Reswara POV
"Ada PR?"
"Ada, matematika."
"Udah selesai?" tanyaku pada Inda yang malah menonton TV.
"Sebentar. Tinggal sedikit ... lagi," pintanya.
Mata Inda masih terfokus pada acara kesukaannya itu. Aku mendesah pendek dan mematikan televisi.
"Ih ... jahat banget sih," gerutunya seraya menatapku tajam.
"Ini udah jam berapa? Udah malam. Mendingan sekarang selesaikan tugasnya terus tidur," gumamku.
Inda menekuk wajahnya geram dan beranjak ke kamar. Kakinya terhentak-hentak. Setelah mengambil air minum aku menyusulnya. Aku tersenyum melihat gadis itu ternyata sedang mengerjakan tugasnya. Kuletakkan segelas air itu di meja belajarnya.
"Supaya gak dehidrasi." Bukannya berterima kasih, Inda malah mengabaikan keberadaanku.
"Kamu marah?" Aku bersandar di mejanya.
Lagi-lagi aku diabaikan.
Setelah selesai, Inda langsung beranjak tidur, menutup selimut sampai kepala.
Setelah mematikan lampu aku mengikutinya, tetapi Inda tidak bergerak. Ia hanya bergeming memunggungiku. Aku mengalah dan memilih untuk segera tidur. Karena besok aku pasti sibuk lagi. Bahkan belakangan ini aku jarang melakukan salat malam. Padahal istirahat terbaik adalah salat.
Mataku terpejam, akan tetapi malah kembali terbuka. Cahaya dari lampu tidur di sampingku cukup mengganggu. Aku matikan saja, menyisakan lampu tidur di nakas sebelah Inda. Gadis itu tidak mau tidur dalam keadaan gelap total.
Rasa kantuk datanglah! Aku bisa mendengar bahwa di luar tengah hujan. Walau tidak teramat deras, tetapi sedikit membuatku merasa dingin. Aku menarik selimut sampai batas leher. Kepalaku menengok ke arah Inda yang masih dalam posisinya tadi. Apa dia tidak pengap? Aku melakukan itu 'kan supaya dia tidak dimarahi Bu Ratna karena lupa mengerjakan tugas.
Ada kilatan-kilatan kecil yang sedikit tampak di balik gorden kamar, menandakan bahwa petir akan datang.
***
Pagi ini aku tidak ada kelas mengajar. Jadi aku hanya mengantar Inda sampai tempat biasa. Sepertinya dia sudah tidak marah pagi ini. Anindya tampak bersikap seperti biasa, hanya saja tidak terlalu banyak mengoceh.
"Pulang jam berapa nanti? Ada ekskul gak?" tanyaku.
"Hari ini gak ada ekskul, jadi pulangnya jam tiga."
"Ya udah, nanti saya jemput jam tiga." Inda hanya balas mengangguk kecil.
Sepeninggalannya, aku pun langsung melesat ke pabrik untuk mengecek beberapa bagian. Bukannya tidak percaya dengan para pengawas, aku hanya ingin lebih memastikan saja.
Sampai di sana, aku disuguhkan dengan beberapa masalah yang terjadi. Ada beberapa karyawan pabrik yang sudah absen selama lima hari kemarin, juga masalah dari tim ekspedisi karena mobil barang yang mengalami kecelakaan kecil. Sehingga pengiriman ke luar kota dengan berat hati harus ditunda.
Aku mondar-mandir, ke sana-sini mengangkat telepon juga memberi arahan kepada masing-masing kepala bagian. Menangani kasus beruntun seperti ini rasanya kepalaku bisa retak seketika. Namun, jika meminta bantuan papa ... aku malu dan merasa tidak berguna.
Sesaat aku bersandar diri di punggung kursi. Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya dan mulai menata tumpukan berkas di meja. Memisahkan mana yang lebih utama.
Entah berapa lama kini aku duduk. Hingga ketika kulirik jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul lima. Mataku terbelalak seketika menyadari sesuatu. Aku lupa menjemput Inda. Segera kubereskan peralatan itu dan berniat melanjutkan di rumah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Guru Agama (TAMAT)
Novela JuvenilReswara adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang dijodohkan dengan Anindya---gadis yang tak lain merupakan anak didiknya sendiri. Keduanya tidak bisa menolak perjodohan tersebut dan harus menerima dengan lapang dada. Namun, bisakah cinta tumb...