Part 2 Penantian

11.8K 837 27
                                    

Anindya POV

"Terus maksud kamu yang baca pesan saya itu Titi?" Perkataan itu membuat bola mataku hampir menggelinding rasanya.

"Saya masih ada ekskul, Pak. Bapak duluan aja. Permisi," ujarku sembari meninggalkannya. Aku berlari menuju kelas.

***

"TITI ...! HP GUE!" teriakku yang mungkin bisa membuat telinganya berdenyut kesakitan.

Untung saja di kelas hanya tinggal Titi. Tanpa basa-basi aku merampas ponsel itu dari tangannya. Dan tentu saja dia malah melemparkan tatapan menyelidik ke arahku. Aku membuka aplikasi chatting dan menemukan pesan yang ternyata benar sudah dibaca.

"Itu ... Pak Ares? Guru agama?" Pertanyaan itu membuatku terbelalak sempurna.

Mati sudah kalau begini caranya. Sehari menikah, sehari sekolah, dan sehari ini pula semuanya akan terbongkar. Aku pasti akan dikeluarkan dari sekolah. Termasuk Pak Ares yang notabennya adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam.

"Da! Apa yang sebenarnya terjadi?" desak Titi yang kini malah mengguncang pundakku guna menyadarkan.

"Jangan bilang lo tinggal serumah sama Pak Ares."

"WHAT?!" teriak seseorang di ambang pintu membuat kami berdua menoleh terkejut.

Aku mengeratkan mata. Itu Siska.

"Anindya ...!" cicitnya dengan raut wajah yang ditekuk.

"Lo hamil sama Pak Ares terus dinikahin, gitu?" Ucapan Siska membuat mataku membola sempurna.

"Bukan gitu." Aku geram dan menarik napas panjang. Tidak apa-apa 'kan jika aku memberitahu kedua sahabatku? Pak Ares pun tidak akan merasa keberatan jika dia tahu. Lagi pun, aku mempercayai mereka. Dan semoga saja mulutnya tidak seperti ember tumpah.

Akhirnya mau tidak mau, aku menceritakan bagaimana awalnya sampai yang terjadi hari ini.

"Jadi lo beneran udah nikah? Sama Pak Ares? Aduh Gusti ... gue rasanya kepingin matahari merah muda," gumam Siska setelah aku menjelaskan.

"Matahari merah muda?" ucapku dan Titi berbarengan.

Anak itu memutar mata jengah. "Pink sun."

"Ckk, gaya bahasa lo. Eh Da, lo 'kan nikah kemarin nih ...." Titi balik menatapku. Saya mencium bau-bau kentut.

"Berarti malam tadi ... malam pertama 'kan?"

"Maksud lo apa?!" sungutku. Wajahku rasanya terbakar hanya karena penuturan Titi.

"Emang gue bener 'kan? Nih ya ... kemarin lo nikah, dan sekarang baru genap sehari. Itu artinya baru satu malam," kekehnya.

Dalam hati aku membenarkan perkataan Titi. Ingin menghujat diri saja rasanya ketika justru otakku yang malah bebas berkelana. Semakin terasa panas wajahku. Apa sudah berubah menjadi merah seperti kepiting rebus? Tomat masak? Atau lipstick yang digunakan Siska?

"Oh God! Jangan bilang lo mikir 'sesuatu' di dalam benak lo!" Titi memberi tanda kutip dengan tangannya.

"Gue gak berpikiran apa-apa oke!" tegasku sembari membereskan barang-barang.

"Eh mau kemana lo?"

"Cabut ah, bete!" sahutku tanpa menoleh lagi.

Setelah beres melaksanakan ekstrakulikuler photographi, kami bertiga pulang.

"Da ... boleh main ke rumah gak?" tanya Titi dengan cengirannya yang khas.

"Heem," timpal Siska disertai kedipan mata. Dan menurutku itu sangat menjengkelkan. Teramaaaaaaaaaat.

Cinta Guru Agama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang