Part 14 Kakak Ipar?

6.3K 462 2
                                    

Anindya POV

Akhirnya kami memutuskan untuk menginap di rumah papa malam ini. Karena katanya sudah malam, khawatir jika aku dan Mas Ares pulang di jam-jam seperti ini. Jujur saja aku juga memang takut. Bukan pada hantu tentu saja.

"Jadi ini kamar Mas Ares, ya?" tanyaku berbalas anggukan kecil.

"Iya ... dulu."

"Memang kapan Mas Ares pindah sendiri?"

"Semejak lulus SMA."

"Wah ... hebat ya, lulus SMA langsung mandiri."

"Besok pulang sekolah, ikut sama Mas, ya?" Kedua alisku bertautan dibuatnya.

"Ke mana?"

"Ada deh ... rahasia," bisiknya.

"Ih sekarang main rahasia-rahasiaan," geramku membuatnya terkikik geli.

"Mas ambil minum dulu, kamu mau gak?"

"Hm ... nggak deh."

"Oke." Dia pergi meninggalkanku di kamar seorang diri.

Mataku bertamasya ria pada ruangan besar ini. Memperhatikan beberapa foto di dinding, juga lukisan pemandangan. Sepertinya Mas Ares pecinta seni.

Getaran ponsel di nakas membuatku mengalihkan perhatian. Ternyata sebuah panggilan masuk di ponselnya. Mataku seketika terbelalak melihat nama yang tertera di sana. Pak Amin. Yang benar saja kalau aku harus mengangkat panggilan itu?

Bergegas aku menuruni ranjang dan mencari keberadaan Mas Ares di area dapur.

Ketika aku hendak melewati meja makan, tampak Mas Ares tengah berbincang bersama Mas Fredy. Mereka tampak serius membicarakan sesuatu.

Mas Fredy melirik ke arahku yang berdiri mematung. Sepertinya dia baru menyadari kehadiranku.

"Remember what I say!" Setelah mengatakan hal itu pada Mas Ares, Mas Fredy berjalan melewatiku.

Bahkan dia tidak menyapaku. Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka berdua?

"Ada apa?" tanya Mas Ares membuatku tersadar dari lamunan.

"Eh, ini ada telpon dari Pak Amin." Aku memberikan ponsel itu.

"Kamu ke kamar duluan saja. Mas mau telpon balik," ujarnya.

Aku mengangguk dan pergi. Di tengah anak tangga, aku berpapasan dengan Mas Fredy. Tatapannya terasa mengintimidasi. Dan aku ... sedikit takut karenanya.

Walaupun dia adalah kakak iparku, tetapi tetap saja. Aku belum jauh mengenalnya, berbeda dengan Mbak Liana. Tapi dia 'kan wanita.

"Mas," sapaku seraya sedikit merengkuh.

"Kenapa kamu menerima perjodohan itu?" tanya Mas Fredy ketika aku tepat berada di sampingnya.

Lantas aku perlahan menoleh, mendapatinya tengah memandang lurus. Tatapannya datar sekali.

"Kamu gak mengenal Reswara sebelumnya," lanjutnya sembari menoleh.

"Aku ... aku ...." Terdengar ia berdecih.

"Aneh. Kenapa kamu mau dinikahkan, bahkan saat ini masih duduk di bangku SMA." Aku terdiam.

"Biasanya gadis seusia kamu itu lagi asik-asiknya pacaran, jalan-jalan, having fun ... bukannya ngurusi rumah tangga." Aku masih diam, bingung dengan arah pembicaraan Mas Fredy.

"Aku ... cuma mau nurutin ayah. Usianya sudah mulai renta."

"Ckk ... klise," cibirnya.

Aku tidak tahu kenapa Mas Fredy bersikap menyebalkan begini.

Cinta Guru Agama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang